Jakarta - Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu) Luky Alfirman mengungkapkan strategi pembiayaan kementerian yang dipimpin Sri Mulyani tersebut, untuk menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 imbas pandemi Covid-19.
Menurut dia cara untuk menutup defisit APBN sebesar 6,34 persen terhadap Gross Domestic Product (GDP) dengan total Rp 1.039,2 triliun harus dilakukan dengan opportunistik, terukur, dan prudent (hati-hati).
"Strategi besar kita objektifnya opportunistik, melihat kesempatan, kondisi yang ada di pasar namun terukur dan prudent," ucap Luky Alfirman seperti dikutip Tagar dari kemenkeu.go.id, Minggu, 26 Juli 2020.
Sebab, menurutnya Kemenkeu tetap tak bisa mengabaikan kebutuhan pembiayaan APBN. Maka salah satu terget untuk menutup defisit adalah mencari pembiayaan yang semurah mungkin dari segi cost of fund. "Mengelola risikonya, contoh dengan mengatur profil jatuh tempo dan mata uang atau current series," tuturnya.
Makanya, kata dia pemerintah mengambil sumber pembiayaan dari non utang dan utang. Pada pembiayaan non utang, pemerintah memanfaatkan anggaran Saldo Anggaran Lebih (SAL), dana abadi pemerintah, dan dana yang bersumber dari Badan Layanan Umum (BLU).
Untuk pembiayaan utang, pemerintah melakukan penarikan pinjaman program dari lembaga bilateral dan multilateral seperti Bank Dunia, ADB, AFD, KfW, JICA, ECDF, dan AIIB dengan bunga relatif rendah.
"Penarikan pinjaman program, baik itu bilateral dan multirateral Bank Dunia, ADB, dan seterusnya," ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar domestik dan SBN valuta asing (valas) serta Bank Indonesia (BI) menurunkan GWM dan meningkatkan PLM.
Lalu, Kemenkeu dan BI melakukan burden sharing (pembagian beban), di mana BI dapat menambah likuiditas perbankan di pasar perdana SBN untuk bank yang merestrukturisasi pinjaman nasabah UMKMnya.
Pemerintah pun dapat menerbitkan SBN untuk membiayai program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang bisa dibeli BI (di-repo) dan sat ini sudah terbit Surat Keputusan Bersama (SKB) antara BI dan Kemenkeu yang terdiri dari SKB I dan SKB II.
"Salah satu kebijakan extra ordinary kita, BI dapat membeli SBN di pasar perdana. Kemudian kita membuat Surat Keputusan Bersama (SKB) ada dua, SKB pertama, SKB kedua," ucap dia. []