Kaladama, Tahu Gejrotnya Masyarakat Cirebon Timur

Sama-sama dari Cirebon tapi kalagama punya cita rasa beda dari tahu gejrot.
Kuliner khas masyarakat Cirebon timur, mirip tahu gejrot. (Foto: Tagar/Charles)

Cirebon - Kaladama, salah satu kuliner khas Cirebon, Jawa Barat, mirip dengan kerabatnya yang sudah moncer, tahu gejrot. Makanan berbahan dasar tahu dan ketupat tersebut dikenal sebagai tahu gejrotnya masyarakat yang tinggal di sisi timur Cirebon.

Teriknya mentari tak menghalangi Marta 49 tahun pergi berdagang Kaladama, Sabtu, 7 Desember 2019. Karena sudah merupakan jadwal bagi pria 49 tahun itu untuk berjualan di siang hari.

Marta adalah pedagang Kadalama asal Cipeujeuh, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon. Sekira pukul 14.00 WIB, gerobak kaladamanya ia dorong menuju tempatnya biasa mangkal, yakni di samping SPBU Lemahabang, tepat di depan SMK Negeri 1 Lemahabang.

Tiba di pangkalannya, Marta langsung menyiapkan segala sesuatu untuk jualan kaladama. Tak perlu waktu lama untuk menunggu, para pembeli pun berdatangan untuk menikmati sajian kaladama miliknya.

Para pembeli dan pelanggan sudah hafal jika Marta berjualan mulai siang hari. Sehingga begitu terlihat gerobaknya, para pembeli langsung datang.

Dengan cekatan, Marta mulai melayani pembeli satu-persatu. Pertama, ia mengiris tahu ke dalam sebuah piring gerabah kecil berwarna hitam. Setelah itu, mengiris ketupat menjadi potongan kecil.

Kemudian, di piring gerabah yang agak besar, ia menggerus irisan cabai rawit dan bawang merah yang disiram air kecap manis. Banyak sedikitnya cabai rawit tergantung pesanan pelanggan. Jika memang suka pedas, maka cabai rawitnya cukup banyak.

Air kecap manis yang sudah tercampur cabai dan bawang merah kemudian diguyurkan ke irisan tahu dan ketupat. Langkah terakhir disiapkan batang kayu kecil untuk menusuk irisan tahu dan ketupat supaya bisa dimakan. Dan seporsi Kaladama siap disantap.

Sebagai saran saja, kaladama lebih lezat jika dimakan langsung dari piring gerabah tersebut, ketimbang dibungkus dan dimakan di rumah dengan piring atau mangkok biasa.

Sebab air kecap yang terserap di permukaan piring gerabah membuat cita rasa yang khas, sama seperti tahu gejrot. Jadi jangan heran jika rasanya berbeda jika langsung dimakan di tempat jualan ketimbang dibawa pulang dengan cara dibungkus plastik.

Saya pilih di sini karena ramai. Biasanya anak-anak pulang sekolah pada beli.

KaladamaPenjual kaladama di Cirebon, Jawa Barat. (Foto: Tagar/Charles)

Sekilas, Kaladama terlihat mirip dengan tahu gejrot. Kedua makanan tradisional ini memang sama-sama berasal dari Cirebon. Namun, Kaladama biasanya mudah ditemukan di wilayah timur Cirebon. Seperti di Kecamatan Lemahabang, Astanajapura maupun Kecamatan Karangwareng, Kabupaten Cirebon.

Sama seperti tahu gejrot, Kaladama menyajikan potongan tahu yang dicampur dengan air kecap manis, irisan cabai dan bawang merah. Biasanya disajikan di atas piring gerabah kecil berwarna hitam untuk menimbulkan cita rasa yang khas.

Perbedaan kaladama dengan tahu gejrot terletak pada keberadaan potongan ketupat. Selain itu, tahu kaladama juga lebih padat. Dari sisi tempat berdagang, kaladama lebih banyak dijual menggunakan sarana gerobak.

Sementara di tahu gejrot, tidak ada irisan ketupat. Tahunya juga lebih kopong atau berongga. Dan penjualnya pakai sarana berjualan yang beragam. Ada yang menggunakan gerobak dorong, sepeda motor, dan juga sepeda biasa.

Asal Usul Kaladama

Di kalangan pecinta kuliner, kaladama lebih nikmat jika disajikan dengan rasa yang pedas. Hal tersebut dikarenakan tersugesti dari asal usul nama Kaladama itu sendiri.

Berasal dari bahasa Sunda, yakni kalada dan ma. Kalada berarti banyak sambal dan ma dari kata mang, sebutan atau panggilan untuk penjualnya. Untuk itulah, Kaladama lebih sering disajikan pedas.

Istilah Kaladama muncul dari wilayah Cipeujeuh, Lemahabang dan sekitarnya. Sebab di wilayah itu banyak warga yang bertutur cakap bahasa Sunda. Sehingga tidak heran, lebih banyak orang berbicara dengan bahasa Sunda ketimbang bahasa Cirebon.

