Inspirasi Lusi Ambarani, Belajar Matematika dengan Cara Menyenangkan

Inspirasi Lusi Ambarani, guru matematika di Balikpapan Kalimantan Timur, belajar matematika dengan cara menyenangkan.
Belajar matematika dengan kue donat. Murid-murid kelas II Madrasah Nahdlatul Ulama Balikpapan, belajar matematika dengan kue donat sesuai arahan gurunya, Lusi Ambarani. (Foto: Tanoto Foundation)

Jakarta, (Tagar 27/3/2019) - Tanoto Foundation bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama, mengenalkan skenario pembelajaran memakai unsur MIKIR (Mengalami, Interaksi, Komunikasi dan Refleksi).

Skenario pembelajaran itu membuat banyak guru di Kalimantan Timur  menjadi kreatif dalam mengajar. Mereka berusaha membuat pembelajaran jadi menyenangkan dan sesuai karakter anak-anak. 

Satu di antaranya Lusi Ambarani, guru kelas II dari Madrasah Nahdlatul Ulama Balikpapan. Ia mengajar pecahan pada siswa dengan memakai media kue enak yang  disukai anak-anak: kue donat.

"Ini adalah salah satu cara saya agar siswa menjadi senang belajar matematika. Kebanyakan siswa takut dengan matematika kalau kita mengajar tidak dengan cara yang menyenangkan dan sesuai karakter mereka," ujar Lusi dalam keterangan tertulis diterima Tagar News di Jakarta, Rabu (27/3).

Nah bagaimana caranya ia mengajar pecahan dengan memakai donat?

Pertama, Lusi tidak langsung membagikan donat pada siswa, tapi lebih dahulu mengajak mereka mengamati kertas biru yang dia modelkan sebagai donat. Lusi bertanya pada para siswa, kalau ia memiliki donat yang harus dibagi adil pada salah satu siswa, maka apa yang harus ia lakukan? Para siswa  menjawab donat tersebut harus dibagi dua.

Setelah itu, Lusi menempelkan kertas biru tersebut di papan tulis dan meminta siswa menentukan berapa besar jadinya dari salah satu bagian donat tersebut. Para siswa langsung menjawab setengah bagian. Lusi kemudian menuliskan angka  ½ di papan tulis dan mengajarkan bahwa yang di atas disebut pembilang dan yang di bawah disebut penyebut dalam sebuah pecahan.

Selanjutnya Lusi  mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain yang mengarahkan siswa mengerti 1/4, 1/5 dan seterusnya.  Misalnya dengan pertanyaan "Ibu punya selembar kertas berbentuk lingkaran dan mau dibagi 4 sama rata? Berapakah nilai masing-masing kertas yang telah dibagi empat?"

Indonesia darurat matematika. 77,06 persen siswa SD di seluruh Indonesia memiliki kompetensi matematika yang sangat rendah, 20,58 persen cukup dan hanya 2,29 persen yang kategori baik. Hal ini disinyalir salah satu sebabnya adalah karena kurangnya kemampuan metodologi pembelajaran matematika oleh guru.

Setelah siswa mengerti konsepnya, mereka dibagi menjadi lima kelompok. Kali ini Lusi benar-benar memberikan mereka kue donat dan pemotongnya. Masing-masing kelompok diberi tugas membagi donat berdasarkan angka pecahan yang ia berikan. Tiap kelompok mendapatkan angka yang berbeda-beda, misalnya 1/7, 1/8, 1/9 dan seterusnya.

Di sinilah waktu yang amat menyenangkan, para siswa memotong-motong kue donat yang diberikan sesuai angka pecahan yang diberikan. Mereka sangat antusias.

Apalagi setelah selesai kegiatan itu, para siswa diajak saling mengunjungi hasil kerja kelompok. Difasilitasi oleh Lusi, para siswa mengoreksi pekerjaan  kelompok lainnya. Dengan saling berkunjung seperti ini, siswa sambil bermain diajak Lusi untuk memahami apa yang ia kerjakan dan dikerjakan temannya.

"Siswa gembira sekali mengunjungi hasil karya teman-temannya. Apalagi setelah itu, kue kue yang dijadikan media belajar dimakan bersama-sama, mereka begitu gembira," cerita Lusi tentang siswa-siswanya.  

Namun, permainan belum selesai. Untuk menguji kemampuan siswa, Lusi juga meminta siswa secara individu membuat sendiri soal pecahan dan membuat gambarnya.

Karena sudah mengetahui konsep yang diajarkan, siswa sangat cekatan menjawab. Salah satu siswa misalnya menuliskan angka 1/3, kemudian menggambar sebuah persegi panjang, lalu dibagi menjadi 3 bagian sama besar. Adapula yang menuliskan bilangan 1/10 dan menggambar sebuah lingkaran yang ia bagi menjadi 10 bagian, layaknya pizza.

"Anak-anak menikmati sekali pembelajaran matematika dengan cara begini. Mereka gembira sekaligus cepat mengerti," kata Lusi antusias.

Mengutip penelitian Indonesian National Assesment Programme (INAP), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2016, Indonesia dikategorikan masuk kondisi darurat matematika. 77,6 persen siswa SD di seluruh Indonesia memiliki kompetensi matematika yang sangat rendah,  20,58 cukup dan hanya 2,29 persen yang kategori baik. Hal ini disinyalir salah satu sebabnya adalah karena kurangnya kemampuan metodologi pembelajaran matematika oleh guru. 

"Model pembelajaran yang Ibu Lusi lakukan perlu disebarluaskan, agar siswa sejak dini menyukai matematika, pelajaran yang seringkali jadi momok bagi para siswa," ujar Mustajib, Communication Specialist Tanoto Foundation Kalimantan Timur. []

Baca juga: 

Berita terkait
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.