TAGAR.id, Jakarta - Wakil Presiden (Wapres) ke-10 dan 12 Republik Indonesia (RI) Jusuf Kalla atau JK mengingatkan ekonomi Islam tidak boleh monopoli dan tidak boleh spekulasi, sebab bertentangan dengan esensinya.
"Ekonomi Islam itu sesuai zamannya. Jadi jangan kita merasa, ekonomi Islam harus kembali pada abad keenam hingga abad ke-13 masa itu," kata JK dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat.
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam sambutan pada acara Muktamar ke-5 Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), di Jakarta, Kamis, 15 Mei 2025.
Dalam kesempatan itu juga, JK memaparkan bahwa untuk menerapkan sistem ekonomi Islam harus memahami esensi dan prinsip yang ada. Baginya, esensi ekonomi Islam adalah untuk kesejahteraan, kebahagiaan, adil, dan terbuka.
"Dari esensi itu muncullah perilaku, yaitu tidak boleh monopoli, tidak boleh spekulasi, harus jujur, terbuka, dan bersaing sehat. Jadi tidak boleh menipu dalam ekonomi Islam," kata Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) ini pula.
"Tapi jangan dimudah-mudahkan. Kalau pun ada anggapan berat, jangan juga diberat-beratkan. Kita laksanakan saja hal-hal yang tidak dilarang," ujarnya lagi.
Ia mencontohkan persoalan riba yang selalu diperdebatkan. JK berpendapat, riba memiliki esensi jika terjadi transaksi pinjam-meminjam yang membuat peminjam terzalimi.
Contohnya, ketika harus membayar dengan bunga yang tinggi sehingga tidak mampu. "Misalnya kalau bunganya sampai 20 persen atau di atas itu, itu sudah memberatkan dan menzalimi. Tapi misalnya di KUR itu bunganya di 6 sampai 7 persen, itu saya kira tidak memberatkan," kata dia.
Ia mengatakan tidak ada ekonomi yang berjalan jika bunga terlalu tinggi. Lebih jauh JK mengingatkan bahwa ekonomi Islam berkaitan dengan muamalah yang merupakan sunnah Rasulullah SAW.
Menurutnya, ekonomi Islam berada di antara prinsip ekonomi kapitalisme dan ekonomi sosialisme. "Ekonomi Islam mengambil kebaikan kapitalisme dan sosialisme, sehingga mendukung perdagangan yang adil, jujur, tidak monopoli, dan tidak ada praktek spekulasi," ujar JK lagi. []