Puluhan Juta Orang Buta, Sepertiganya Ada di Asia Tenggara

Pada 2020 ini puluhan juta penduduk dunia mengalami kebutaan. Dari jumlah itu, sepertinya berada di Asia Tenggara.
Ilustrasi mata (Foto: Pixabay)

Yogyakarta - Menurut data The International Agency for the Prevention of Blindness (IAPB) tahun 2020 menyebutkan, tidak kurang dari 180 juta penduduk dunia menderita gangguan penglihatan sedang dan berat. Sebanyak 40-45 juta di antaranya menderita kebutaan dan sepertiga berada di Asia Tenggara.

Dokter Spesialis Mata RSUP Dr Sardjito, Profesor Suharjo mengatakan, gangguan penglihatan dapat bersifat reversible (dapat dipulihkan) dan irreversible (tidak dapat dipulihkan), namun dapat dikenali dan dicegah. Mayoritas kebutaan, menurutnya diakibatkan beberapa kondisi antara lain Retinopati Diabetik (RD), glaukoma, penyakit kornea, katarak, degenerasi makula terkait usia (Age Related Macula Degeneration/AMD), kelainan refraksi dan beberapa penyakit mata lain.

Sedangkan kebutaan kornea terjadi akibat kekeruhan kornea yang dapat terjadi karena kelainan kongenital, nutrisi, infeksi, trauma, degenerasi, penyakit herediter. Berdasarkan data IAPB 2020, kekeruhan kornea diawali 3,46 persen penduduk dunia dan kebutaan terjadi pada 1,65 persen.

Sebagian besar penderita berasal dari negara berkembang yang akan berdampak pada kesulitan sosial ekonomi dan kualitas hidup penderita. "Salah satu hal utama dalam kebutaan kornea adalah fakta bahwa 85 persen dapat ditangani," katanya seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Sabtu, 3 Desember 2020.

Salah satu hal utama dalam kebutaan kornea adalah fakta bahwa 85 persen dapat ditangani.

Perkembangan transplantasi kornea menjadi salah satu fokus perhatian. Ia menuturkan, kendala saat ini adalah pembiayaan kornea berupa cost service yang belum ditanggung oleh asuransi kesehatan. Cost service adalah biaya pemrosesan kornea berkisar Rp 6 sampai 32 juta rupiah.

Pada katarak, kebutaan akibat katarak yang tidak tertangani di Indonesia berkisar 0,78 persen dari seluruh populasi. Kekeruhan pada lensa yang disebut katarak menyebabkan kebutaan pada penduduk berusia lebih dari 50 tahun sebesar 2,4 persen. Gangguan penglihatan akibat katarak dapat ditangani dan memperoleh penglihatan optimal apabila diketahui secara dini.

Sedangkan pada Retinopati Diabetik, Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan pada 2013 penderita Diabetes Mellitus (DM) di Indonesia sebesar 12 juta penduduk dan diperkirakan terdapat 69,6 persen yang belum terdiagnosis. "Komplikasi yang mungkin terjadi berupa serangan jantung, gangguan penglihatan, gagal ginjal dan kerusakan saraf," ujarnya.

Dokter Spesialis Mata RSUP Dr Sardjito lainnya, dr. Firman Setya Wardhana, Sp.M(K)., M.Kes menambahkan, survei di Daerah Istimewa Yogyakarta pada 2014-2015, prevalensi Retinopati Diabetik (RD) mencapai 43,1 persen. Prevalensi RD yang mengancam penglihatan sebesar 26 persen.

RD menyebabkan 2,6 persen kebutaan di seluruh dunia dan hal ini adalah beban yang berat bagi individu, keluarga dan juga pemerintah. RD merupakan gangguan penglihatan akibat komplikasi mikrovaskular dari penyakit diabetes yang dapat menyebabkan kebutaan.

Manajemen RD bergantung pada tingkat kondisi gangguan penglihatan. "Tindakan umumnya berupa laser, suntikan obat yang akan meredakan kerusakan mikrovaskular dan pembedahan pada kasus yang berat," ungkapnya. []

Berita terkait
Aplikasi Si Votun untuk Disablitas Tunanetra di Play Store
Aplikasi Si Votun (Aplikasi Voice Over untuk Tuna Netra) yang dikembangkan oleh Diskominfo Jabar sekarang ada di Play Store
Aplikasi Si Votun Bantu Tunanetra Kenal Jawa Barat
Aplikasi Voice Over untuk Tunanetra (Si Votun) Jawa Barat, sangat membantu penyandang tunanetra dalam mencari informasi tentang Jawa Barat
Cerita Mahasiswa Tunanetra Yogyakarta Mengejar Mimpi
Gilang, mahasiswa di Yogyakarta dengan semangat baja. Terlahir sebagai tunanetra tidak membuatnya patah arang mewujudkan cita-cita.