Jamsaton Nababan, Hidupkan Proyek Mati Suri Raih Award di London

PT Pertamina EP Cepu (PEPC) mendapatkan penghargaan PFI Award 2019 di London, Inggris. Jamsaton Nababan, Dirut PEPC di balik keberhasilan tersebut.
Jamsaton Nababan (Foto: Tagar)

Jakarta - Tak banyak yang tahu, diam-diam PT Pertamina EP Cepu (PEPC), salah satu anak perusahaan PT Pertamina (Persero), mendapatkan penghargaan internasional bergengsi dari Project Financing International (PFI) pada ajang PFI Award 2019 di London, Inggris.

Dalam ajang tersebut, PEPC dinobatkan sebagai Asia Pasific Oil & Gas Deal of the Year. Adalah nama Jamsaton Nababan, Direktur Utama PEPC yang berada di balik keberhasilan tersebut.

Penghargaan diperoleh berkat keberhasilan PEPC mendapatkan Project Financing untuk Proyek Pengembangan Gas Lapangan Unitisasi Jambaran-Tiung Biru (JTB). Proyek JTB terletak di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Lapangan Jambaran Tiung Biru merupakan Lapangan Unitisasi antara Lapangan Jambaran yang masuk wilayah kerja Blok Cepu dan Lapangan Tiung Biru yang masuk wilayah kerja Pertamina EP.

Jamsaton NababanDirut PT Pertamina EP Cepu (PEPC) Jamsaton Nababan (kedua dari kanan) bersama Dirut Pertamina (Persero) NIcke Widyawati saat menerima penghargaan internasional bergengsi dari Project Financing International (PFI) pada ajang PFI Award 2019 di London, Inggris. (Foto: PEPC)

Yang menarik, sebenarnya proyek tersebut awalnya adalah proyek yang mati suri sejak ditinggal oleh Exxonmobil. Namun di tangan Jamsaton, proyek tersebut menjadi proyek yang sangat menguntungkan. 

Proyek JTB ini ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional, dengan produksi gas yang akan didistribusikan melalui Pipa Gas Gresik-Semarang milik Pertagas untuk konsumsi dalam negeri.

JTB akan memiliki kapasitas produksi 330 MMSCFD (raw gas) dengan sales gas sebesar 192 MMSCFD.

Mengutip dari berbagai sumber, pada awalnya, proyek ini dikelola bersama-sama Exxonmobil cepu limited (EMCL), beberapa BUMD, dan PT Pertamina EP dengan operator adalah PT Pertamina EP Cepu (PEPC). Dengan nilai capex sebesar USD 2 miliar maka harga jual gas ke buyer adalah sekitar USD 8 per MMBTU dengan eskalasi 2% per tahun. 

Dengan harga gas yang demikian, maka semua buyer pada saat itu menolak untuk membelinya karena tidak masuk dalam hitungan keekonomian para buyers, seperti: PT PLN (Persero) dan PT Pupuk Kujang. Status proyek pun menjadi mengambang dan berhenti. 

Di tengah ketidakpastian status proyek, pemerintah menugaskan PT Pertamina EP Cepu untuk mengambil-alih proyek dengan melakukan pendekatan B to B dengan para pemegang Participant Interest (PI) lainnya , khususnya EMCL. Akhirnya kesepakatan B to B dengan EMCL tercapai dan PI EMCL diambil-alih oleh PEPC yang kemudian disusul oleh BUMD yang menyerahkan ke PEPC, sehingga total PI yang dimiliki oleh PEPC menjadi 92%.

Upaya yang Dilakukan Jamsaton Nababan, Proyek JTB yang Sudah Mati Suri Hidup Kembali

Jamsaton lalu melakukan berbagai langkah untuk menghidupkan kembali proyek JTB tersebut. Beberapa langkah inovasi dan kreatif untuk menghidupkan kembali proyek JTB adalah:

1. Penurunan biaya capex dari USD 2 miliar menjadi USD 1,5 miliar.

Langkah pertama yang dilakukan oleh PEPC untuk mewujudkan dan menjalankan proyek JTB ini adalah melakukan efisiensi biaya capex agar dapat menurunkan harga jual gas kepada buyer. Program efisiensi biaya capex proyek JTB dipimpin langsung oleh Jamsaton Nababan yang pada saat itu memegang jabatan sebagai Direktur Pengembangan di PT Pertamina EP Cepu. Upaya efisiensi dilakukan dengan menyisir biaya capex pada sektor drilling dan sektor biaya project management team (PMT cost). 

Efisiensi biaya dari kedua sektor tersebut dapat menurunkan biaya capex hampir USD 500 juta yaitu dari semula USD 2 miliar menjadi USD 1,547 miliar sehingga dapat menurunkan harga jual gas dari semula USD 8 per MMBTU dengan eskalasi 2% per tahun menjadi USD 6,7 per MMBTU tanpa eskalasi selama 15 tahun. Dengan harga gas yang demikian, membuat para buyers kembali bergairah dan proyek JTB yang sebelumnya mati suri kembali hidup.

