Yogyakarta - Film dokumenter bertema difabel bukan hal yang unik. Banyak pembuat film merekam perjalanan difabel melalui film pendek maupun panjang. Namun, bagaimana jika film dokumenter bertema difabel justru membuat orang yang menontonnya seolah-olah ikut menjadi pemeran dalam dokumenter tersebut?
Jawabannya, The Feelings Of Reality. Program ini adalah bagian dari rangkaian Festival Film Dokumenter (FFD) 2019. Pameran film dokumenter digelar di Taman Budaya Yogyakarta (TBY) pada 1 sampai 7 Desember 2019.
Ada delapan film dokumenter dalam program ini, yakni Alun, Menjadi Agung, Aisyah, Saling, Menjadi Teman, Bulu Mata Kaki, Apa di Kata Katakanlah, Apadi Nada Katakanlah, dan Indera Kaki. Film dokumenter ini menggunakan teknologi virtual reality (VR).
VR atau realitas maya adalah teknologi yang membuat penonton dapat berinteraksi dengan lingkungan yang ada di dalam film melalui simulasi komputer. Penonton menikmati film ini dengan menggunakan alat serupa kacamata yang disebut kacamata VR.
“Penonton bisa merasakan realitas yang berbeda yang bisa menjadi titik awal untuk memberikan pandangan baru mengenai tantangan yang dihadapi difabel dalam kesehariannya,” ujar Alwan Brilian, Project Officer FFD 2019, dalam Premiere Talk: The Feelings Of Reality di auditorium Lembaga Indonesia Perancis (LIP) Yogyakarta, Selasa, 3 November 2019.
Perhatian terhadap isu disabilitas sebaiknya tidak hanya saat peringatan Hari Disabilitas Internasional saja.
Ia mencontohkan, film berjudul Alun karya Riani Singgih, membuat penonton yang memakai kacamata VR merasakan sensasi berada di tempat yang sama dengan Isro. Isro adalah seorang tuna rungu yang berprofesi sebagai pengajar tari. Tidak hanya itu, penonton juga bisa merasakan saat Isro mempelajari musik.
Pembuat film dokumenter ini juga memberikan pengalaman imersif kepada penonton lewat sarung tangan getar yang dipakai bersamaan saat menonton film. Sarung tangan ini akan bergetar sesuai dengan volume musik yang disetel Isro.
Ajiwan Arief dari Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) mengapresiasi keberadaan film dokumenter bertema difabel yang menggunakan teknologi VR. Ia berharap keberadaan film dokumenter VR bertema difabel bisa membuat Indonesia lebih inklusif.
“Perhatian terhadap isu disabilitas sebaiknya tidak hanya saat peringatan Hari Disabilitas Internasional saja, tetapi juga pada hari-hari biasa,” ucapnya.
Ajiwan berpendapat interaksi difabel dan non-difabel sebenarnya bisa terbangun secara wajar. Akan tetapi, stigma di masyarakat tentang difabel yang menghambat interaksi itu. []
Baca Juga:
- Stasiun Tugu Yogyakarta Ramah Disabilitas
- Penyandang Disabilitas Tetap Bisa Berpenghasilan
- Selamat, Dokter Disabilitas di Sumbar Segera Jadi CPNS