Kepada yang terhormat Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan hormat. Sebagai pendidik, napas saya kembali dibikin sesak dengan kejadian intoleran yang terjadi di acara kepramukaan di SD Negeri Timuran, Yogyakarta.
Berita sudah viral Anak SD di Yogyakarta Diajari Tepuk Pramuka No Kafir. Tepuk Pramuka Islam Yes Kafir No! Ucapan tidak pantas seperti ini diucapkan di sekolah negeri? Ini meracuni pikiran generasi muda Indonesia. Sekolah adalah tempat terhormat, di mana anak didik diajarkan berpikir terbuka dan rasional dengan penuh toleransi. Bukan didogma bejat seperti ini.
Ini bukan kejadian yang pertama kali terjadi di Jogja. Sejak pelarangan kegiatan sosial di Gereja Katolik, pemukulan terhadap Romo Karl Edmund Prier saat memberi missa pagi di Gereja Katholik, salib dipotong di Makam Purbayan, Mas Slamet yang terusir dari desanya, Kepala Sekolah SD Negeri di Gunungkidul yang mewajibkan muridnya memakai seragam keagamaan, pelarangan perayaan ibadah keagamaan di Desa Mangiran, Srandakan, Bantul, dan lain-lain.
Sekolah adalah tempat terhormat, di mana anak didik diajarkan berpikir terbuka dan rasional dengan penuh toleransi.
JOGJA MANA ISTIMEWAMU?
Jogja konon katanya kota kebudayaan, kota pendidikan, kota pelajar, kota perjuangan, kota pariwisata. Masihkah Jogja layak dengan segudang predikatnya?
JOGJA MANA ISTIMEWAMU?
Saya tidak tahu lagi, harus bagaimana, saya hanya bisa memohon kepada Gubernur DIY yang sekaligus Sri Sultan Hamengku Buwono X Senopati ing Ngalaga Ngabdurahman Sayiddin Panatagama untuk arif bijaksana dan adil memperlakukan dan melindungi warganya. Mohon kejadian seperti ini ditindak tegas. Tidak boleh ada deikriminasi dan tindakan intoleran di Jogja dengan dalih apa pun. Jogja adalah bagian dari NKRI yang berideologikan Pancasila yang menjunjung tinggi Kebhinnekaan Indonesia.
Pak Sultan, ini awal bobroknya sistem pendidikan kita.
*Akademisi Universitas Gadjah Mada
Baca juga: