Kelompok Bela Diri Bermunculan Melawan Junta Militer Myanmar

Menurut sebuah laporan terbaru, kekerasan pasca kudeta militer di Myanmar meningkat, pasukan "bela diri" antijunta tingkatkan upaya melawan militer
Pedemo anti-kudeta berpawai dalam unjuk rasa di Pabedan township menentang junta di Yangon, Myanmar, Sabtu, 26 Juni 2021 (Foto: voaindonesia.com/AP)

Jakarta – Menurut sebuah laporan terbaru, kekerasan pasca kudeta militer di Myanmar telah meningkat, sementara pasukan "bela diri" antijunta meningkatkan upaya melawan militer, menurut sebuah laporan terbaru. Laporan itu bertujuan untuk memperingatkan mengenai "banyaknya" korban apabila rezim menggunakan kekuatan penuh dalam penindakan keras.

Myanmar telah mengalami pergolakan sejak kudeta 1 Februari 2021 yang menggulingkan pemerintahan sipil de facto, Aung San Suu Kyi. Lebih dari 880 warga Myanmar tewas akibat kebrutalan junta militer yang berkuasa, ini menurut sebuah kelompok pengawas setempat.

Di sebagian wilayah, warga setempat seringkali menggunakan senapan berburu atau senjata yang dirakit di pabrik-pabrik darurat di hutan. Mereka telah membentuk "pasukan pertahanan" untuk melawan.

antikudetaPengunjuk rasa antikudeta unjuk rasa dengan membawa gambar pemimpin Myanmar yang digulingkan Aung San Suu Kyi, melewati pasar Kotapraja Kamayut Yangon, Myanmar, 8 April 2021 (Foto: voaindonesia.com/AP)

Sebagai balasannya, militer menggunakan helikopter dan artileri, termasuk melawan kelompok-kelompok di negara bagian Chin dan di sepanjang perbatasan timur dengan Thailand.

"Dalam menghadapi pemberontakan bersenjata, Tatmadaw (militer Myanmar) bisa melancarkan kekuatan militer besar-besaran terhadap warga sipil," kata Kelompok Krisis Internasional, lembaga kajian non-pemerintah yang berusaha mencegah konflik, dalam pernyataan mereka.

Para pedemo anti-kudetaPara pendemo anti-kudeta berunjuk rasa di Yangon, Myanmar, 3 Juni 2021 (Foto: voaindonesia.com/AP)

"Korban manusia akan sangat banyak -terutama perempuan, anak-anak dan lansia- yang mengalami kesulitan paling besar akibat kekerasan dan kehilangan tempat tinggal," tambah LSM itu.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan pekan lalu bahwa sejauh ini sekitar 230 ribu orang telah kehilangan tempat tinggal akibat pertempuran dan ketidakamanan (vm/pp)/AFP/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Demonstran Myanmar Gelar Flash Mob Antikudeta
Sekelompok kecil demonstran di Myanmar, menggelar demonstrasi cepat atau flash mob menentang kudeta di Yangon
Sanksi Baru Uni Eropa Terhadap Junta Militer Myanmar
Uni Eropa (UE), Senin, 21 Juni 2021, mengumumkan putaran baru sanksi terhadap beberapa pejabat militer Myanmar
Embargo Senjata dan Pemulihan Demokrasi di Myanmar
Resolusi Majelis Umum PBB upayakan embargo senjata dan dan pemuihan demokrasi di Myanmar setelah kudeta militer 1 Februari 2021