Jakarta - Pengamat Intelijen dan Keamanan, Stanislaus Riyanta meminta Kapolri Jenderal Pol Idham Azis memberikan perhatian menyoal pada kinerja Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel sebagai Kepala Badan Intelijen Keamanan Polri (Kabaintelkam) dalam mengantisipasi potensi adanya ancaman keamanan secara dini.
Stanislaus mengatakan, hal itu mengingat banyaknya kerusuhan akibat demo penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Menurutnya, jika ancaman semakin tinggi, maka fungsi intelijen masih kurang berjalan dengan baik.
Kapolri perlu memberikan perhatian khusus terhadap hal ini mengingat unjuk rasa yang terjadi akhir-akhir ini sudah skala nasional dan dampaknya sudah signifikan
"Dapat ditarik dari apa yang telah terjadi, semakin tinggi tingkat ancaman yang terjadi maka peran intelijen dalam cegah dini ancaman dapat dinilai masih kurang," kata Stanislaus dihubungi Tagar, Jumat, 23 Oktober 2020.
Dia mengatakan, setiap ada gangguan keamanan yang terjadi, maka penanggung jawab, yakni Kabaintelkam harus dievaluasi.
Namun, evaluasi yang dimaksud Stanislaus bukan mencopot Rycko dari jabatannya, melainkan mengevaluasi secara menyeluruh Baintelkam Polri termasuk cara kerja, anggaran, kompetensi dan lainnya.
"Kapolri perlu memberikan perhatian khusus terhadap hal ini mengingat unjuk rasa yang terjadi akhir-akhir ini sudah skala nasional dan dampaknya sudah signifikan," kata dia.
"Intelijen memang harus kerja keras dan perlu biaya besar, namun sebaliknya jika tidak dijalankan dengan benar maka biaya untuk menangani ancaman akan lebih besar lagi," ucapnya menambahkan.
Alumni S2 Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia (UI) ini meminta supaya intelijen serius dalam melakukan pengumpulan bahan keterangan untuk cegah dini dan deteksi dini.
- Baca juga: Pengamat ke Kabaintelkam: Intelijen Harus Cerdas Baca Ancaman
- Baca juga: GEMUVI Minta Kapolri Idham Azis Evaluasi Kabaintelkam Rycko
"Jangan terlena dengan fenomena media sosial lalu hanya fokus memantau media sosial. Jika ini yang terjadi maka akan sering terjadi pendadakan strategis yang berarti intelijen gagal dalam deteksi dini cegah dini," ucap Stanislaus Riyanta.[]