Oleh: Syaiful W. Harahap*
Di tengah-tengah upaya Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, menanggulangi pandemi virus corona (Covid-19) melalui vaksinasi dengan target 100 juta warga AS divaksinasi dalam 100 hari kerja sejak dilantik tanggal 20 Januari 2021, jumlah kumulatif kasus Covid-19 di AS tembus angka 30 juta yaitu 30.042.814 dengan 546.556 kematian. Angka ini berdasarkan laporan situs independen, worldometer, tanggal 14 Maret 2021.
Dengan jumlah kasus 30.042.814 Amerika ada di puncak pandemi global, begitu juga berdasarkan jumlah kematian sebanyak 546.556 menempatkan Amerika di peringkat ke-1 di dunia berdasarkan jumlah kematian.
Warga AS yang menyebut Covid-19 adalah kebohongan (Foto: m.washingtontimes.com).
Celakanya, dengan jumlah kasus positif dan kematian terkait Covid-19 di AS yang terbanyak dunia banyak warga AS yang menganggap Covid-19 sebagai kebohongan besar. Ini didukung oleh mantan Presiden Trump yang justru tidak mendukung upaya-upaya penanggulangan.
Dengan jumlah kasus 30.042.814 Amerika menyumbang untuk kasus global (120.033.403) sebesr 26,03%. Sedangkan 546.556 kematian menyumbang 20,56% untuk jumlah kematian global (2.658.859).
Presiden Joe Biden, Ibu Negara Jill Biden, Wakil Presiden Kamala Harris dan suaminya Doug Emhoff, menundukkan kepala untuk menghormati 500 ribu warga Amerika yang meninggal karena Covid-19, di Gedung Putih, Senin, 22 Februari 2021. (Foto: voaindonesia.com/Associated Press)
Negara-negara bagian dengan kasus lebih 1 juta yaitu: California 3.621.406, Texas 2.728.630, Florida 1.973.109, New York 1.774.533, Illinois 1.207.847, dan Georgia 1.032.967.
Sampai 9 Maret 2021, ini 48 hari setelah Presiden Biden dilantik, jumlah warga Amerika yang sudah divaksin mencapai 50 juta. Biden sendiri mendorong pemerintah federal untuk segera menjalankan program vaksinasi. Pakar penyakit menular AS, Dr Anthony Fauci, mengajak warga AS agar mau divaksinasi. Presiden Biden juga ingatkan warga AS bahwa vaksinasi tidak ada kaitannya dengan politik. Maklum, banyak warg AS yang tidak bisa menerima kekalahan Trump pada pemilihan presiden 3 November 2020.
Anthony Fauci (Foto: voaindonesia.com/AP)
Ketika Covid-19 mulai terdeteksi di beberapa negara, termasuk Amerika, Presiden AS ketika itu Donald Trump justru pada tanggal 23 Maret 2020 sesumbar bahwa tidak ada kesempatan bagi virus corona untuk menginfeksi warga AS.
Padahal, pada tanggal 23 Maret 2020 AS sudah melaporkan 46.749 kasus positif virus corona dan 693 kematian. Trump sendiri mengaitkan virus corona dengan bangsa dan ras, dalam hal ini China. Padahal, Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) melarang nama virus dan penyakit dikaitkan dengan negara tempat virus dan penyakit itu terdeteksi pertama kali.
Laporan media menunjukkan ratusan warga Kota Wuhan, China, melancong ke Amerika melalui New York untuk merayakan tahun baru dan Imlek di Januari 2020. Kalangan ahli memperkirakan sebagian besar pelancong itu mengidap Covid-19 tanpa gejala.
Warga memakai masker dengan tidak menjaga jarak fisik antre untuk berbelanja di toko Whole Foods selama pandemi virus corona di wilayah Brooklyn, New York, Amerika Serikat, pada 14 April 2020 (Foto: globaltimes.cn - Michael Nagle/Xinhua)
Pemerintahan Trump belakangan melarang penerbangan dari China, tapi membolehkan warga Amerika yang pergi ke China, termasuk Wuhan, masuk ke Amerika.
Episentrum Covid-19 pertama terjadi di Italia, selanjutnya Spanyol. Episentrum Covid-19 kemudian menyeberang ke AS yang sterusnya Negeri Paman Sam ini jadi episentrum Covid-19 sampai sekarang.
Amerika melaporkan kasus harian terbanyak di dunia yaitu pada tanggal 8 Januari 2021 yaitu sebanyak 306.308. Sedangkan kematian harian terbanyak dilaporkan tanggal 12 Januari 2021 sebanyak 4.518. []
* Syaiful W. Harahap, Redaktur di tagar.id
