Jokowi Disarankan Berkantor di Papua

Politikus Gerindra Andre Rosiade menyarankan Presiden Jokowi beserta kabinetnya untuk pindah ke Papua. Sebab, meraup suara 90 persen dalam Pilpres.
Presiden Joko Widodo dan Irana bersama anak-anak Papua mengunjungi Monumen Kapsul Waktu, Merauke, Papua. (Foto: Biro Pers Setpres)

Jakarta - Politikus Partai Gerindra Andre Rosiade menyarankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk berkantor di Papua, karena sudah memenangkan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 dengan suara mayoritas, yakni 90 persen suara.

Menurut pria yang menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal DPP Gerindra itu, kehadiran Jokowi beserta Kabinet Kerja di Papua, akan menenteramkan suasana Bumi Cenderawasih yang saat ini sedang bergejolak.

"Saya usulkan agar Presiden Jokowi dan jajaran kabinetnya segera berkantor di Papua. Sebagai pemenang lebih dari 90 persen suara di Papua, langkah itu tentu bisa menyejukkan suasana di Papua," kata Andre di Jakarta, Jumat, 30 Agustus 2019.

Apalagi Jokowi menang mutlak di Papua ketika Pilpres 2019, 90 persen lebih, sebagai pemimpin yang dipilih oleh rakyat Papua khususnya dengan menang banyak, saya kira harus dekat.

Kehadiran mantan Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2014 di lumbung suaranya dalam Pilpres, menurut Andre, akan menunjukkan kecintaan, serta dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat Papua kepada pemerintahan Jokowi.

Politikus Gerindra Andre RosiadePolitikus Gerindra Andre Rosiade saat menjadi pembicara di kantor Tagar.id, Jatinegara, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu. (Foto: dok. Tagar.tv).

"Kehadiran Presiden juga akan menunjukkan bahwa beliau serius menyelesaikan persoalan di Papua," ujarnya, dilansir Antara.

Sementara itu, Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria menilai usulan pemerintahan Jokowi untuk berkantor di Papua adalah ide bagus, karena akan menunjukkan kedekatannya dengan rakyat.

"Apalagi Jokowi menang mutlak di Papua ketika Pilpres 2019, 90 persen lebih, sebagai pemimpin yang dipilih oleh rakyat Papua khususnya dengan menang banyak, saya kira harus dekat," ujarnya.

Dia mencontohkan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang memilih pindah sementara ke Yogyakarta, ketika terjadi bencana di wilayah tersebut.

Menurut Ahmad Riza, dengan kehadiran Presiden Jokowi beserta jajaran Kabinet Kerja di Papua, tentu saja dapat melihat dan mendengar langsung hal-hal yang menjadi keluhan masyarakat di sana, apa yang terjadi, dan mengapa masyarakat Papua begitu kecewa.

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menyatakan tuntutan referendum Papua yang belakangan sempat digaungkan oleh massa aksi demonstrasi di beberapa wilayah sudah tidak perlu lagi dibahas.

Menurut dia, tuntutan tersebut justru bertolak belakang dengan hasil Pilpres 2019, ketika pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin menang mutlak di wilayah Papua.

"Kan kita tahu bahwa Presiden Jokowi waktu pemilu yang lalu itu hasil pemilihan umum di sana kan 90% lebih memilih Pak Jokowi. Artinya apa? (Papua) setuju dengan pemerintahan Pak Jokowi untuk terus 5 tahun ke depan," kata Wiranto di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 29 Agustus.

Seperti diketahui, pasangan nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin mendapat suara 3.021.713 di Provinsi Papua. Sedangkan pasangan nomor urut 02 Prabowo-Sandi hanya meraup 311.352 suara. []

Baca juga: Pengamat Teroris Ungkap Dalang Kerusuhan di Papua

Berita terkait
Prabowo Ajak Elite Politik Percayai Papua kepada Jokowi
Prabowo Subianto berpesan seharusnya elite politik bergotong royong bersama rakyat Papua untuk percaya kepada pemerintahan Presiden Jokowi.
Nama Dua Tersangka Ujaran Rasis ke Mahasiswa Papua
Polda Jatim telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus ujaran rasis monyet ke Mahasiswa Papua di Surabaya. Siapa mereka?
Polisi Periksa Politikus Gerindra Terkait Rasisme Papua
Politikus Partai Gerindra Tri Susanti alias Susi, diperiksa polisi terkait ucapan dan tindakan rasial di Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya.
0
Staf Medis Maradona Akan Diadili Atas Kematian Legenda Sepak Bola Itu
Hakim perintahkan pengadilan pembunuhan yang bersalah setelah panel medis temukan perawatan Maradona ada "kekurangan dan penyimpangan"