Oleh: Denny Siregar*
Prabowo Subianto dilahirkan di keluarga yang mempunyai rekam jejak bangsawan.
Setidaknya begitu kata Fadli Zon. Bahkan Prabowo disebut dari keturunan ningrat atau berdarah biru, meski belum diketahui itu biru donker atau biru laut.
Ayahnya Soemitro Djojohadikusumo adalah ekonom terkenal, bahkan pernah 4 kali menjadi Menteri. Sedangkan kakeknya adalah pendiri Bank Negara Indonesia atau BNI. Jika dirunut ke atas lagi, maka tampaklah kakek dari kakek Prabowo adalah para priyayi atau bangsawan.
Dan sebagai keturunan bangsawan, Prabowo sejak kecil sudah diajar bagaimana menjadi seorang bangsawan.
Bangsawan tidak boleh hidup susah. Hidupnya harus terhormat. Itulah kenapa Prabowo disekolahkan di luar negeri sebagai bagian membentuk kehormatan itu, dan Prabowo sangat sadar itu.
Ia penyuka simbol. Jika dulu sang raja berdiri di atas kereta kencana, di masa modern ini sang raja harus menggunakan transportasi yang mewah.
Dari gaya berjalannya yang selalu menegakkan dada, terlihat bahwa Prabowo sangat mengenal siapa dirinya. Ia sadar bahwa ia mempunyai kedudukan tinggi dalam strata manusia dibandingkan yang lainnya. Dan itu ditanamkan, dilatih supaya ia berlaku sebagai orang terhormat.
Inilah yang menjawab kenapa Prabowo selalu berada di atas mobil dengan sunroof terbuka, sambil melambaikan tangan bak raja yang disambut rakyatnya. Itu memang muncul dari alam bawah sadarnya bahwa ia "lebih dari rakyat biasa" karena sudah terbiasa. Dia adalah raja.
Ia penyuka simbol. Jika dulu sang raja berdiri di atas kereta kencana, di masa modern ini sang raja harus menggunakan transportasi yang mewah. Lihat saja salah satu simbolnya dengan selalu memakai baju safari berwarna khaki, ia memimpikan bahwa ia mewarisi visi Soekarno yang pandai beretorika dalam melawan penjajah.
Saking sukanya Prabowo dengan Soekarno, bajunya sampai gak ganti-ganti. Itu lagi itu lagi, seakan dulu Soekarno setiap hari berpakaian safari. Begitu juga konsep pidato penuh retorikanya.
Dari rekam jejak itu, kita bisa melihat bahwa Prabowo tidak pernah menjadi rakyat. Ia seumur hidup dididik untuk menjadi pejabat. Dan itu berpengaruh sekali dengan gayanya sampai model marahnya yang main gebrak dan banting barang.
Pertanyaannya, jika Prabowo tidak pernah menjadi rakyat, lalu bagaimana bisa dia berbicara mewakili rakyat? Jika dia tidak pernah miskin, lalu bagaimana dia bisa berbicara tentang kemiskinan?
Karena miskinnya orang miskin yang melihat hidup dari teriknya matahari membakar kulit, sangat berbeda dari pandangan miskin seorang kaya raya yang melihat banyak hal dari balik jendela dan dinginnya ac mobil.
Seruput....
*Denny Siregar penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi
Baca juga:
- Nama-nama yang Disebut Sandiaga Uno, Fakta atau Fiktif?
- Pilpres 2019, Pertaruhan Harga Diri Jokowi dan Kesempatan Terakhir Prabowo
- Siapa Delusi, Prabowo atau Pendukungnya?
- Empat Fakta Paling Kontroversial dalam Keluarga Prabowo Subianto
- Dicitrakan Capres Pilihan Ijtima Ulama, Ini Silsilah Agama dalam Keluarga Prabowo