Jakarta - Jamu khas Indonesia berpotensi menyembuhkan pasien terpapar virus Corona atau Covid-19. Kini para ilmuwan dan dokter sedang mengupayakan minuman herbal itu bisa masuk ke dalam tahap uji klinis pada manusia.
Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembangan Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) Inggrid Tania mengatakan perizinan uji klinik di RS Darurat Wisma Atlet dan prosedur birokrasi masih dilakukan.
Kata Tania jamu bisa membantu ketika terjadi badai sitokin pada peradangan paru-paru berat pada pasien Covid-19. Namun hal ini baru sebatas testimoni pasien.
Dia menjelaskan obat herbal China yang masuk ke rumah sakit rujukan Covid-19 beberapa waktu lalu sebenarnya belum diuji klinis pada manusia.
Padahal, obat tersebut memiliki khasiat yang sama seperti tanaman herbal di Indonesia yakni meredakan gejala seperti demam, meriang, batuk, pilek, dan sakit tenggorokan.
Beragam tanaman herbal Indonesia yang bermanfaat untuk mengatasi masalah kesehatan tersebut, seperti empon-empon yang rutin dikonsumsi Presiden Joko Widodo atau daun sirih.
Kemudian penelitian biofarmatika yang dilakukan UI dan IPB juga menyebutkan jambu biji, kulit jeruk, daun kelor, sambiloto dan tanaman lainnya berpotensi jadi obat antivirus.
"Banyak sekali herbal yang berpotensi tapi kembali lagi perlu dibuktikan dengan uji klinik pada pasiennya langsung lewat prosedur penelitian baku, bukan sekadar uji coba pakai dan dikasih sekadar testimoni," kata Tania dalam diskusi via daring, Selasa, 28 April 2020, seperti diberitakan Antara.
Tania menyoroti efek pemberitaan tentang satgas DPR membagikan herbal China pada rumah sakit rujukan Covid-19 yang membuat masyarakat awam mencari sejumlah obat tersebut dan akhirnya muncul obat bermerek palsu. Hal ini berarti herbal china itu sangat efektif hingga dipakai di rumah sakit rujukan Covid-19.
"Ini kan sebenarnya secara ekonomi juga merubuhkan pasar dari jamu atau herbal Indonesia juga karena herbal China ini mendapat kesempatan dipakai di rumah sakit rujukan. Sementara jamu atau herbal Indonesia belum mendapatkan kesempatan tersebut," ucap Tania.
Di sisi lainnya, para dokter yang bertugas di rumah sakit rujukan juga sempat bingung lantaran pada kemasan obat tidak tertulis komposisi obat dan lokasi produksinya. Di luar kemasan hanya tertera cara penggunaan dan dosisnya saja. []
Baca juga: