Jakarta - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menegaskan bahwa hingga saat ini belum menemukan adanya kasus vaksin Covid-19 palsu. Sebelumnya, isu mengenai vaksin palsu mencuat usai ditemukan oleh peneliti Kaspersky. Vaksin palsu tersebut diketahui telah dijual bebas di pasar gelap.
Sejauh ini di Indonesia belum ditemukan adanya kasus vaksin palsu.
"Soal vaksin palsu ini ada pihak (Satgas Covid-19) yang akan bertanggungjawab disitu tentunya polri akan mendukung untuk mengantisipasi vaksin palsu itu. Sejauh ini di Indonesia belum ditemukan adanya kasus vaksin palsu," tutur Karo Penmas Divhumas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono lewat akun Instagram @divisihumaspolri Rabu, 11 Maret 2021.
Selanjutnya, Polri akan mendalami jika ada pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari vaksin tersebut. Karena sudah ada ketentuan dan kriteria yang dibuat kementerian terkait penanganan pelaksanaan vaksinasi nasional.
"Jadi kalau ada pihak-pihak yang berupaya mengambil keuntungan dari kegiatan-kegiatan sepeti ini dan tentunya sudah melanggar aturan hukum, polri akan mengambil langkah-langkah," tegas Brigjen Rusdi.
Pakar keamanan Kaspersky Dmitry Galov, sebelumnya memeriksa 15 pasar berbeda di Darknet dan menemukan iklan untuk tiga merek vaksin Covid-19, yaitu Pfizer, Astrazeneca, dan Moderna. Dalam iklan tersebut, ada juga penjual yang mengiklankan vaksin Covid-19 yang tidak terverifikasi. Darknet sendiri, merupakan bagian dari Internet yang tidak bisa ditemukan oleh mesin pencari populer.
- Baca juga : Berantas Mafia Tanah Sofyan Djalil Gandeng Polri dan Kejagung
- Baca juga : Polri Tak Keluarkan Izin Kongres Luar Biasa Demokrat di Sumut
“Anda dapat menemukan apa saja di Darknet. Tidak mengherankan jika penjual di sana mencoba memanfaatkan proses vaksinasi yang sedang dilaksanakan hampir di seluruh penjuru dunia. Selama setahun terakhir, ada banyak penipuan yang mengeksploitasi topik Covid-19 dan banyak di antaranya berhasil,” ungkap Dmitry.
Menurut Dmitry, mayoritas penjual vaksin itu berasal dari Prancis, Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat dengan harga jual per dosis antara 250 dolar AS hingga 1.200 dolar AS, dengan biaya rata-rata sekitar 500 dolar AS.
Proses komunikasi jual beli vaksin tersebut, dilakukan melalui aplikasi perpesanan terenkripsi, seperti Wickr dan Telegram. Sementara, pembayaran diminta dalam bentuk mata uang kripto, terutama bitcoin. []