Jakarta - Saat kejadian pesawat Sriwijaya Air SJ 182 jatuh di Kepulauan Seribu, penduduk Pulau Lancang, Junaenah 40 tahun mengaku mendengar dentuman yang sangat keras hingga kaca rumahnya bergetar.
"Hari itu hujan campur angin kencang, tiba-tiba ada suara 'duar' terdengar keras sekali sampai rumah (kaca rumah) bergetar," ungkap Junaenah, dikutip Tagar, Senin, 11 Januari 2021.
Suara mesin tidak ada. Terus saat kejadian tidak kelihatan ada api, hanya asap putih, puing-puing yang berterbangan.
Junaenah menjelaskan, situasi saat jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 tidak ada yang berbeda. Masyarakat tetap berkegiatan melaut, mencari rajungan (sejenis kepiting), dan banyak pula masyarakat yang berada di dalam rumahnya masing-masing untuk berlindung dari hujan.
Junaenah mengaku, rumahnya berada sekitar 200 meter dari bibir pantai dan mengira dentuman besar itu hanya suara petir karena cuaca sedang hujan.
"Pas dengar saya kaget: Ya Allah, suara apa itu, karena besar sekali seperti bom. Tapi saya dan anak-anak tidak keluar karena saya kira hanya petir di tengah hujan," ujar Junaenah.
Marsu, Ketua RT 001/RW 001 Pulau Lancang mengatakan, kabar tersebut juga diperkuat oleh nelayan yang pulang melaut. Kata Marsu, nelayan juga mengetahui ledakan dari jatuhnya pesawat di antara tempat mereka dengan Pulau Laki yang tak berpenduduk.
"Nelayan yang baru pulang mengabari, di sana (perairan Pulau Lancang-Pulau Laki) ada pesawat yang jatuh. Saya langsung ingat oh mungkin itu yang siang tadi (saat hujan) saya kira petir sangat besar," kata Marsu dikutip Tagar, Senin, 11 Januari 2021.
Marsu menjelaskan, ketika mendapatkan kabar tersebut, banyak warga Pulau Lancang yang dikerahkan untuk melakukan pencarian dan evakuasi di lokasi jatuhnya pesawat yang akhirnya diketahui milik Sriwijaya Air SJ-182 rute Jakarta-Pontianak.
"Akhirnya pihak berwenang di sini berinisiatif untuk mengumpulkan warga dan melakukan pencarian sebisanya sampai dihentikan sekitar pukul 21.00 WIB," jelas Marsu dikutip dari Antara.
Hendrik Mulyadi, seorang nelayan rajungan di sekitar perairan Pulau Lancang-Pulau Laki menjelaskan, dirinya bersama dua rekannya ABK di kapal pencari rajungannya berada di lokasi yang diduga kuat menjadi tempat jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 saat peristiwa itu terjadi.
"Saat itu hujan cukup besar (kemungkinan berkabut), dan kami bertiga di tengah laut sedang konsentrasi mengambil bubu (alat penangkap rajungan), tiba-tiba ada seperti kilat ke arah air disusul dentuman keras, puing berterbangan sama air (ombaknya) tinggi sekali, untung kapal saya enggak apa-apa," jelas Hendrik, Senin, 11 Januari 2021.
Hendrik mengatakan, saat peristiwa itu tidak terdengar suara mesin pesawat sebelum dentuman keras, serta tidak terlihat kobaran api membumbung sesaat setelah dentuman keras. Hendrik mengira, itu bom yang jatuh dan meledak.
"Suara mesin tidak ada. Terus saat kejadian tidak kelihatan ada api, hanya asap putih, puing-puing yang berterbangan, air yang berombak besar, dan ada aroma seperti bahan bakar," katanya.
Walaupun tidak mengalami cedera dan kapalnya tidak mengalami kerusakan, Hendrik mengaku masih terguncang, ia menjadi tidak enak makan dan tidur sampai tak sanggup bekerja mencari rajungan seperti sebelumnya. [] (Amalia Amriati Fajri)