Inilah Definisi Haji Mabrur dan Tanda-tandanya

Ucapan haji mabrur banyak diucapkan oleh banyak orang, lalu apa yang dimaksud dengan ungkapan ‘mabrur’ dalam konteks ibadah haji?
Inilah Definisi Haji Mabrur dan Tanda-tandanya. (Foto: Tagar/iStock)

TAGAR.id, Jakarta - Ucapan haji mabrur banyak diucapkan oleh banyak orang, lalu apa yang dimaksud dengan ungkapan ‘mabrur’ dalam konteks ibadah haji? 

Pelaksanaan ibadah haji yang mabrur tidak ada balasan yang layak baginya kecuali surga. Dari sahabat Jabir ibn ‘Abdillah Rasulullah Saw. bersabda:

الْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةَ، قِيْلَ: وَمَا بِرُّهُ؟ قَالَ: إِطْعَامُ الْطَّعَامِ وَطِيْبُ الْكَلاَمِ

Artinya: “Haji mabrur tidak ada balasannya kecuali surga. Dikatakan (kepada beliau): Apakah bentuk bakti dalam ibadah haji itu? Lantas beliau menjawab: Memberi makanan dan perkataan yang baik.” (H.R. Ahmad, At-Thabrani, Ibn Khuzaimah, Al-Baihaqi dan Al-Hakim)

Kata mabrur yang ditampilkan dalam hadis di atas memiliki ragam penafsiran ulama. Menurut pandangan pakar hadis terkemuka Syekh Ibn Hajar Al-Asqalani (w. 852 H) haji mabrur diartikan dengan:

حَجٌ مَبْرُوْرٌ أَيْ مَقْبُوْلٌ … وَقِيْلَ الْمَبْرُوْرُ الَّذِيْ لَا يُخَالِطُهُ إِثْمٌ وَقِيْلَ الَّذِيْ لاَ رِيَاءَ فِيْهِ

Artinya: “Haji yang mabrur, maksudnya ibadah haji yang diterima ialah yang tidak tercampuri oleh perbuatan dosa dan tidak terdapat unsur riya (pamer) di dalamnya.” (Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Fath Al-Bari Syarh Shahih Al-Bukhori [Beirut: Dar Al-Kutub Ilmiyah], vol. 2, h. 74)

Sedangkan Imam An-Nawawi (w. 676 H) memberikan penjelasan yang lebih lengkap dalam kitabnya Syarh An-Nawawi Ala Muslim:

الْأَصَحُّ الْأَشْهَرُ : أَنَّ الْمَبْرُوْرَ هُوَ الَّذِيْ لَا يُخَالِطُهُ إِثْمٌ مَأْخُوْذٌ مِنَ الْبِرِّ وَهُوَ الْطَّاعَةُ ، وَقِيْلَ : هُوَ الْمَقْبُوْلُ ، وَمِنْ عَلاَمَةِ الْقَبُوْلِ أَنْ يَرْجَعَ خَيْرًا مِمَّا كَانَ ، وَلاَ يُعَاوِدُ الْمَعَاصِيْ ، وَقِيْلَ : هُوَ الَّذِيْ لاَ رِيَاءَ فِيْهِ ، وَقِيْلَ : الَّذِيْ لاَ يُعَقِبُهُ مَعْصِيَةٌ ، وَهُمَا دَاخِلاَنِ فِيْمَا قَبْلَهُمَا

Artinya: “Menurut versi kaul paling sahih yang populer, haji mabrur ialah pelaksanaan ibadah haji yang tidak tercampuri oleh dosa, sebab diksi mabrur dikutip dari kata ‘al-birr’ yang berarti ketaatan. Menurut versi yang lain: Ialah pelaksanaan ibadah haji yang diterima di sisi Allah. Dan sebagian dari pertanda diterimanya ibadah haji ialah kembali kepada kebaikan dan tidak mengulangi perbuatan maksiat. Menurut versi yang lain ialah haji yang tidak terdapat unsur riya (pamer) di dalamnya. Ada juga pendapat yang menyebutkan bahwa haji mabnrur adalah haji yang setelahnya tidak melakukan kemaksiatan kembali. Dua pendapat ini masih termasuk dalam pernyataan ulama yang sebelumnya.” (Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Syarh An-Nawawi Ala Muslim [Beirut: Dar Al-Kutub Ilmiyah], vol. 5, h. 101)

