Kemnaker: Semua Pihak Sudah Terlibat Pembahasan UU Cipta Kerja

Sekjen Kemnaker Anwar Sanusi mengakatak pembahasan UU Cipta Kerja sudah melibatkan banyak pihak termasuk pengusaha dan serikat pekerja.
Ilustrasi Tenaga Kerja. (Foto: Tagar/Unsplash/@jramos10)

Jakarta - Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Anwar Sanusi mengatakan pembahasan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja sudah melibatkan banyak pihak. Menurut dia, semua unsur publik, dari pengusaha hingga serikat pekerja sudah berpartisipasi dalam proses tersebut.

"Kami mencatat ada sembilan kali pertemuan yang kami lakukan, Tim Tripartit antara Apindo, kemudian ada serikat pekerja dan serikat buruh," kata Anwar dalam pernyataan di Jakarta, Sabtu, 17 Oktober 2020, seperti dikutip dari Antara.

Kami mencatat ada sembilan kali pertemuan yang kami lakukan, Tim Tripartit antara Apindo, kemudian ada serikat pekerja dan serikat buruh.

Baca juga: Rocky Gerung: Mestinya Menaker Tolak UU Cipta Kerja Demi Buruh

Dalam prosesnya, kata Anwar, aspek demokrasi menjadi dasar dalam membahas UU Cipta Kerja. Ini karena pemerintah sadar adanya pendapat yang setuju dan tidak setuju atau pro dan kontra terkait pembahasan klaster ketenagakerjaan.

"Dalam dialog ada yang memang kita proses memberi, tetapi juga harus menerima. Dengan begini, Kementerian Ketenagakerjaan beridi di dua sisi, satu sisi memang memberikan perlindungan yang optimal agar yang namanya pekerja, buruh terlindungi. Namun demikian kita harus memperhatikan aspek lain," ucapnya.

UU Cipta Kerja, kata dia, mampu menciptakan peluang kerja yang luas khususnya bagi penduduk usia kerja produkit. Selain itu, cara ini bisa menekan tingkan pengangguran yang berpotensi meningkat di tengah pandemi Covid-19.

"Ini adalah mengapa UU ini dinamakan Cipta Kerja, artinya kita butuh investasi, tetapi saat bersamaan kita merespons bagaimana menciptakan berbagai peluang pekerjaan," ujar Anwar.

Sementara, mengenai penolakan buruh terhadap isu tenaga kerja asing (TKA)< kata Anwar, menekankan UU Cipta Kerja sama sekali tidak memberikan ruang kepada TKA masuk. Nantinya, TKA yang masuk hanya boleh mempunyai kompetensi khusus yang tidak dimiliki tenaga Indonesia dan terikat dalam waktu.

"Contohnya adalah mereka yang memiliki keahlian yang sangat spesifik, yang memang kita tidak ada. Seandainya mesin itu rusak, misalnya, maka dia bekerja dengan jangka waku tertentu," tuturnya.

Kemudian, soal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), kata dia, UU Cipta Kerja memberikan perlindungan kepada tenaga kerja atau buruh selama masa bekerja dan haknya hingga pekerjaan berakhir. Ini termasuk pemberian kompensasi bila pekerjaan tersebut selesai yang sebelumnya tidak ada dalam undang-undang.

Baca juga: Mardani Ali Sera: Omnibus Law Ciptaker UU Super Kilat

Selain itu, regulasi untuk tenaga kerja perusahaan alih daya atau outsourcing juga diatur secara ketat. Sehingga, jika terjadi pengalihan tenaga kerja, maka masa kerjanya harus dihitung, serta perlindungan hak-hak tenaga kerja harus menjadi syarat dalam perjanjian kerja.

"Artinya kalau perusahaan memperkerjakan orang, biasanya mulai dari nol lagi, di sini tidak. Pengusaha alih daya harus mengakui catatan-catatan pekerjaan yang sudah dilakukan pekerja sebelumnya. Dan ini akan diperhitungkan sebagai komponen tentunya besaran gaji," kata Anwar. []

Berita terkait
Perbedaan Cipta Kerja dan UU Ketenagakerjaan Nomor 23/2003
Undang-Undang Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan dianggap merugikan kepentingan buruh.
Perbandingan Pesangon UU Cipta Kerja dengan Negara Lain
Hak besaran pesangon untuk pekerja atau buruh yang terkena pemutusan hubngan kerja (PHK) dalam UU Cipta Kerja menuai kritikan tajam.
UU Cipta Kerja Genjot Investasi, Mampu Serap Tenaga Kerja?
Omnibus Law UU Cipta Kerja yang diharapkan mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Lantas, seberapa banyak tenaga kerja yang diserap nantinya?