Meskipun begitu, ada juga yang menyebut Kaladama sebagai kupat tahu, karena memang sajiannya terdiri dari ketupat dan tahu. Biasanya, sebutan ini ada di wilayah Astanajapura.

Marta merupakan satu dari penjual Kaladama yang masih bertahan. Sudah 10 tahun lamanya ia berjualan sebagai pedagang Kaladama. Omzetnya cukup lumayan dan dirasa bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Bisa mendapat Rp 300 ribu per hari sehingga ia bertahan dengan kaladamanya.

Selain pendapatan yang cukup, hal lain yang mampu membuatnya kukuh berjualan kaladama lantaran persaingan kaladama tidak terlalu ketat. Pedagang Kaladama dari waktu ke waktu makin berkurang. Sehingga mereka yang punya pelanggan tetap bertahan dengan pekerjaannya itu.

Sebelum menjadi pedagang kaladama, Marta hanya lah seorang tukang becak. Pengamatannya beberapa waktu, Marta melihat banyak yang mencari makanan tradisional Kaladama. Tapi pedagang makanan itu susah didapat, sangat jarang ditemukan. Akhirnya, ia mencoba profesi baru tersebut.

Seporsi saja sudah bikin kenyang.

Kaladama3Seporsi kaladama cukup mengenyangkan perut lapar. (Foto: Tagar/Charles)

Marta kemudian membulatkan tekad, membangun sebuah gerobak sendiri dengan modal yang dikumpulkan. Untuk tahu dan ketupat, ia mengambil dari Cipeujeuh yang memang banyak industri tahu maupun perajin ketupat. Sementara bumbu penyedap, air kecap manis sebagai kuah kaladama, merupakan hasil racikannya.

Di awal jualan, satu tahun lamanya, Marta berdagang kaladama keliling dari satu desa ke desa lain. Dari hasil surveinya, ia kemudian memilih berjualan menetap di pangkalannya sekarang. Selain tempatnya strategis, juga ramai dilalui oleh anak sekolah ketika pulang sekolah.

"Saya pilih di sini karena ramai. Biasanya anak-anak pulang sekolah pada beli," tutur dia.

Pahit manis berjualan kaladama telah dilalui selama 10 tahun. Dan meski berada di kawasan ramai tapi tidak serta dagangan kaladamanya laku diserbu pembeli. Terlebih di masa awal jualan menetap di depan SMK Negeri 1 Lemahabang.

Di kala itu, dagangan kaladama belum seramai saat ini. Sering ia pulang dengan tahu dan ketupat yang hanya terjual beberapa biji. Marta memprediksi saat itu banyak masyarakat yang belum tahu ada jualannya. Juga belum kenal dengan cita rasa racikan kaladamanya.

Namun dengan ketekunan dan semangat pantang menyerah ia tetap berjualan kaladama. Dari satu pembeli, bertambah dua, tiga hingga banyak pembeli yang selalu mendatangi gerobak jualannya untuk mencicip pedas kaladama.

Satu hal yang selalu dijaga oleh Marta adalah cita rasa kaladama jualannya. Kendati tidak memproduksi sendiri tahu maupun ketupat ia membuat sendiri kuah kecapnya. Ini yang membuatnya merasa yakin dan percaya diri dengan kaladama olahannya.

Selain itu, kaladama milik Marta dibanderol dengan harga yang cukup murah, yakni hanya Rp 5.000 seporsi. Murah karena memang bahannya juga tidak mahal. Tapi dijamin terasa kenyang usai menyantap kaladama Marta.

Adanya ketupat berbahan beras membuat makanan tradisional tersebut sangat pas untuk mengganjal rasa lapar. "Seporsi saja sudah bikin kenyang," tutur dia.

Kini Marta sudah sembilan tahun berjualan menetap di depan salah satu sekolah kejuruan favorit di Cirebon tersebut. Pelanggannya semakin bertambah. Sehingga, tak perlu menunggu waktu malam, dagangannya sudah habis.

Ia pun bisa pulang ke rumah dengan senyum terkembang di wajah. Kebutuhan hidup anak istrinya tercukupi dan sisa keuntungan disisihkan untuk modal berjualan esok harinya. []

Baca juga: 

Berita terkait
Enam Kuliner Tradisional Favorit dari Bogor
Kuliner tradisional khas Bogor selalu berhasil mengugah selera, berikut Tagar bagikan daftar makanan Kota Hujan yang dikenal dengan kelezatannya.
Lima Kuliner Legendaris Viral di Surya Kencana Bogor
Bogor tidak hanya dikenal dengan wisata, tetapi ada sejumlah kuliner legendaris yang juga nikmat dan lezat.
Sembilan Kuliner Paling Viral Sepanjang 2019
Kuliner tidak pernah terpisahkan dari gaya hidup, apalagi kuliner kekinian, keunikannya selalu diburu. Berikut kuliner viral sepanjang 2019.
0
5 Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Membeli Hunian di Sentul
Selain Bekasi dan Tangerang Selatan, Bogor menjadi kota incaran para pemburu hunian di sekitar Jakarta. Simak 5 hal ini yang perlu diperhatikan.