Jakarta - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan tak mau menanggapi tuduhan yang dilontarkan oleh politikus PDI Perjuangan Dewi Tanjung bahwa kasus penyiraman air keras yang menimpa dia adalah rekayasa.
"Saya kira omongannya dia enggak penting buat saya, untuk saya respon lebih jauh," ucap Novel di kawasan Gatot Subroto, Jakarta, Sabtu, 9 November 2019.
Novel justru mempertanyakan laporan Dewi Tanjung ke Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya yang mengatakan Novel tidak benar-benar mengalami kerusakan pada kedua matanya. Padahal laporan tersebut data dan faktanya jelas tercatat di rumah sakit tempatnya diperiksa dan dirawat.
"Saya enggak ngerti yang mau dihina oleh itu siapa. Apakah dia ingin menghina lima rumah sakit besar? Tiga rumah sakit besar di Indonesia, dua di Singapura?" tuturnya.
Saya kira omongannya dia enggak penting buat saya, untuk saya respon lebih jauh.
Apalagi, kata dia penyelidikan kasus penyiraman air keras yang ia alami melibatkan banyak pihak. Jadi, ia mempertanyakan sebenarnya siapa yang dituju oleh Dewi Tanjung.
"Apa dia ngomongnya kepolisian investigasi? Komnas HAM yang melakukan pemeriksaan? Apakah dia mau menghina para tokoh yang bertemu saya dan melihat keadaan saya?" ucap Novel.
Daripada merespon laporan dari Dewi Tanjung, Novel memilih untuk menghiraukan persoalan tesebut. Baginya, yang terpenting motif dari kasus penyerangan yang dialaminya bisa segera terungkap dengan jelas.
Ia hanya prihatin dengan sikap yang ditunjukan Dewi Tanjung. “Saya cuma ingin menyampaikan bahwa prihatin dengan perilaku-perilaku yang buruk seperti ini," tuturnya.
Dewi Tanjung alias Dewi Ambarwati melaporkan Novel Baswedan dengan tudingan penyebaran berita hoaks terkait peristiwa penyiraman air keras Novel Baswedan. Dalam laporannya ke Polda Metro Jaya, Rabu 6 November 2019, Dewi menyebut ada rekayasa dan kejanggalan terhadap peristiwa dan luka-luka yang dialami Novel.
Novel diduga melanggar Pasal 26 ayat (2) junto Pasal 45 A Ayat (2) UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 A ayat 1 UU RI nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana. []