Pertamina EP CepuProyek Pengembangan Gas Lapangan Unitisasi Jambaran-Tiung Biru (JTB). (Foto: PEPC)

Adapun penghematan dari drilling cost didapat dari optimalisasi disain dan metode pengeboran. Adapun penghematan dari drilling cost didapat dari optimalisasi disain dan metode pengeboran yang lebih efisien, sedangkan penghematan dari PMT cost didapat dari pengurangan tenaga expat dari secondee EMCL dan menggantikannya dari tenaga ahli lokal dan jumlah tenaga expat yang sangat minimal.

2. Optimalisasi disain untuk meningkat produksi sales gas dari 172 MMSCFD menjadi 192

MMSCFD tanpa menambah biaya capex dan memamfaatkan komponen limbah sulfur menjadi bernilai ekonomis di market. Dengan telah diturunkannya biaya capex sebesar USD 500 juta, PT Pertamina EP Cepu melanjutkan penandatanganan kontrak EPC kepada pemenang tender yaitu konsorsium Rekayasa Industri - JGC corporation dan JGC Indonesia (RJJ) yang ditandatangani oleh pihak kontraktor dan Jamsaton Nababan yang pada saat itu sudah menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina EP Cepu. 

Dalam review engineering terdapat suatu masalah yaitu terjadinya hydrate dalam proses pengolahan gas. Terjadinya hydrate tersebut menyebabkan performance fasilitas pengolahan gas menjadi tidak maksimal dan reliability plant menjadi sangat rendah. Hal ini akan menimbulkan kerugian besar bagi Pemerintah, PT Pertamina EP Cepu dan buyers dimana parameter keekonomian yang merosot dengan NPV negatif.

Jamsaton Nababan memimpin langsung tim proyek untuk melakukan inovasi demi menyelamatkan proyek. Pilihannya ada 2 opsi yaitu menambah biaya capex sekitar USD 200 juta untuk penambahan peralatan atau mengganti teknologi pengolahan gas yang sudah ada. Opsi 1 tidak menjadi pilihan saat itu karena dengan penambahan biaya capex USD 200 juta maka keekonomian proyek menjadi negatif. 

Yang tersisa hanya opsi 2. Dengan melakukan kajian yang seksama dan melibatkan para ahli dalam forum diskusi serta mempertimbangkan aspek teknologi yang proven di dunia dan tidak adanya penambahan biaya capex, Jamsaton memutuskan mengganti teknologi awal dengan teknologi baru yang sudah proven

Pertamina EP CepuProyek Pengembangan Gas Lapangan Unitisasi Jambaran-Tiung Biru (JTB) (Foto: PEPC)

Keputusan mengubah teknologi pengolahan gas tersebut memberikan berkah yaitu adanya efisiensi penggunaan bahan bakar gas untuk kebutuhan utility sebesar 20 MMSCFD sehingga produk sales gas meningkat dari 172 MMSCFD menjadi 192 MMSCFD dengan raw gas yang tetap yaitu sebesar 330 MMSCFD.

Penambahan produk sales gas tersebut menambah nilai keekonomian proyek. Adapun penghematan pemakaian utility gas didapat dari mengubah teknologi separasi dari konsep chemical menjadi konsep membrane. Dengan inovasi teknologi, proyek diuntungkan dengan penambahan produk sales gas sebesar 20 MMSCFD tanpa menaikkan biaya capex.

Di samping inovasi teknologi, Jamsaton juga memutuskan untuk memanfaatkan gas buangan H2S yang sebelumnya dibuat dalam bentuk sulfur padat menjadi bentuk sulfur cair yaitu asam sulfat (H2SO4). Sulfur padat pada prinsipnya tidak mempunyai nilai komersial bahkan menambah biaya operasi untuk pembuangannya, sedangkan produk sulfur cair (H2So4) mempunyai nilai ekonomis di pasaran di mana Indonesia saat ini mengimport sulfur cair sebesar 600 ton per hari dan JTB dapat menyumbang 300 ton sulfur cair per hari. 

Di samping mendapatkan tambahan revenue dari produk sampingan sulfur tersebut, negara diuntungkan yaitu dengan berkurangnya neraca import.

Pengelolaan Eksekusi Proyek JTB

Dalam manajemen eksekusi proyek, Jamsaton menerapkan prinsip one team (berdiri sama tinggi, duduk sama rendah, senasib sepenanggungan), baik di internal PT Pertamina EP Cepu maupun terhadap Kontraktor pelaksana yaitu Rekind dan JGC (RJJ). Dengan konsep one team ini tidak terdapat lagi sekat-sekat di internal PT Pertamina EP Cepu. 

