Untuk Indonesia

Kalimantan Ibu Kota Baru, Bukan Tentang Pemerataan Saja

Pemerintah akhirnya memilih memindahkan ibu kota ke luar Pulau Jawa. Jokowi memilih Kalimantan menjadi tujuan ibu kota baru.
Foto udara kawasan Bukit Nyuling, Tumbang Talaken Manuhing, Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Kamis (25/7/2019). Daerah yang menjadi bakal calon Ibu Kota Negara itu telah ditinjau oleh Presiden Joko Widodo pada bulan Mei lalu saat mengecek kelaikan lokasi terkait wacana pemindahan Ibu Kota Negara. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak)

Oleh: Fransina Natalia Mahudin*

Pemerintah akhirnya memilih memindahkan ibu kota ke luar Pulau Jawa. Dalam Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi hari ini, Jumat, 16 Agustus 2019, Kalimantan menjadi tujuan ibu kota baru yang disampaikan pada sidang tahunan MPR 2019. 

Pembangunan infrastruktur harus mampu menciptakan dampak positif bagi peningkatan kegiatan bisnis pada wilayah baru bukan hanya untuk aktifitas birokrasi.

Melalui pilihan ini diharapkan dapat menjawab permasalahan ketimpangan pembangunan yang bertumpuh pada Pulau Jawa. Ibu kota yang berpindah pada wilayah bagian tengah yaitu Kalimantan merupakan stimulus yang mampu menciptakan pemerataan antara wilayah barat dan timur melalui penciptaan pusat-pusat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi baru.

Alasan mendasar pemerintah memindahkan ibu kota untuk menjawab persoalan ketimpangan antara bagian barat dengan bagian tengah dan timur Indonesia adalah baik. Berdasarkan data BPS hingga saat ini, disparitas regional atau kesenjangan antar daerah/wilayah yang secara signifikan terlihat dalam peta regional pembangunan masih bertumpu pada wilayah barat. 

Tahun 2018, output perekonomian nasional masih terkonsentrasi di Jawa yakni sebesar 58,5 persen, sekitar 21,5 persen di Sumatera dan sisanya (sekitar 20 persen) di kawasan tengah dan timur Indonesia. Kesenjangan ini tidak dapat dilepaskan dari pilihan investor untuk menginvestasikan modalnya yang masih dikosentrasikan di Jawa dan Sumatera. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di kawasan tengah dan timur Indonesia hanya sebesar 28,55 persen dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar 25,33 persen. Sedangkan, sekitar 71,45 persen PMDN dan 74,67 persen PMA berada pada Pulau Jawa dan Sumatera (BPS, diolah).

Sehingga dipandang penting rencana pemindahan ibu kota menjadi isu strategis yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Untuk memastikan pemindahan ibu kota dalam jangka waktu yang panjang dan implikasi keberlangsungan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, terdapat beberapa tantangan. Pemerintah perlu menyiapkan grand desain untuk memastikan ibu kota yang baru akan tetap bertumbuh dan tidak hanya menjawab permasalahan Jakarta saat ini serta persoalan pemerataan dalam jangka waktu yang pendek.

Aktifitas ibu kota baru tidak boleh mereduksi sumber daya alam dan mengancam kerusakan lingkungan.

Kalimantan merupakan wilayah yang secara geografis berada di tengah-tengah negara merupakan pilihan paling tepat karena dapat memberikan kesempatan bagi wilayah kepulauan lainnya untuk dapat meningkatkan perekonomiannya. Potensi besar terbentuknya pusat-pusat industri berskala nasional baru akan terjadi seiring dengan pertumbuhan lokasi baru. Meskipun demikian, pemindahan Ibu kota ke wilayah tengah yang relatif jauh dari lokasi awal yaitu di luar Pulau Jawa memiliki tantangan tersendiri.

JokowiPresiden Joko Widodo berjalan memasuki ruang rapat terbatas (ratas) di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (6/8/2019). Ratas itu membahas rencana pemindahan ibu kota ke salah satu daerah di Kalimantan. (Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Pemerintah perlu memastikan pembangunan infrastruktur di daerah yang dijadikan ibu kota baru. Pembangunan infrastruktur di tempat baru ini harus berdimensi jangka panjang. Pembangunan infrastruktur harus mampu menciptakan dampak positif bagi peningkatan kegiatan bisnis pada wilayah baru bukan hanya untuk aktifitas birokrasi. Dengan hanya memindahkan pusat pemerintahan ke wilayah baru, pertumbuhan ekonomi hanya akan bersumber dari pemerintahan saja.

