Jakarta - Industri internet di Asia Tenggara menunjukkan perkembangan yang signifikan, dan tahun ini akan menembus US$ 105 miliar atau setara Rp 1.473 triliun. Kebijakan pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19 menjadi pendorong lonjakan belanja internet.
Laporan yang dirilis di Singapura itu berdasarkan hasil survei di Indonesia, Malaysia, Vietnam, Singapura dan Filipina. Disebutkan bahwa selama pandemi, terjadi penambahan 40 juta pengguna internet baru kawasan Asia Tenggara sehingga menjadi total 400 juta.
Angka tersebut merupakan 70 persen dari total populasi di Asia Tenggara. "Virus Covid-19 membawa lonjakan adopsi digital permanen dan masif," kata laporan oleh Google, Temasek Holdings, dan konsultan bisnis Bain & Co.
Seperti diberitakan dari Channel News Asia, Selasa, 10 November 2020, industri internet Asia Tenggara mencatat pertumbuhan 5 persen dari tahun lalu. Riteler online menjadi salah satu industri yang mencatat pertumbuhan cukup tinggi selama kebijakan penguncian
Sementara bisnis e-commerce mencatat pertumbuhan hingga 63 persen mencapai US$ 62 miliar, yang merupakan terbesar tahun ini. Sementara sektor perjalanan online mengalami kontraksi minus 58 persen menjadi US$ 14 miliar.
Industri internet Singapura menyusut 24 persen menjadi US$ 9 miliar karena pandemi mengimbas sektor travel. Sementara Vietnam dan Indonesia terus tumbuh pada tingkat dua digit.
Industri internet pada 2025 diperkirakan bakal meningkat tiga kali lipat menjadi US$ 309 miliar pada 2025. Hal ini sesuai dengan proyeksi yang dirilis tahun lalu yang diperkirakan mencapai US$ 300 miliar.
Dengan peningkatan pengguna internet sebesar 11 persen, Asia Tenggara menjadi salah satu pasar internet dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Hal ini dibandingkan dengan sekitar 4,7 miliar pengguna internet di seluruh dunia, naik 7,4 persen dari tahun lalu, menurut wearesocial.com, layanan pemantauan digital. []
- Baca Juga: Taipan Internet China Yang Makin Kaya Selama Pandemi
- Indonesia Menjadi Mesin Digital Asia Tenggara