Indonesia Mencatat Tingkat Kemiskinan Terendah Sepanjang Sejarah

Indonesia mencatat tingkat kemiskinan terendah sepanjang sejarah. “Persentase kemiskinan 9,82 persen ini paling rendah dibandingkan periode-periode terdahulu," kata Suhariyanto.
Data kemiskinan di Indonesia. (Infografis: Tagar/Rully)

Jakarta, (Tagar 16/7/2018) - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menyatakan, pada Maret 2018 jumlah penduduk miskin di Indonesia 25,95 juta orang atau 9,82 persen dari total populasi. Angka kemiskinan menurun 10,64 persen dari 27,77 juta orang yang tercatat pada periode sama tahun sebelumnya.

“Persentase kemiskinan 9,82 persen ini paling rendah dibandingkan periode-periode terdahulu," kata Suhariyanto dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (16/7).

Dia menegaskan, angka kemiskinan per Maret 2018 menjadi single digit. "Apakah ini yang terendah? Iya, bisa saya sampaikan kalau dilihat pada tahun Maret 2011 itu persentasenya 12,49%," ujarnya.

Pria yang akrab disapa Kecuk itu menyebutkan, jumlah penduduk miskin pada Maret 2018 mengalami penurunan sebanyak 1,82 juta orang dibandingkan periode Maret 2017 dan penurunan sebanyak 633,2 ribu orang dibandingkan periode September 2017.

Jumlah penduduk miskin di perkotaan pada periode Maret 2018 tercatat 10,14 juta orang atau 7,02 persen dan di perdesaan tercatat sebesar 15,81 persen atau 13,2 persen.

Peta Kemiskinan di IndonesiaIlustrasi, peta kemiskinan di Indonesia. (Grafis: timesbanyuwangi.com)

Sebelumnya, Maret 2017, jumlah penduduk miskin di perkotaan mencapai 10,67 juta orang atau 7,72 persen dan di perdesaan sebesar 17,1 juta orang atau 13,93 persen.

Sedangkan pada September 2017, jumlah penduduk miskin di perkotaan mencapai 10,27 juta orang atau 7,26 persen dan di perdesaan sebesar 16,31 juta orang atau 13,47 persen.

Kecuk juga memaparkan, jenis komoditas makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai garis kemiskinan di perkotaan maupun di perdesaan adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, mie instan, dan gula pasir.

“Sedangkan komoditas non makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai garis kemiskinan di perkotaan maupun di perdesaan adalah perumahan, bensin, listrik, pendidikan dan perlengkapan mandi," jelasnya.

Kecuk memaparkan, faktor-faktor yang terkait dengan tingkat kemiskinan antara lain inflasi umum periode September 2017-Maret 2018 sebesar 1,92 persen dan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan untuk rumah tangga 40 persen terbawah pada periode sama yang tumbuh 3,06 persen.

Berikutnya, pemberian bantuan sosial tunai dari pemerintah yang tumbuh 87,6 persen pada triwulan I-2018, dibandingkan 3,39 persen pada triwulan I-2017, serta program beras sejahtera dan bantuan pangan non tunai yang pada periode sama telah tersalurkan sesuai jadwal.

Berdasarkan data Bulog, realisasi distribusi bantuan sosial program beras sejahtera pada Januari 2018 tercatat sebesar 99,65 persen, pada Februari 2018 sebesar 99,66 persen, dan pada Maret 2018 sebesar 99,62 persen.

"Harga beras pada September 2017-Maret 2018 sempat mengalami kenaikan 8,57 persen, namun beras rastra dan bantuan sosial yang diberikan tepat waktu, ikut menyebabkan terjadinya penurunan kemiskinan, meski tidak secepat periode Maret 2017-September 2017," ujarnya.

Penduduk Miskin Terbesar

BPS juga mencatat, persentase penduduk miskin terbesar masih berada di wilayah Pulau Maluku dan Papua yaitu sebesar 21,20 persen, diikuti Bali dan Nusa Tenggara 14,02 persen dengan persentase terendah di Kalimantan 6,09 persen.