Untuk mewujudkan lokomotif ekonomi baru, wilayah yang dipilih sebagai ibukota baru membutuhkan infrastruktur yang mampu mendukung dan memperlancar distribusi faktor produksi. Pembangunan pelabuhan, bandara, dan akses lainnya tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan mobilitas aktifitas fungsi pemerintahan, tetapi dapat memberikan kemudahan konektivitas penyaluran logistik dalam menunjang mata rantai distribusi dan produktifitas. Artinya, pemerintah harus benar-benar memperhatikan ketersediaan infrastuktur pendukung kegiatan ekonomi agar tujuan penciptaan sumber pertumbuhan baru melalui pemindahan ibu kota menjadi sebuah kenyataan.

Dengan begitu, pemindahan ibu kota baru tidak boleh hanya sebatas memindahkan ibukota dari Jakarta ke tempat baru. Pergeseran aktivitas ekonomi yang selama ini bertumpu di kawasan barat bergeser ke kawasan tengah dan timur Indonesia. Dengan berkembangnya lokasi tujuan ibu kota baru akan menjadi stimulus terbentuknya pusat pertumbuhan nasional sehingga menjadi solusi mengatasi ketimpangan wilayah.

Selain itu, mitigasi resiko atas dampak lingkungan dan sosial juga menjadi satu bagian dari desain besar yang harus disusun pemerintah. Artinya, desain besar pemindahan ibu kota tersebut harus komprehensif. Persoalan lingkungan di Jakarta tidak terjadi pada ibu kota baru. Dengan adanya aktifitas ibu kota baru tidak boleh mereduksi sumber daya alam dan mengancam kerusakan lingkungan. 

Di samping itu penyiapan daya dukung untuk menunjang kapasitas manusia juga menjadi tantangan. Persoalan urbanisasi yang terus meningkat dan penduduk terus bertambah melampaui daya dukung di Jakarta menjadi salah satu akar timbulnya permasalahan sosial. Persoalan yang sama tidak boleh menjadi beban ibu kota yang baru.

Optimisme pemerintah dengan pilihan ini dapat mencontohi Negara Brasilia (Brazil), Sejong (Korea), Canberra (Australia), Washington DC (USA), Islamabad (Pakistan), Astana (Kazakhstan), dan Naypidyaw (Myanmar). 

Brasil memindahkan ibu kota dari Salvador, kemudian ke Rio de Janeiro, dan sejak 1960 di Brasilia. Pemindahan ini dilakukan untuk memisahkan urusan politik dan perekonomian, serta menghidupkan ekonomi di wilayah pedalaman yang berada pada tengah-tengah negara. 

Pemindahan ibu kota pada awalnya membuat Brasil terlilit hutang, kurangnya akses ke infrastruktur publik serta tidak tersedianya perumahan yang layak bagi kelompok menengah ke bawah. Ini menjadi masalah yang harus dihadapi tetapi pada akhirnya kebijakan pemindahan ini berhasil mendorong dan menghidupkan kegiatan ekonomi di wilayah-wilayah yang tertinggal. Juga menjadikan pembangunan di seluruh Brasil menjadi merata. Saat ini Brasilia adalah salah satu kota terbaik di Brasil.

*Penulis : Fransina Natalia Mahudin (Bendahara Umum PP GMKI 2018-2020)

Berita terkait
Warisan Soekarno Ganjal Rencana Ibu Kota ke Kalimantan?
Fahri Hamzah menyebut warisan sejarah Presiden Soekarno di Jakarta menjadi salah satu alasan Ibu Kota sulit pindah ke Kalimantan.
Kalimantan Siapkah Jadi Ibu Kota Republik Indonesia?
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Mahyudin menyetujui kota kelahirannya Kalimantan jadi ibu kota.
Ibu Kota RI Pindah ke Kalimantan, Iwan Fals Khawatir
Iwan Fals menanggapi rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan. Ada ancaman bencana alam yang dia lihat, jika ibu kota dipindahkan.
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.