Jakarta – Di negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dengan literasi tinggi ternyata banyak juga warganya yang tidak percaya ada pandemi virus corona baru (Coronavirus Disease 2019/Covid-19). Yang faktual sampai tanggal 26 Juni 2020 pukul 08.12 WIB situs independen, worldometer, melaporkan jumlah kasus positif Covid-19 di AS tembus angka 2.500.000 yaitu 2.504.588. Jumlah ini menyumbang 25,81% terhadap 9.702.189 kasus Covid-19 dunia.
Jumlah kematian di AS juga terbanyak di dunia yaitu 126.780 yang disusul oleh Brasil dengan 55.054 kematian. AS bercokol di peringkat ke-1 dunia sedangkan Brasil di peringkat ke-2 dunia.
Presiden AS, Donald Trump, pernah sesumbar dengan mengatakan bahwa tidak ada kesempatan bagi virus corona menginfeksi warganya. Tapi, fakta berbicara lain karena AS jadi episentrum Covid-19 dengan kasus terbanyak di dunia.
Begitu juga dengan Presiden Brasil, Jair Bolsonaro, juga sesumbar dengan mengatakan infeksi virus corona hanyalah ‘flu ringan’. Presiden Jair pun memenuhi tuntutan pendukungnya untuk membuka lockdown di beberapa provinsi dan memecat menteri kesehatan. Hal ini dilakukan Presiden Jair karena dia tidak ingin kehancuran ekonomi karena lockdown jadi isu negatif pada pemilihan presiden yang akan datang. Rupanya, Jair mau ikut lagi berlaga pada pemilu presiden.
Di peringkat ke-3 dunia ada Rusia dengan jumlah kasus sebanyak 613.994. Presiden Rusia, Vladimir Putin, juga sesumbar penyebaran virus corona di negara bisa dihadang. Tapi, kenyataannya kasus Covid-19 di Negeri Beruang Merah itu terbanyak ketiga di dunia.
Presiden Trump juga pernah mengatakan bahwa jumlah tes Covid-19 di negaranya paling banyak di dunia. Laporan worldometer tanggal 26 Juni 2020 menunjukkan jumlah tes Covid-19 di AS sebanyak 30.732.552. Tapi, kalangan ahli mengatakan yang jadi patokan adalah jumlah tes per 1 juta populasi. Di AS besarnya 92.854. Ini di bawah beberapa negara Eropa.
Kasus di AS, Brasil, dan Rusia serta beberapa negara yang ada di ‘papan atas’ dalam jumlah kasus Covid-19 terjadi karena di awal pandemi pemimpin negara-negara itu anggap remeh sehingga tidak menyiapkan langkah untuk menanggulangi pandemi. Ini terjadi karena di awal pandemi banyak yang beranggapan ‘neraka’ corona akan terjadi di China dan Korea Selatan. Tapi, fakta menunjukkan kasus Covid-19 di China dan Korea Selatan justru tidak meledak jadi episentrum.
Banyak negara yang di awal pandemi ada di ‘papan bawah’ dalam jumlah kasus Covid-19, tapi sekarang ada di ‘papan tengah’ dan ‘papan atas’ dalam jumlah kasus Covid-19. []