Samosir - Hiskia Simarmata yang kini menjabat sebagai Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Utara, diperiksa penyidik Kejaksaan Negeri Samosir terkait kasus Hutan Tele yang kini tengah diproses.
Hiskia datang dan diperiksa di Kejari Samosir pada Senin, 15 Juni 2020. Dia diperiksa sebagai saksi atas tersangka BP, mantan Kepala Desa Partungko Naginjang, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Pemeriksaan berlangsung selama tujuh jam.
Hiskia pernah menjabat Kepala BPN di Kabupaten Samosir periode 2014-2016 dan turut mengeluarkan sertifikat-sertifikat di Areal Penggunaan Lain (APL) Hutan Tele.
"Kami memeriksa Hiskia Simarmata selaku mantan Kepala BPN Samosir dalam kapasitasnya sebagai saksi yang turut mengeluarkan sertifikat hak milik di APL Hutan Tele," kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Samosir Paul M Meliala.
Jaksa mempertanyakan dasar hukum Hiskia mengeluarkan sertifikat tanah di APL Hutan Tele, sementara SK Bupati Tobasa 281 dikeluarkan setelah terbentuknya undang-undang pembentukan Kabupaten Samosir.
"Pertama dia mengatakan SK Bupati Tobasa 281 itu sah dan berhak menjadi dasar pengeluaran sertifikat-sertifikat tersebut. Tapi setelah kami tunjukkan SK Bupati Tobasa keluar setelah terbentuknya undang-undang pembentukan Kabupaten Samosir, dia mengaku SK itu tidak sah dan tidak berhak (menerbitkan sertifikat)," jelasnya.
Hiskia mengaku tidak mengecek persyaratan-persyaratan penerbitan sertifikat, karena dia hanya menandatangani saja.
"Beliau mengaku hanya menandatangani saja setelah diajukan dan mendapat laporan bahwa persyaratan itu lengkap oleh Panitia A setelah mereka selesai bersidang," terangnya.
Saya terkejut ternyata tanggal keluar SK Bupati Tobasa itu setelah keluarnya undang-undang pembentukan Kabupaten Samosir
Ditanya soal kedekatan dengan tersangka BP, Hiskia mengaku tidak pernah bertemu secara langsung. Namun, mengenalnya sebagai anggota DPRD Samosir ketika itu.
Usai diperiksa, Hiskia membenarkan dirinya diperiksa sebagai saksi kasus korupsi APL Hutan Tele. Pemeriksaan menurut dia berlangsung normatif.
Hiskia menegaskan, bahwa sertifikat-sertifikat yang dia keluarkan saat itu adalah sah. "Kalau dari prosedurnya sah, tapi kalau ditemukan kejanggalan itu terserah penegak hukum," tukasnya.
Disebutkannya, pengeluaran sertifikat-sertifikat tersebut berdasarkan SK Bupati Tobasa 281 tanpa melakukan pengecekan tanggal terbentuknya undang-undang pembentukan Kabupaten Samosir.
"Saya terkejut ternyata tanggal keluar SK Bupati Tobasa itu setelah keluarnya undang-undang pembentukan Kabupaten Samosir, saya tidak sampai ke situ. Kalau saya tahu, tidak mungkin saya keluarkan sertifikat," kilahnya.
Dalam kasus ini, jaksa sudah menetapkan anggota DPRD Samosir periode 2014-2019 sebagai tersangka, yakni BP. Dia ditetapkan tersangka pada Senin, 8 Juni 2020.
BP selaku Kepala Desa Partungko Naginjang saat itu diduga terlibat pengalihan status APL Hutan Tele menjadi milik pribadi dalam bentuk sertifikat hak milik (SHM) yang merugikan negara sebesar Rp 17,5 miliar.
Jaksa juga tengah mengusut keterlibatan beberapa pejabat BPN maupun pejabat Pemkab Samosir.
"Kerugian tersebut didasarkan pada nilai NJOP tahun 2003 untuk areal pertanian seluas 350 hektare di APL Hutan Tele di Desa Partungko Naginjang sebelum berganti nama menjadi Desa Hariara Pintu. Hitungan Rp 17,5 miliar itu masih untuk lahan pertanian, kalau ikut permukimannya bisa lebih banyak kerugian negaranya," kata Paul.
Sebelumnya, jaksa sudah meminta keterangan dari dua mantan Bupati Samosir, yakni Wilmar Simanjorang dan Mangindar Simbolon. Keduanya dimintai keterangan sebagai saksi. []