Ketika Bung Hatta Menolak Papua Masuk Indonesia

Ketika BPUPKI melangsungkan rapat ada hal menarik terjadi. Bung Hatta dengan tegas menolak Papua ikut Indonesia.
Massa memblokade pintu masuk Jalan Trikora Wosi Manokwari, Papua Barat, pada Senin (19/8/2019). Polisi tampak berjaga-jaga di lokasi tersebut (Foto: Antara/Toyiban)

Jakarta - Ketika Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) melangsungkan rapat untuk membahas segala persiapan kemerdekaan ada hal menarik terjadi. Yaitu, ketika membahas soal wilayah yang akan menjadi bagian Negara Republik Indonesia. 

Hampir semua anggota BPUPKI sepakat bahwa Indonesia merdeka meliputi seluruh negeri Hindia Belanda, Malaya, Borneo Utara, Timor Portugis, dan Papua

Saya sendiri ingin mengatakan bahwa Papua sama sekali tidak saya pusingkan, bisa diserahkan kepada bangsa Papua sendiri. Bangsa Papua juga berhak menjadi bangsa merdeka

Namun, Mohammad Hatta (Bung Hatta) menolak. Menurutnya yang menjadi bagian Indonesia cukup negeri Hindia Belanda. Sementara Papua tidak perlu dimasukkan ke dalam Republik Indonesia yang akan didirikan.

“Saya sendiri ingin mengatakan bahwa Papua sama sekali tidak saya pusingkan, bisa diserahkan kepada bangsa Papua sendiri. Bangsa Papua juga berhak menjadi bangsa merdeka,” kata Hatta pada sidang BPUPKI 11 Juni 1945 yang dinukil dari Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 29 Mei 1945-19 Agustus 1945.

Dalam BPUPKI ada sembilan tokoh yang menjadi anggotanya, mereka adalah Sukarno, Bung Hatta, Achmad Soebardjo, M. Yamin, Wahid Hasjim, Abdoel Kahar Moezakir, Abikusno Tjokrosoejoso, Haji Agus Salim, dan A.A. Maramis.

Bung Hatta berpandangan jika secara etnis, Papua berbeda dengan negeri Hindia Belanda. Hal itu dikhawatirkan dapt menimbulkan prasangka buruk bagi dunia luar. Seolah Indonesia memiliki ambisi imperialis. Kecuali jika rakyat Papua sendiri yang menginginkan untuk bergabung, Bung Hatta tidak menolak.

“Jadi jikalau ini diterus-teruskan, mungkin kita tidak puas dengan Papua saja tetapi (kepulauan) Salomon masih juga kita minta dan begitu seterusnya sampai ketengah laut Pasifik. Apakah kita bisa mempertahankan daerah yang begitu luas?,” tanya Hatta kepada hadirin sidang.

Dalam sidang tersebut, Yamin yang paling getol mengatakan jika Papua merupakan bagian dari Indonesia sejak zaman kerajaan Nusantara. Hal itu menurut Yamin bisa ditinjau dari analisis sejarah, politik, dan geopolitik. Namun, bagi Hatta itu semua tanpa dasar karena jelas Papua adalah bangsa Melanesia.

“Kalau sudah ada bukti, bukti bertumpuk-tumpuk yang mengatakan bahwa bangsa Papua sebangsa dengan kita dan bukti-bukti itu nyata betul-betul, barulah saya mau menerimanya. Tetapi buat sementara saya hanya mau mengakui, bahwa bangsa Papua adalah bangsa Melanesia, ” kata Bung Hatta.

Hatta juga menguraikan pendapatnya, dari pada Papua yang ikut Indonesia, dia lebih mempertimbangkan Malaya dan Borneo Utara (sekarang Serawak dan Sabah) yang waktu dijajah oleh Inggris. Karena menurutnya kedua wilayah ini masih serumpun Melayu sama seperti Indonesia. Sebab, memasukkan Papua ke Indonesia sama halnya melanggengkan kolonialisme.

Hatta mengimbau anggota sidang di BPUPKI agar bersikap realistis dalam membangun bangsa dan negara. Sebagai tokoh pendiri semestinya bisa memberi tauladan bagi generasi penerus agar bisa menghilangkan nafsu ekspansi ke luar dan mengubahnya untuk mempertahankan kedaulatan.

“Marilah kita mendidik pemuda kita, supaya semangat imperialisme meluap ke dalam, membereskan pekerjaan kita ke dalam, yang masih banyak harus diperkuat dan disempurnakan,” kata Hatta memungkasi pendapatnya.

Namun, akhirnya rasionalisasi Hatta kalah dalam voting suara. Sehingga ide gagasan yang disepakati adalah konsep yang ditelurkan Yamin dan Soekarno dengan perolehan suara terbanyak. 

Kendati demikian Hatta tetap konsisten dalam pendapatnya soal Papua. Seperti disampaikan Hatta kepada Menteri Luar Negeri Belanda, Dirk Stikker, dalam sebuah perundingan pada November 1948.

Pieter Drooglever, Sejarawan asal Belanda mengatakan jika memang Hatta seorang yang konsisten termasuk dalam gagasan yang disampaikan dalam BPUPKI yang tidak berminat dengan Papua. 

“Ia segera menarik kesimpulan dari situ, bahwa wilayah ini dapat direservasi untuk Belanda,” tulis Drooglever dalam Tindakan Pilihan Bebas: Orang Papua dan Penentuan Nasib Sendiri.

Konsistensi Hatta juga ditunjukkan ketikan memimpin delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) pada Oktober 1949 di Den Haag, Belanda. Hatta terlihat tidak begitu ambil bagian ketika beradu klaim menghadapi Menteri Urusan Negeri Jajahan Belanda, Henricus van Maarseven yang ingin merebut Papua tetap menjadi wilayah jajahan Belanda. 

Bahkan Hatta bersedia menangguhkan status kepemilikan Papua dan siap merundingkan kembali setahun kemudian. 

Sangat membanggakan, kepulangan Hatta ke tanah air membawa kado istimewa pengakuan kedaulatan Republik Indonesia. Meski, Papua belum dalam pelukan ibu pertiwi, seperti apa yang dipesankan Soekarno.

“Dalam keadaan semacam itu, jalan sebaiknya ialah menunda penyelesaian. Orang yang berpendirian semuanya harus tercapai 100% sekaligus, tentu tidak puas dengan cara begitu. Tapi adakah jalan untuk mencapai tuntutan itu sekarang juga?,” kata Hatta di depan Badan Pekerja KNIP, 25 November 1949 dikutip Soebandrio dalam buku Meluruskan Sejarah Irian Barat.

Mavis Rose pada bukunya Indonesia Free: A Political Biography of Mohammad Hatta, menyebut Hatta mengetahui bahwa ngototnya Belanda atas Papua karena kekayaan alamnya yang melimpah. 

Sehingga, dalam perundingan Koneferensi Meja Bundar (KMB), Bung Hatta hanya berfokus pada misi pengakuan kedaulatan, sementara soal Irian Barat bisa diselesaikan di kemudian hari.

Menurut Hatta, revolusi telah selesai dengan memperoleh kedaulatan politik meski tanpa Papua. Seiring dengan itu, tibalah saatnya membangun negara. 

Namun tidak demikian halnya dengan kaum Republiken lain yang mendambakan kekuasaan Indonesia dari Sabang sampai Merauke. 

Kendati sudah menjadi bagian dari Republik Indonesia, siapa nyana soal Papua malah menjadi batu sandung Indonesia dalam pergaulan internasional hingga kini. []

Berita terkait
FPI dan Pemuda Pancasila, Serang Asrama Mahasiswa Papua
Sejumlah orang dari ormas FPI dan Pemuda Pancasila melakukan aksi penyerangan terhadap Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya.
Rusuh di Manokwari, Tidak Ada Sweeping Orang Jawa
Kerusuhan terjadi di Manokwari dalam kerusuhan massa membakar gedung DPRD Papua Barat. Akibat pembakaran sejumlah ruas jalan ditutup.
Transportasi Lumpuh dan Bakar Ban di Manokwari
Massa memblokade sejumlah jalan utama di Manokwari, Papua Barat dengan membakar ban.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.