Kesunyian Hutan Wisata Mangrove di Rembang

Dana sudah terlanjur habis untuk perbaikan jeti, pandemi covid mendera. Nasib kesunyian harus dilakoni hutan wisata mangrove di Rembang.
Kesunyian di tempat wisata hutan mangrove di Rembang usai ditutup karena pandemi Covid-19. (Foto: Tagar/Redy Teguh Wibowo)

Rembang - Pandemi Covid-19 membuat hutan wisata mangrove di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, dibekap kesunyian. Tak ada geliat pariwisata. Ekspektasi pemasukan tidak sebanding dengan perawatan yang terus berjalan. 

Jalur pantai utara (pantura) Rembang - Lasem dekat dengan pesisir pantai. Sebelah utara jalan terlihat tambak berjejer rapi dengan aktifitas para petaninya. 

Ada sejumlah tempat wisata pantai yang terpampang dari arah Rembang kota menuju Lasem. Namun Tagar lebih tertarik untuk melihat kondisi wisata jembatan merah kawasan hutan mangrove di Desa Pasarbanggi, Kecamatan Rembang. Kabarnya wisata itu sepi di tengah pandemi Covid-19.

Gerbang masuk untuk menuju wisata jembatan merah cukup jauh dari jalan pantura, sekitar satu kilometer. Menyusuri jalan aspal, sebagian lagi masih berupa tanah selebar kendaraan mobil. Pemandangan tambak dengan suara riuh dari mesin kincir air milik warga setempat mengiringi perjalanan menuju lokasi wisata.

Tiba di lokasi wisata sekitar pukul 14.00 WIB, hari Minggu, 19 Juni 2020. Terlihat pintu gerbang dalam keadaan tertutup rapat dengan banner yang tertempel bertuliskan tempat wisata ditutup sementara. Suasana dilokasi wisata nampak sepi. Tidak ada satupun orang di kawasan itu, selain tentunya warga yang melakukan aktifitas di tambak sekitar lokasi wisata.

Tak berselang lama, seorang pria dengan usia sekitar 50 tahun datang menghampiri Tagar. Ia mengenakan kaos warna biru dengan celana pendek. Bapak itu datang menggunakan motor matik dari arah yang sama ketika masuk menuju lokasi wisata.

Ternyata beliau merupakan warga setempat. Bermaksud hendak memberi tahu jika tempat wisata masih ditutup. Basa-basi sebentar, Tagar menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan. Bukan bermaksud untuk berwisata tapi hanya sekadar melihat kondisi dan mengambil beberapa gambar. Dan bapak itu mengizinkan. 

Ada pengunjung atau tidak itu kan jeti tetap rusak. Jadi setiap hari tetap ada yang kontrol.

wisata mangrove rembang2Jeti atau jembatan jalur wisata hutan mangrove di Rembang. Perawatan jeti tetap dilakukan meski tempat wisata itu tutup selama pandemi. (Foto: Tagar/Rendy Teguh Wibowo)

Masuk kawasan wisata hutan mangrove melalui jalur di samping gerbang. Jalur ini merupakan jalan alternatif mengingat gerbang masih ditutup. Melintasi pijakan sebatang bambu besar dengan penyangga pohon bakau yang telah disediakan warga setempat. 

Kesunyian menyambut saat berada di dalam kawasan wisata seluas 60 hektar itu. Hanya terdengar suara serangga dan percikan air laut yang melewati sela-sela batang pepohonan bakau.

Beberapa kayu pada jeti sebagian nampak rapuh, dan sebagiannya masih terlihat kokoh dengan cat warna merah seperti baru diganti. Jeti adalah semacam jembatan yang digunakan sebagai jalur wisata menikmati kawasan hutan mangrove. 

Hamparan tanaman mangrove dengan 15 jenis vegetasi yang menjulang tinggi di sisi kanan dan kiri jeti. Tanaman ini cukup memberi keteduhan di antara teriknya matahari dan panasnya suasana pantai.

Usai mengambil beberapa dokumentasi foto, Tagar bergegas menemui pengelola tempat wisata jembatan merah hutan mangrove itu. Tentu saja untuk menggali informasi lebih dalam terkait kondisi terkini wisata tersebut di tengah pandemi Covid-19.

Berdasarkan informasi yang didapat dari warga setempat, rumah salah satu pengelola wisata jembatan merah tidak jauh dari tempat parkir kendaraan pengunjung. Setelah beberapa kali bertanya kepada warga dis ekitar lokasi parkiran, akhirnya sampai juga di rumah sang pengelola wisata.

Purwanto namanya, laki-laki paruh baya yang siang itu mengenakan kemeja warna gelap dan menggunakan sarung. Ia menjabat sebagai sub pengelola wisata jembatan merah hutan mangrove. Keramahan menyambut dan tak butuh waktu lama buat kami untuk ngobrol asyik seputar tempat wisata yang dikelolanya. 

Dana Terkuras untuk Jeti Baru

Bermula dari penjelasan tidak ada pengunjung hingga perawatan jeti. Tidak ada yang datang bukan berarti perawatan jeti berhenti. Jembatan merah tetap perlu perawatan. Apalagi jeti terbuat dari kayu, jika dibiarkan tanpa perawatan, lama-lama akan rapuh. Sehingga perlu pengawasan secara rutin agar jeti tidak rusak parah.

"Ada pengunjung atau tidak itu kan jeti tetap rusak. Jadi setiap hari tetap ada yang kontrol," kata dia. 