Tanda-Tanda Haji Mabrur

Mengenai pertanda haji mabrur, Syekh Badruddin Al-Aini (w. 855 H) dalam karya monumentalnya Umdah Al-Qari Syarh Sahih Al-Bukhori menyatakan:

وَمِنْ عَلاَمَاتِ الْقَبُوْلِ أَنَّهُ إِذَا رَجَعَ يَكُوْنُ حَالُهُ خَيْرًا مِنَ الْحَالِ الَّذِيْ قَبْلَهُ

Artinya: “Ciri-ciri orang yang ibadah hajinya diterima (mabrur) adalah haliyyah (tindakan) orang tersebut lebih baik dari sebelumnya, dan tidak melakukan perbuatan yang negatif.” (Badruddin Abi Muhammad Mahmud Al-Aini, Umdah Al-Qari Syarh Sahih Al-Bukhori [Beirut: Dar Al-Kutub Ilmiyah], vol. 1, h. 299)

Pernyataan yang senada juga dikemukakan oleh Mufti Tarim Hadramaut Yaman Syekh Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Ba’alawi (w. 1320 H) dalam kompilasi fatwanya beliau menegaskan bahwa kriteria ataupun pertanda haji seseorang itu mabrur ialah terdapat peningkatan dari segi kualitas akhlaknya (berakhlak mulia), tidak mendekati perbuatan dosa, memandang semua mahluk dengan sama rata dalam arti tidak saling merendahkan, justeru saling menghormati satu sama lain, dan tidak lagi memperebutkan harta dunia hingga akhir hayat:

فَائِدَةٌ : قَالَ الْخَوَاصُّ رَحِمَهُ اللهُ : مِنْ عَلَامَاتِ قَبُوْلِ حَجِّ الْعَبْدِ وَأَنَّهُ خَلَعَ عَلَيْهِ خُلْعَةُ الرِّضَا عَنْهُ أَنَّهُ يَرْجِعُ مِنَ الْحَجِّ وَهُوَ مُتَخَلِّقٌ بِالْأَخْلَاقِ الْمُحَمَّدِيَةِ ، لَا يَكَادُ يَقَعُ فِي ذَنْبٍ ، وَلَا يَرَى نَفْسَهُ عَلَى أَحَدٍ مِنْ خَلْقِ اللهِ ، وَلَا يُزَاحِمُ عَلَى شَيْءٍ مِنْ أُمُوْرِ الدُّنْيَا حَتَّى يَمُوْتُ

Artinya: “Faidah: Imam Al-Khowas berkata: Sebagian dari tanda-tanda diterimanya haji seseorang ialah ia telah menyandang atau memakai mahkota keridhoan, yaitu apabila ia kembali dari berhaji ia beretika dengan etika yang terpuji, tidak terjatuh dalam perbuatan dosa, tidak melihat dirinya sendiri lebih baik ketimbang lainnya sebagai sesama mahluk Allah, dan tidak memperebutkan sesuatu dari perkara dunia hingga akhir hayatnya.” (Abdurrahman bin Muhammad bin Husain Al-Masyhur, Bughyatul Mustarsyidin Fi Talkhis Fatawa Ba’dil Aimmah Minal Ulama Al-Mutaakhirin [Beirut: Dar Al-Kutub Ilmiyah], h. 143). []


Berita terkait
Timwas Haji DPR RI Akan Terapkan Sistem Pengawasan Matrikulasi
Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar mengungkapkan, Timwas Haji DPR RI akan menerapkan sistem pengawasan matrikulasi.
Pelunasan Biaya Haji 1444 H Diperpanjang Sampai Tanggal 19 Mei 2023
Kuota jemaah haji Indonesia tahun ini sebanyak 221 ribu yang terdiri atas 203.320 jemaah reguler dan 17.680 jemaah haji khusus
Pemerintah Terbitkan Keppres Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji 1444 H
Pemerintah terbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) No 7/2023 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1444 H/2023 M
0
Inilah Definisi Haji Mabrur dan Tanda-tandanya
Ucapan haji mabrur banyak diucapkan oleh banyak orang, lalu apa yang dimaksud dengan ungkapan ‘mabrur’ dalam konteks ibadah haji?