Jokowi Minta Kapolri Tindak Tegas Pelaku Intoleran Karimun dan Minahasa

Kasus protes renovasi gereja di Karimun dan perusakan musala di Minahasa Utara, Presiden Jokowi minta Kapolri membereskan masalah intoleransi ini.
Presiden Joko Widodo memimpin rapat kabinet terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin, 6 Januari 2020. (Foto: Antara/Wahyu Putro A)

Jakarta - Presiden Jokowi memerintahkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan dan Kepala Kepolisian RI, menyelesaikan dengan tegas masalah-masalah intoleransi yang terjadi. "Baik itu menyangkut gereja di Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau, maupun terkait masjid di Minahasa, Sulawesi Utara," tulis Jokowi di laman Facebook, Rabu, 12 Februari 2020.

Jokowi mengatakan masalah-masalah tersebut seharusnya sudah diselesaikan pemerintah daerah, tapi ia perhatikan tidak ada penyelesaian di daerah. Karena itulah ia memerintahkan Menkopolhukam dan Kapolri untuk menuntaskannya. "Semua itu harus dirampungkan, agar tidak menjadi preseden yang tidak baik."

Kenapa Pemda Karimun yang mengeluarkan IMB kok diam.

Presiden menekanka ia sudah berkali-kali menyampaikan bahwa konstitusi Indonesia menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agama dan kepercayaan masing-masing, dan beribadah seusai agama dan kepercayaannya. "Jelas sekali, konstitusi kita memberikan payung kepada seluruh rakyat, seluruh masyarakat. Jangan sampai intoleransi itu ada."

Kasus Karimun

Sebelumnya, sekelompok massa memprotes renovasi Gereja Katolik Paroki Santo Joseph Tanjung Balai Karimun, Keuskupan Pangkalpinang, Kamis, 6 Februari 2020. Padahal izin mendirikan bangunan gereja tersebut sudah diperoleh pada Oktober 2019.

Ketua Perjuangan Rakyat Nusantara (Pernusa) KP Norman Hadinegoro meminta aparat kepolisian segera mengusut dan menindak tegas massa yang berbuat anarkis tersebut.

"Semoga kejadian yang memalukan oleh sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab tidak akan terulang di tempat lain. Semoga pelaku yang menolak renovasi tempat ibadah harus diusut dan diadili," kata Norman kepada Tagar, Minggu, 9 Februari 2020.

Norman heran dengan sikap pemerintah daerah yang terkesan masa bodoh terhadap aksi intoleran. "Kenapa Pemda Karimun yang mengeluarkan IMB kok diam, tidak ikut membantu mengamankan demo dari kelompok tertentu yang sengaja ingin merusak keharmonisan antarumat beragama," ujarnya.

Ia juga meminta ketegasan pemerintah untuk melihat gejolak yang saat ini tampak di akar rumput. Tidak hanya di Karimun, juga di daerah-daerah lain di Tanah Air.

"Izin renovasi total telah dihalangi sekelompok orang dengan teriak-teriak takbir. Ini Negara Indonesia berdasarkan atas hukum. Hukum adalah panglima. Jika Gereja Katolik sudah memeroleh IMB, kenapa kok dihalangi?" ujar Norman.

Ia mengingatkan dari zaman dulu hingga Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kerukunan antarumat beragama selalu terjaga, selalu menghindari isu suku, agama, ras dan antar golongan. Tapi saat ini hal itu seakan sirna, tidak ada lagi sikap toleran satu sama lain.

"Kenapa kok sekarang semakin aneh saja kacang lupa sama kulitnya. Negara Indonesia berdasarkan falsafah Pancasila. Ideologi Pancasila sudah teruji dari waktu ke waktu. Dalam menyelesaikan permasalahan dengan melalui musyawarah dan mufakat, karena Pancasila tidak mengenal dominasi mayoritas dan tirani minoritas," tutur Norman.

Kasus Minahasa

Peristiwa intoleransi juga terjadi di Minahasa Utara, Rabu, 29 Januari 2020. Sekelompok orang merusak bangunan musala -- tempat ibadah muslim -- di Perumahan Griya Agape, Desa Tumaluntung, Kecamatan Kauditan, Minahasa Utara, Sulawesi Utara.

Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid meminta polisi mengusut tuntas peristiwa tersebut. Ia mengatakan tempat ibadah bernama Musala Al-Hidayah itu sedang dalam proses perizinan untuk menjadi rumah ibadah bagi warga muslim setempat.

Ia mengecam perusakan tempat ibadah yang tidak hanya mengakibatkan kerugian material, tapi juga mengoyak wajah toleransi antarumat beragama di Indonesia. "Mendorong aparat hukum untuk mengusut insiden tersebut secara tuntas dan transparan, serta menindak tegas pelaku-pelakunya," ujar Yenny lewat keterangan tertulis diterima Tagar, Jumat, 31 Januari 2020.

Yenny mengingatkan mayoritas-minoritas hanya soal angka, yang pasti semua warga negara punya hak yang sama di hadapan konstitusi.

Ia meminta masyarakat senantiasa menahan diri, menjaga kejernihan, dan selalu memeriksa ulang setiap informasi yang beredar, sehingga tidak mudah terpancing berbagai bentuk provokasi. "Kami ingin kembali mengingatkan semua pihak untuk merawat kebhinekaan kita, menghargai dan melindungi perbedaan." []

Baca juga:

Berita terkait
Mahfud MD: Intoleransi di Indonesia Turun 80 Persen
Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan fenomena ujaran kebencian dan intoleransi turun 80 persen di Indonesia.
Denny Siregar: Pemilih Jokowi Sedunia, Saat Cinta Jadi Kecewa
Komen di mana-mana yang kecewa pada Jokowi semakin membesar. Untuk pemilih Jokowi sedunia, saat cinta jadi kecewa. Tulisan Denny Siregar.
Masjid dan Gereja, Kakak Adik di Tanah Jepara
Bangunan masjid hijau lumut dan gereja kuning oranye itu berdiri berhadapan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.