Jakarta - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang RUU) Cipta Kerja berpotensi merugikan kalangan nelayan kecil Indonesia. Pasalnya, ada pembahasan membuka operasionalisasi investasi kapal berukuran besar yang sebenarnya tidak menguntungkan bagi.
"Pada masa yang akan datang, nelayan-nelayan skala kecil harus berkompetisi dengan kapal-kapal besar di lautan Indonesia. Kondisi ini jelas akan merugikan kehidupan nelayan skala kecil karena sumber daya perikanan akan terus dieksploitasi oleh kapal skala besar," ujar Sekretaris Jenderal Kiara Susan Herawati, di Jakarta, Selasa, 3 Maret 2020 seperti dilansir dari Antara.
Menurut dia dalam konteks kelautan dan perikanan, RUU Cipta Kerja membuka kesempatan yang sangat besar kepada kapal-kapal asing untuk melakukan penangkapan ikan di perairan Indonesia. Karena di saat yang sama nelayan-nelayan skala kecil dan nelayan tradisional disamakan dengan nelayan skala besar.
"Dengan demikian, definisi diantara kedua pelaku perikanan ini akan kabur," ujarnya.
Ia mengungkapkan, Kiara bersama-sama dengan sejumlah organisasi nelayan di Indonesia menyampaikan surat penolakan terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja, dengan alasan antara lain penyusunan RUU ini tidak melibatkan partisipasi publik, khususnya partisipasi masyarakat pesisir.
Selain itu, ujar dia, dari sisi substansi RUU ini akan merevisi banyak sekali undang-undang sektoral yang dianggap akan menghambat investasi atau kemudahan berusaha.
Di tempat terpisah, lembaga Destructive Fishing Watch (DFW) menginginkan beragam hal yang terkait dengan substansi sektor perikanan dapat diperjelas dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang sekarang dibahas di tingkat legislatif.
"Dalam RUU Omnibus Law belum diterangkan secara jelas mengenai ketentuan (proses dan mekanisme perizinan berusaha) ini dan memerlukan Peraturan Pemerintah," kata Koordinator Nasional DFW Indonesia Moh Abdi Suhufan.
Dalam aturan Undang-Undang Perikanan, ketentuan tersebut telah diatur secara jelas melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan. Namun, belum diaturnya mekanisme perizinan berusaha akan membuka celah dan ruang terjadinya negosiasi antara pelaku usaha dengan pemerintah mengingat telah banyak aturan resmi yang sebelumnya telah berlaku.
Ia juga mengingatkan agar Omnibus Law jangan sampai menghilangkan keberadaan Komisi Nasional yang mengkaji sumberdaya ikan berarti menghilangkan instrument sains dan ilmu pengetahuan dalam pengelolaan sumber daya ikan.
"Padahal ikan merupakan sumber daya alam yang dinamis sehingga dalam pengelolaannya memerlukan data, analisis dan perhitungan untuk mengetahui status dan tingkat pemanfaatannya dalam rangka memperkuat manajemen sumber daya ikan," tutur dia. []