Jokowi Lebih Percaya Diri Membentuk Kabinet Kedua

Pendapat tiga pengamat tentang kabinet baru yang akan dibentuk Jokowi, para menteri pilihan istimewa untuk pemerintahan 2019-2024.
Calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo (kiri) dan Ma'ruf Amin bersiap memberikan keterangan pers terkait putusan MK tentang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019 di Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta, Kamis (27/6/2019). Jokowi mengajak seluruh rakyat Indonesia bersatu kembali untuk membangun dan memajukan Indonesia. (Foto: Antara/Wahyu Putro A)

Jakarta - Jokowi setelah ditetapkan sebagai Presiden RI 2019-2024 akan disibukkan aganda berikutnya, yaitu menyusun dan memilih menteri yang akan duduk di Kabinet Kerja jilid II.

Berikut ini pendapat tiga pengamat tentang kabinet baru Jokowi.

1. Jokowi Lebih Percaya Diri

Pengamat politik Profesor Siti Zuhro mengatakan bahwa 5 tahun lalu pembentukan kabinet pertama dinilai lebih ruwet dengan adanya rumah transisi terlebih dahulu hingga diwarnai penundaan pengumuman.

Saat ini, lanjut dia, Presiden Jokowi dinilai akan lebih percaya diri membentuk kabinet kedua karena sudah mengetahui peta kekuatan politik dengan mengantongi pengalaman sebelumnya.

Peneliti senior di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini menambahkan bahwa Presiden Jokowi akan mempertimbangkan dengan matang dan komprehensif untuk memilih para pembantunya.

Sekarang jauh lebih banyak pertimbangan, tujuannya untuk mengejar ketertinggalan yang masih belum terimplementasikan sesuai substansi dengan maksimal, kata Siti Zuhro.

Ia berharap menteri dalam kabinet nanti dipilih berdasarkan kualifikasi, dedikasi, dan integritas, bukan berdasarkan latar belakang usia.

Intinya Presiden Jokowi jangan pernah takut memilih calon menteri sekalipun akan diprotes partai koalisi. Itu hak prerogatif, lebih otonom sekarang dan lebih kuat ditambah dukungan rakyat.

Ia memprediksi kabinet jilid kedua ini akan diisi dua per tiga menteri baru atau sekitar 22 orang jika jumlah kursi di kabinet sama dengan kabinet jilid pertama.

Alasannya, kata dia, Presiden Jokowi harus melakukan evaluasi terhadap menteri lama, terlebih bagi mereka yang dianggap tidak loyal dan tidak memiliki integritas, khususnya yang tersangkut kasus korupsi.

2. Tidak Perlu Latah Menteri Muda  

Pengamat politik Adi Prayitno berharap Presiden Jokowi lebih independen dan tanpa beban dalam menentukan calon-calon yang akan mengisi kursi menteri.

Saat ini, lanjut dia, Jokowi dinilai memiliki modal sosial politik yang memadai dengan didukung partai politik, sukarelawan, dan memiliki 'jangkar' yang kuat selama 5 tahun dalam memimpin negeri ini.

Hal itu juga sesuai dengan hak istimewa yang dimiliki seorang presiden, yakni hak prerogatif di tengah partai politik yang menjadi pendukung Koalisi Indonesia Kerja.

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini mendorong Presiden Jokowi untuk memilih menteri yang memiliki kapasitas dan kompetensi untuk mempercepat pembangunan.

“Intinya Presiden Jokowi jangan pernah takut memilih calon menteri sekalipun akan diprotes partai koalisi. Itu hak prerogatif, lebih otonom sekarang dan lebih kuat ditambah dukungan rakyat,” kata Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia itu.

Pada kabinet Indonesia Kerja jilid I, Presiden Joko Widodo menyusun 34 menteri yang berisi kalangan profesional dan partai politik pendukung koalisi.

Untuk periode kedua ini, Adi Prayitno berpendapat agar tidak ada latah dengan wacana menteri berusia muda karena figur muda yang populer belum tentu sejalan dengan pengalaman dan kompetensi dalam pemerintahan.

Terkait komposisi menteri kabinet jilid kedua, Adi memperkirakan masih akan tetap mengawinkan profesional dan partai politik.

Namun, ia memprediksi mayoritas kursi menteri akan diisi kalangan partai politik karena kontribusi yang besar diberikan dalam kontestasi Pilpres 2019.

“Saya menduga 34 menteri, hampir 50 persen lebih akan didominasi unsur parpol, apalagi banyak parpol yang tidak lolos, juga diakomodasi,” katanya.

Dalam memilih menteri, kata dia, dilakukan secara hati-hati dan selektif agar menteri-menteri yang nantinya duduk di kabinet dapat sejalan dengan visi dan misi Jokowi-Ma’ruf.

3. Utamakan Kalangan Muda

Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan Dr. Emrus Sihombing mengharapkan agar kalangan usia muda, sekalipun dari partai, diutamakan duduk di kursi menteri.

Ia beralasan calon menteri usia muda memiliki kreativitas dan lebih cepat sejalan dengan Revolusi Industri 4.0.

Direktur Eksekutif Emrus Corner ini seperti dilansir dari Antara juga mengarapkan kabinet jilid II lebih banyak diisi menteri dari kalangan profesional murni, bukan dari kalangan profesional partai yang masih memiliki hubungan sosiologis informal.

Punya Waktu Empat Bulan

Jokowi mantan Wali Kota Surakarta memiliki waktu kurang dari 4 bulan untuk menyusun kabinet hingga dirinya dilantik sebagai kepala negara pada tanggal 20 Oktober 2019.

Presiden Joko Widodo sebelumnya memberikan gambaran kabinet selanjutnya yang akan fokus pada tiga hal meliputi penguatan fondasi untuk penyelesaian proyek infrastruktur, pembangunan sumber daya manusia, dan reformasi birokrasi.

Sebagai negara besar, kata Jokowi, Indonesia memerlukan fondasi yang kuat agar bisa bersaing dengan negara-negara lain.

"Fondasi itu diperlukan dalam rangka kompetisi kita dengan negara-negara lain dan saya melihat memang kenapa kita 5 tahun ke belakang fokus pada infrastruktur karena stok infrastruktur, kita lihat memang masuk baru pada angka 37 persen," kata Jokowi.

Jokowi dalam beberapa kesempatan mengaku akan lebih mengutamakan kemampuan eksekusi dan manajerial dalam menunjuk menteri untuk periode 2019-2024.

Menurut mantan Gubernur DKI Jakarta itu, kemampuan eksekusi diperlukan untuk menuntaskan program kerja.

Kemampuan manajerial diperlukan untuk mengelola ekonomi makro dan mikro, di samping memiliki integritas dan kapabilitas.

Pengalaman Jokowi dalam membentuk kabinet pertama pada tahun 2014 akan menjadi modal yang kuat dalam menyeleksi calon menteri. []

Baca berita terkait:

Berita terkait
0
Serangan ke Suharso Monoarfa Upaya Politik Lemahkan PPP
Ahmad Rijal Ilyas menyebut munculnya serangan yang ditujukan kepada Suharso Manoarfa merupakan upaya politik untuk melemahkan PPP.