Kampung Jao Dalam Setelah Gempa Padang

Kampung Jao Dalam, Kota Padang, Sumatera Barat, pusat percetakan yang menyatu di satu titik setelah gempa bumi menerjang pada September 2009.
Kawasan percetakan Kampung Jao Dalam, Kota Padang yang bersatu di satu titik setelah gempa Padang (Foto: Tagar/Rina Akmal)

Padang - Gempa bumi yang memporak-porandakan Sumatera Barat (Sumbar) sepuluh tahun silam menyisakan beragam kisah. Tak sedikit masyarakat beralih mata pencarian hingga beralih tempat mencari nafkah setelah tragedi 30 September 2009 itu.

Seperti kawasan industri percetakan di Kampung Jao Dalam, Kota Padang, Sumbar. Semula, lokasi yang berjuluk "kampung percetakan" satu-satunya di Sumbar ini, berada di persimpangan empat Jalan Kampung Dalam yang berada persis di pusat perekonomian kota Padang.

Siang itu Minggu 27 Oktober 2019, Tagar menyusuri Kampung Jao Dalam. Ruko dengan bangunan yang persis berjejer kokoh di sepanjang jalan tersebut. Hampir semua ruko menawarkan produk sama. Di antaranya, jasa cetak undangan, sablon kaos, spanduk, piagam, neonbook, hingga souvenir pernikahan.

Sebelum gempa posisi kami berserakan, terpisah-pisah.

Salah seorang pengunjung Dita, 25 tahun, tampak sedang memesan undangan di salah satu percetakan di kampung tersebut. Ia mengaku mendapat rekomendasi mencetak undangan di Kampung Jao Dalam itu dari beberapa temannya.

"Selain harganya lumayan murah, hasilnya juga memuaskan. Teman-teman saya waktu nikah dulu pesannya juga di sini. Prosesnya cepat dan pelayanannya juga baik," kata Dita yang datang ke percetakan bersama calon suaminya, Amran.

Bencana mengubah segalanya dan memaksa pelaku usahanya pindah dari lokasi tersebut. Menariknya justru setelah berpindah tempat, kawasan percetakan ini mulai tersusun rapi.

Salah seorang pemilik usaha percetakan dan sablon di Kampung Jao Dalam, Kota Padang, Eva Bariklana, mengatakan perkampungan percetakan ini berawal dari 2009 atau pasca gempabumi meluluh lantakan Kota Padang. Lantas, karena lokasi mereka berdagang roboh, sejumlah pemilik usaha berinisiatif menyatukan usaha percetakan ini di satu titik.

"Sebelum gempa posisi kami berserakan, terpisah-pisah. Setelah bencana itulah kami sepakat menyewa satu kawasan agar usaha ini berdekatan," kata Eva kepada Tagar, Minggu 27 Oktober 2019.

Semula hanya sebagian kecil desain grafis mau bekerja di sini. Sedangkan jumlah pemilik usahanya hanya berkisar 30 orang. Lama-kelamaan jumlah bertambah dan kini sudah berjejer ratusan ruko percetakan di Kampung Jao Dalam, Kota Padang.

"Awal hanya 30 orang kami pindah ke sini. Kami lalu mengajak teman-teman lainnya untuk bergabung di kampung ini. Alhamdulillah sekarang makin ramai," tuturnya.

Eva tidak khawatir meski semua ruko percetakan di Kampung Jao Dalam persis sama dengan semua jasanya. Baginya, rezeki seseorang tidak akan pernah tertukar dan sudah ditetapkan sang pencipta.

Alhamdullilah, selalu ada orderan dan tak ada kami yang benar-benar kosong.

Ia beranggapan bahwa dengan bergabungnya para pengusaha percetakan di satu titik ini, justru lebih memudahkan pelanggan untuk berinteraksi.

"Prospeknya lebih bagus dengan berkumpul ini. Nah, jika datang pelanggan dari Jambi, Pekanbaru dan sebagainya, mereka mudah saja mencari jasa terbaik di sini. Jadi tidak repot-repot jauh-jauh mencari pilihan, cukup mengitari kampung ini," tuturnya.

Sejak bersatu di satu titik, kata Eva, tidak satu pun pengusaha percetakan yang mengeluh sepi pelanggan. "Alhamdullilah, selalu ada orderan dan tak ada kami yang benar-benar kosong. Setidaknya satu bulan itu kami dapat juga omset 4-5 juta, dan paling banyak itu sampai Rp 15 juta," katanya.

Nyaris tak satu pun di antara pemilik usaha merasa bersaing. Mereka saling berbagi pekerjaan satu dengan yang lain. Misalnya kios Eva kelimpahan orderan, ia pasti akan berbagi pekerjaan dengan pemilik usaha lainnya.

"Kios saya di depan, tentu potensi order lebih banyak. Sedangkan yang kiosnya di belakang saya agak sepi karena tidak begitu kelihatan. Nah saya bagi job dengan cara mencetak di tempatnya," tuturnya.

Di sisi lain, harga sewa ruko percetakan di Kampung Jao Dalam berkisar antara Rp 15 juta sampai Rp 30 juta pertahunnya. Harga tersebut disesuai dengan lokasi ruko itu sendiri.

"Di sini kami saling mengasihi dan membantu. Kami bergotongroyong agar sama-sama maju," tuturnya. []

Berita terkait
Pengguna Cadar Protes, MUI Padang Enggan Komentar
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Padang belum mau berkomentar soal wacana larangan pemakaian cadar di instansi pemerintah.
Renyahnya Keripik Rebung Buatan Mahasiswi Padang
Cemilan tak biasa dari bambu muda atau rebung ini, memiliki kandungan serat dan kalium tinggi, aman dikonsumsi serta bebas bahan kimia.
Terduga Teroris Cirebon, Tukang Cendol Asal Padang
Terduga teroris BA sehari-hari berjualan es cendol di sekolah dasar yang tidak jauh dari rumahnya.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.