Demikian juga hubungan antara PT Pertamina EP Cepu terhadap kontraktor pelaksana. Semua pihak hanya mempunyai 1 target bersama yaitu target waktu onstream, target biaya tidak melebihi capex, dan target kualitas.

Semua isu yang berpotensi menimbulkan kendala dalam eksekusi proyek diselesaikan secara dini dan secara bersama-sama serta transparan.

Dengan konsep dan filosofi kepemimpinan Jamsaton yang demikian, progres kemajuan proyek JTB berjalan on-the track yang sampai saat ini sudah mencatat progres hampir 63% dengan target on-stream pada juli 2021.

Pengelolaan Proyek Kondisi Covid-19

Meskipun kondisi pandemi covid-19, proyek JTB tetap dikelola dan berjalan dengan maksimal dengan tetap memperhatikan protokol pencegahan Covid. Bahkan dalam kondisi Covid-19 Proyek JTB masih bisa menambah tenaga kerja sebanyak 1000 orang pekerja sehingga total pekerja menjadi sekitar 5000 orang pekerja dengan tidak ada terpapar Covid yang positif dan progres kedatangan peralatan di lokasi tetap berjalan.

Kendala-kendala yang dihadapi akibat dampak Covid-19 dikelola dengan berbagai inovasi.

Kendala utama yang terjadi akibat covid-19 adalah:

a. Terbatasnya mobilisasi pekerja yang dibutuhkan ke lapangan proyek akibat adanya pembatasan sosial di beberapa daerah dan penutupan akses bandara di Surabaya, Semarang, dan Solo.

b. Terbatasnya ketersediaan tenaga kerja ahli di pasaran untuk dipekerjakan di proyek. Hal ini terjadi karena keengganan para tenaga kerja ahli untuk melakukan perjalanan keluar dari daerah asalnya.

c. Berkurangnya hari-hari kerja efektif karena para pekerja luar daerah Bojonegoro harus menjalani masa karantina mandiri selama 14 hari.

d. Beberapa pabrikan untuk pabrikasi peralatan proyek mengalami penutupan dan pengurangan aktifitas, baik pabrikan di luar negeri maupun yang berada di dalam negeri.

e. Proses pengiriman barang atau material ke lokasi proyek mengalami terkendala, baik di pelabuhan maupun transportasi darat.

Beberapa langkah inovasi yang dilakukan untuk mengatasi dampak covid-19 tersebut adalah:

a. Merubah sistem on-off pekerja yang semula 12 minggu off dan 12 minggu on menjadi 12 minggu off, 12 minggu karantina dan 28 minggu on. Penambahan shift on tersebut bertujuan untuk mem-balance hari-hari kerja efektif yang hilang akibat menjalani masa karantina. Penambahan shift kerja on menjadi 28 hari sudah barang tentu diimbangi dengan pemberian insentif gaji untuk biaya komunikasi para pekerja kepada keluarga dan juga menambah biaya vitamin dan aspek hiburan di mess- mess untuk menghilangkan rasa jenuh.

Pertamina EP CepuProyek Pengembangan Gas Lapangan Unitisasi Jambaran-Tiung Biru (JTB) (Foto: PEPC)

b. Menggunakan transportasi darat sebagai satu-satunya moda transportasi dari dan ke lokasi proyek di mana perusahaan menyediakan kendaraan operasional uantuk mengantar dan menjemput pekerja yang on atau off. Hal demikian dilakukan untuk menghindari penggunaan transportasi massal.

c. Meningkatkan komunikasi day by day dengan pabrikan yang ada di luar negeri maupun yang di dalam negeri untuk mengetahui kemajuan progress pabrikasi dan kendala-kendala yang dihadapi secara dini.

d. Melakukan konsep zero material di pelabuhan yang berarti setiap material yang sudah tiba di pelabuhan harus segera dikeluarkan dan dideliver ke lapangan proyek.

Aspek HSSE

Dalam aktifitas proyek, penerapan motto HSSE PT Pertamina EP Cepu yaitu “Zero inzident, kami bekerja selamat” benar-benar diresapi oleh setiap pekerja PT Pertamina EP Cepu. Hal ini terbukti dengan tidak adanya angka fatality dalam jam kerja selamat sebesar 14,765,363 jam kerja selamat. []



Berita terkait
Isu Dirut Pertamina, Posisi Ahok Dinilai Pelecehan
Novel Bamukmin menegaskan jika keputusan Ahok benar terjadi, maka akan berdampak pada pelecehan bagi putra-putri terbaik di Indonesia.
Covid-19, Pertamina Tetap Prioritaskan Proyek Kilang
PT Pertamina (Persero) memilih melanjutkan proyek pembangunan kilang meski kinerja operasional dan keuangan perusahaan terimbas pandemi Covid-19.
New Normal BUMN, Ini Protokol Kesehatan Pertamina
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menindaklanjuti arahan Menteri BUMN Erick Thohir terkait Antisipasi The New Normal BUMN.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.