Ini Isi Gugatan RCTI-iNews Terkait UU Penyiaran

Apabila gugatan dikabulkan MK, maka masyarakat tidak dapat secara bebas mengakses fitur siaran langsung di semua platform media sosial.
Netflix. (Foto: Antara/Shutterstock)

Jakarta - RCTI dan iNews melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang (UU) Penyiaran. Kedua stasiun televisi ini meminta setiap siaran yang menggunakan internet seperti YouTube, Netflix, dan Instagram untuk tunduk terhadap UU Penyiaran.

Dari permohonan judicial review yang dikutip Tagar dari laman resmi MK, Kamis, 27 Agustsu 2020, terlihat surat gugatan tersebut ditandatangani oleh Direktur Utama iNews TV David Fernando Audy dan Direktur RCTI Jarod Suwahjo. Mereka mengajuka gugatan berdasarkan Pasal 1 ayat 2 UU Penyiaran yang berbunyi:

Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.

"Bahwa apabila ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran tidak dimaknai mencakup penyiaran menggunakan internet, maka jelas telah membedakan asas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran antar penyelenggara penyiaran. Konsekuensinya bisa saja penyelenggara penyiaran yang menggunakan internet tidak berasaskan Pancasila, tidak menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945, tidak menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa," tulis RCTI-iNews dalam gugatan tersebut.

Dalam sidang lanjutan gugatan RCTI-iNews terhadap UU Penyiaran, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Ahmad M Ramli menjelaskan bahwa apabila permohonan pengujian UU Penyiaran ini dikabulkan, maka masyarakat tidak dapat secara bebas mengakses fitur siaran langsung atau live streaming di semua platform media sosial.

"Perluasan definisi penyiaran akan mengklasifikasikan kegiatan seperti Instagram TV, Instagram Live, Facebook Live, Youtube Live, dan penyaluran konten audio visual lainnya dalam platform media sosial diharuskan menjadi lembaga penyiaran yang wajib berizin. Artinya, kami harus menutup mereka kalau mereka tidak mengajukan izin," kata Ramli dalam sidang daring dengan Mahkamah Konsitusi pada Rabu 26 Agustus 2020.

Ramli juga mengatakan, apabila kegiatan dalam media sosial itu dikategorikan sebagai penyiaran, maka setiap orang, badan usaha, maupun badan hukum yang melakukan siaran langsung harus memiliki izin menjadi lembaga penyiaran. Jika tidak, maka hal tersebut akan melanggar UU Penyiaran dan akan dikenakan sanksi pidana.

"Solusi yang diperlukan adalah pembuatan undang-undang baru oleh DPR dan pemerintah yang mengatur sendiri layanan siaran melalui internet," ucapnya.

Berita terkait
Netflix Ketar-ketir Pelanggan Akan Berkurang
Netflix, penyedia layanan konten film dan serial televisi mengingatkan investor bahwa pertumbuhan pelanggan akan melambat.
KPI Sebut UU Penyiaran Saat Ini Sudah Kuno, Kenapa?
Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, menilai UU Penyiaran saat ini sudah kuno.
YouTube Hapus Lebih dari 11 Juta Video Dalam 3 Bulan
YouTube mengatakan telah menghapus lebih 11 juta video. 10,85 juta di antaranya dihilangkan oleh sistem otomatis
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.