Purwanto mengaku, sebelum mewabahnya virus Covid-19, pengelola telah membangun jeti baru untuk memanjakan pengunjung ketika libur Lebaran tiba. Pembangunan selesai bulan Februari. Namun ekspektasi itu buyar. Wabah corona membuat pemerintah meminta seluruh tempat wisata di Rembang harus ditutup.

"Pembangunan jeti baru itu selesai pada pertengahan bulan Februari dan tak lama pandemi datang," katanya.

Kami sudah persiapan penambahan jeti untuk persiapan Lebaran. Tapi akhirnya harus ditutup, padahal dana sudah terlanjur habis.

wisata mangrove rembang3Kondisi salah satu wahana foto selfi wisata jembatan merah hutan mangrove di Rembang. (Foto: Tagar/Rendy Teguh Wibowo)

Tentu kondisi itu di luar pemikiran dari pihak pengelola. Tempat wisata ditutup berarti tidak ada kunjungan wisata. Tanpa wisatawan secara otomatis tidak ada pemasukan lagi untuk membiayai perawatan jembatan merah. Di satu sisi, dana yang dimiliki pengelola sudah dikucurkan semua untuk membuat jeti baru tersebut.

"Kami sudah persiapan penambahan jeti untuk persiapan Lebaran. Tapi akhirnya harus ditutup, padahal dana sudah terlanjur habis," jelasnya.

Karena dana sudah terkuras habis untuk pembuatan jeti baru, Purwanto dan warga lainnya harus putar otak untuk biaya perawatan jeti. Iuran semampunya jadi solusi sementara. Alhasil, pihak pengelola harus menggunakan dana seadanya untuk perawatan jeti. 

 Baca cerita lain: 

Untuk mengganti kayu jeti yang sudah rapuh, direkayasa dengan menggunakan kayu seadanya. Tapi kondisi dan kualitas kayu tak kalah dengan yang baru.

"Sedikit-sedikit berbenah yang penting jetinya itu tidak sampai rusak parah. Kami melakukan tambal sulam saja pada kayu yang rapuh," terangnya.

Tidak hanya itu, papan baliho wisata jembatan merah yang ada di depan pintu masuk juga rusak termakan usia. Sempat bingung, namun akhirnya ada solusi. Ada warga yang peduli dan menawarkan pipa besi untuk memperbaiki baliho yang roboh itu.

"Kemarin alhamdulillah ada yang menawarkan pipa untuk baliho, mungkin satu sampai dua hari kami sudah memperbaiki baliho yang ada di pintu masuk," ucap dia.

Koleksi Mangrove Bertambah

Beberapa pekan lalu, kata Purwanto, wisata jembatan merah mendapat kunjungan dari perwakilan pemerintah pusat. Tidak sekedar mengunjungi, wisata jembatan merah juga mendapat bantuan bibit mangrove dengan area tanam seluas kurang lebih 30 hektar.

"Kemarin ada tim survei untuk penanaman yang kelasnya besar dari pemerintah pusat, kami ditawari penanaman sekitar 20 sampai 30 hektar," tutur dia.

Rencananya pihak pengelola akan menanam bibit mangrove tersebut di sebelah timur jeti seluas lima hektar. Sedangkan untuk sisi barat jeti akan ditanam bibit mangrove dengan luasan mencapai 25 hektar.

Biasanya itu kami cuma tambal sulam dari mangrove yang rusak atau mati, kami tanam lagi bibit di sana.

wisata mangrove rembang4Tanaman bakau yang mulai tumbuh tinggi di sekitar jeti di kawasan wisata hutan mangrove Rembang. (Foto: Tagar/Rendy Teguh Wibowo)

Sedangkan untuk perawatan mangrove yang sudah ditanam biasanya hanya diambil yang sudah mati atau gagal tumbuh. Kemudian ditanam menggunakan bibit yang baru.

"Biasanya itu kami cuma tambal sulam dari mangrove yang rusak atau mati, kami tanam lagi bibit di sana," sebutnya.

Sementara ini Purwanto dan rekannya fokus pada pembenahan jeti sebelum tempat wisata benar-benar diizinkan untuk buka bagi masyarakat umum. Kapan akan dibuka, Purwanto mengaku menunggu tempat wisata lainnya buka lebih dahulu. 

"Nanti seperti apa prosedurnya akan kami ikuti," lanjut dia.

Ngomong-ngomong sial biaya yang dikeluarkan selama perawatan, Purwanto menyebut kurang lebih Rp. 5 juta. Itu pun baru mencakup perbaikan jeti saja. Belum termasuk perawatan mangrove dan pembersihan sampah area sekitar jeti.

"Yang penting kami persiapan itu jetinya agar tetap kuat dan tidak rusak. Yang namanya kayu mau dipakai atau tidak kan tetap rusak," tutup dia. []

Berita terkait
Pantai Karangjahe Rembang Target Buka Awal Agustus
Wisata Pantai Karangjahe Rembang menargetkan bisa buka untuk umum awal Agustus. Pengelola sudah melengkapi syarat yang diminta pemerintah.
Pantai Karangjahe Rembang Siapkan Protokol Wisata
Pantai Karangjahe Rembang menyiapkan protokol wisata dan simulasi pembukaan tempat wisata. Apa saja yang boleh dan dilarang?
Pantai Sluke Rembang Terabaikan Pembangunan Wisata
Pantai Sluke Rembang, Jawa Tengah, destinasi wisata yang belum tersentuh oleh pembangunan pariwisata.