Dari sisi jumlah, sebagian besar penduduk miskin masih berada di Jawa yaitu sebesar 13,34 juta orang, diikuti Sumatera 5,9 juta orang, Sulawesi 2 juta orang dan yang paling rendah berada di Kalimantan 982,3 ribu orang.

Lima provinsi yang mengalami penurunan persentase penduduk miskin tertinggi adalah Jawa Tengah sebesar 0,91 persen. Disusul Sulawesi Selatan 0,43 persen, Jawa Barat 0,38 persen, Banten 0,36 persen, dan Sulawesi Tenggara 0,35 persen.

Sementara lima provinsi yang mengalami kenaikan persentase penduduk miskin di antaranya Jambi sebesar 0,03 persen, Aceh 0,05 persen, Sulawesi Barat 0,07 persen, Kepulauan Riau 0,08 persen, dan Lampung 0,10 persen.

Kemiskinan di Maluku

Dumangar Hutauruk, Kepala BPS Provinsi Maluku mengakui, jumlah penduduk miskin di daerah ini sebanyak 320,08 ribu jiwa, atau berkurang 0,43 ribu jiwa jika dibandingkan posisi pada Maret 2017 sebanyak 320,51 ribu jiwa.

"Dari sisi presentase, tingkat kemiskinan di Maluku pada Maret 2018 sebesar 18,12 persen, lebih rendah 0,33 poin dibanding Maret 2017 yang tercatat sebesar 18,45 persen," ujar Dumangar Hutauruk di Ambon, Senin.

Dumangar mengatakan, penduduk miskin perdesaan pada Maret 2018 tercatat 274,19 ribu jiwa. Jumlah ini meningkat 4,92 ribu jiwa dibanding Maret 2017 yang menunjukkan angka 269,27 ribu jiwa.

"Bila dilihat dari sisi presentase tingkat kemiskinan di perdesaan Provinsi Maluku pada Maret 2018 (26,64 persen), juga meningkat 0,50 poin dibanding Maret 2017 yang sebesar 26,14 persen."

Penduduk miskin di perkotaan pada Maret 2018 tercatat 45,89 ribu jiwa. Bila dibandingkan dengan periode Maret 2017, mengalami penurunan sekitar 5,35 ribu jiwa.

Dia mengatakan, penurunan jumlah penduduk miskin di perkotaan ini sejalan dengan presentase penduduk miskin. Tingkat kemiskinan di perkotaan di Provinsi Maluku pada Maret 2018 yang sebesar 6,22 persen lebih rendah dibanding Maret 2017 yang sebesar 7,24 persen.

Menurut Dumangar, besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per bulan di bawah garis kemiskinan.

Warga Miskin

Pengertian kemiskinan antara satu negara dengan negara lain berbeda. Pengertian kemiskinan di Indonesia dibuat oleh BPS.

BPS mendefinisikan kemiskinan dengan membuat kriteria besarannya pengeluaran per orang per hari sebagai bahan acuan. Dalam konteks ini, pengangguran dan rendahnya penghasilan menjadi pertimbangan untuk penentuan kriteria tersebut.

BPS untuk mengukur kemiskinan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Sumber data utama yang dipakai BPS adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Modul Konsumsi dan Pengeluaran.

Melalui pendekatan tersebut kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

“Jadi penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah garis kemiskinan,” sebut BPS dalam situs resminya, bps.go.id.

Adapun Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.

Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari.

Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).

Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

Indikator Kemiskinan

Indikator-indikator kemiskinan yang dipakai BPS, antara lain:

1/ Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan).

2/ Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).

3/ Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).

4/ Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.

5/ Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.

6/ Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.

7/ Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.

8/ Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.

9/ Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil).

Kriteria Miskin

Adapun kriteria miskin menurut standar BPS meliputi 14 item, yang jika minimal sembilan variabel/item terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan miskin. Ke-14 item ini adalah:

1/ Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.

2/ Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.

3/ Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.

4/ Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.

5/ Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

6/ Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.

7/ Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.

8/ Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam dalam satu kali seminggu.

9/ Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

10/ Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

11/ Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.

12/ Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan.

13/ Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/tamat SD.

14/ Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan minimal Rp 500.000 seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. (yps)

Berita terkait