Jakarta - Penggiat lingkungan Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Made Ali, tak sungkan-sungkan mengatakan Kementerian Pertanian sampai saat abai terhadap kebakaran hutan lahan (Karhutla) yang erjadi di Provinsi Riau.
"Seharusnya Kementerian Pertanian bisa peka melihat sekian hektar perkebunan sawit yang banyak terbakar karena kepentingan pengusaha yang banyak memanfaatkan lahan perhutanan," ucap Made kepada Tagar, Senin 14 September 2020.
Kalau normalkan butuh biaya sekitar 50 jutaan, untuk menebang dan operasional lainnya.
Apalagi, kata dia, sudah jelas kalau pembakaran lahan merupakan kesengajaan pengusaha. Akal-akalan membuka lahan baru dengan tujuan memangkas biaya operasional.
"Kalau normalkan butuh biaya sekitar 50 jutaan, untuk menebang dan operasional lainnya. Tapi kalau dibakar hanya butuh 5 juta aja. Beli bensin, lalu bakar," ujar Made.
Harusnya, menurut Made, dengan kejadian karhutla tersebut, minimal kementerian bisa mengevaluasi penyebabnya, kemudian segera ditindaklanjuti.
Sehingga, kata Made, Kementerian Pertanian bisa melakukan proses hukum terhadap pengusaha. Dengan dasar konsekuensi dari pelanggaran saat pejabat daerah maupun provinsi mengeluarkan izin.
"Dalam klausul penerbitan izin itu ada sanksinya jika terjadi pembakaran hutan. Nah ini tidak pernah dipakai," ucap Made.
Dalam investigasinya, Jikalahari menemukan lahan gambut yang masih membara disiapkan untuk penanaman melalui rekaman pesawat tanpa awak yang diambil pada 3 Juli 2020.
Seminggu setelah kebakaran terjadi di dalam area konsesi, padahal citra satelit memastikan bahwa daerah tersebut masih berupa hutan pada bulan Januari 2020, data titik api menunjukkan kebakaran terjadi pada 28 Juni 2020.
"Pembakaran yang disengaja di areal PT AA tidak hanya melanggar peraturan di Indonesia tetapi juga melanggar komitmen dan kebijakan publik APP. PT AA berulang kali melanggar dengan membiarkan kebakaran di konsesinya terjadi setiap tahun sejak 2015, diperkirakan total areal yang terbakar lebih dari 12.000 ha," ucap Made
PT Arara Abadi (AA) merupakan anak perusahaan dari Asia Pulp and Paper (APP), termasuk dalam lingkaran PT Sinar Mas Group (SMG) yang bergerak dibidang industri kertas.
Di Riau, kata Made, selain kebakaran, APP juga terus terlibat dalam konflik pelanggaran atas hak tanah masyarakat.
"Luar biasanya, ada lebih dari 100 konflik yang terekam, dan masyarakat sering mendapat tindakan kriminalisasi," ucapnya.[]