TAGAR.id, Jakarta - Presiden Jokowi diminta mencopot atau memecat menteri yang terus menggulirkan wacana perpanjangan masa jabatan presiden atau penundaan Pemilu. Di antaranya Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Hal tersebut disampaikan Wakil Koordinator KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), Rivanlee Anandar, dalam siaran pers, Sabtu, 9 April 2022.
Belakangan, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marinves), Luhut Binsar Pandjaitan, juga menggembar-gemborkan wacana ini dengan menyebutkan alasan big data.
Baca juga: Daftar 10 Jabatan Luhut Pandjaitan Sepanjang Pemerintahan Jokowi
Rivanlee memerinci Bahlil Lahadalia adalah menteri pertama yang memantik isu penundaan Pemilu dan perpanjangan jabatan Presiden Jokowi menjadi 3 periode. Bahlil menyebutkan dunia usaha menghendaki Pemilu diundur hingga 2027.
"Belakangan, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marinves), Luhut Binsar Pandjaitan, juga menggembar-gemborkan wacana ini dengan menyebutkan alasan big data," ucap Rivanlee.
Sebelumnya Presiden Jokowi meminta para menterinya untuk tidak berbicara persoalan penundaan Pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden.
Wacana atau isu tersebut bisa segera hilang, kata Rivenlee, apabila Presiden Jokowi bersikap tegas dengan mencopot jajaran menterinya yang terbukti menggulirkan isu tersebut.
Baca juga: Mereka Ingin AHY Jadi Presiden: Umat Butuh Sosok Umar bin Khattab
Rivenlee menilai tanpa adanya pemecatan atau pencopotan, isu tersebut akan bisa terus bergulir.
"Hal tersebut bisa dilakukan secara konkret oleh Presiden Joko Widodo dengan mencopot menteri yang terus menggulirkan wacana perpanjangan masa jabatan presiden," kata Rivenlee.
Revenlee menyatakan, KontraS menolak seluruh wacana perpanjangan masa jabatan dan penundaan Pemilu lewat berbagai metode. Seperti amandemen UUD 1945. Karena ide ini tidak memiliki urgensi dan rakyat belum menghendaki adanya amandemen tersebut.
KontraS juga meminta seluruh pihak utamanya elit dan partai politik harus berhenti menggulirkan wacana penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Sebab, kata Rivanlee, wacana ini nyatanya bertentangan dengan konstitusi. Inkonstitusional. Berbahaya bagi sistem demokrasi Indonesia.
"Rakyatlah yang memiliki otoritas untuk membatasi, mengubah ataupun mencabut mandat kekuasaan. Wacana penundaan Pemilu tidak hanya menyalahi konstitusi, namun hal ini juga jelas melanggar hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih," ujar Revenlee.
Hal tersebut bisa dilakukan secara konkret oleh Presiden Joko Widodo dengan mencopot menteri yang terus menggulirkan wacana perpanjangan masa jabatan presiden.
Baca juga: Denny Siregar: Tak Ada Jokowi Kalau Tak Ada Luhut
Di luar para menteri, kata Revenlee, isu yang dipantik Bahlil tersebut disambut sejumlah pimpinan partai politik. Di antaranya Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar. Selanjutnya Ketua Umum Partai Golongan Karya Airlangga Hartarto yang juga menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian. Berikutnya Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan.
Revenlee melihat wacana perpanjangan masa jabatan dan penundaan Pemilu ini merupakan bentuk kongkalikong politik antar-elit. Dilakukan secara terstruktur, sebab dilakukan oleh pejabat publik dalam struktur pemerintahan.
"Bahkan kami mencurigai," kata Revenlee, "Wacana ini datang dari sekeliling istana dalam hal ini kabinet kerja. Eskalasinya pun menyasar untuk memobilisasi struktural bawah dalam pemerintahan seperti halnya Kepala Desa." []
Baca juga
- Meragukan Jokowi Tidak Mau Berkuasa Tiga Periode
- Pilpres 2024: Elektabilitas Ganjar Pranowo Melesat Drastis
- Pilpres 2024 Bukan “Jokowi 3 Periode” Tapi Sosok “The Next Jokowi”
- Relawan: Ganjar Pranowo Berpeluang Menang Pilpres 2024