Indeks Kerukunan, MUI: Harusnya Sumut No 1, Bukan 10

Kemenag tidak pernah melibatkan MUI untuk menentukan indeks kerukunan umat beragama.
Sekretaris MUI Sumatera Utara DR H. Ardiansyah. (Foto: Tagar/Reza Pahlevi)

Medan - Kementerian Agama (Kemenag) tidak pernah melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) selaku simbol dari organisasi atau perkumpulan ulama Islam untuk menentukan indeks kerukunan umat beragama (KUB) seperti dalam rilis Rabu 11 Desember 2019, kemarin.

Selain tidak melibatkan MUI, Kemenag juga sepertinya tidak melibatkan simbol agama lainnya. Misalnya Persatuan Gereja Indonesia (PGI), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) dan lainnya.

Dalam survei untuk KUB yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Bimbingan Masyarakat Agama dan Layanan Keagamaan pada Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Kemenag, Sumatera Utara mendapatkan nilai di atas angka rata-rata nasional yang telah ditentukan yaitu 73,83. Provinsi ini berada di urutan sepuluh dengan nilai indeks KUB 76,3.

Sekretaris MUI Sumatera Utara DR H Ardiansyah ketika diwawancarai Tagar di ruangan kerjanya, Kamis 12 Desember 2019 menyebutkan, Kemenag tidak pernah melibatkan mereka untuk melakukan penelitian dan menentukan KUB di suatu daerah.

"Harusnya sebelum dirilis ke publik, Kemenag bekerja sama dengan majelis agama yang ada di daerah, misalnya MUI, PGI, Walubi dan lainnya yang ada di daerah, kemudian bekerja sama dengan stakeholder yang ada, seperti Kesbangpol daerah masing-masing. Seperti sekarang ini, Kemenag mengeluarkan rilis ke publik tentang nilai indeks KUB tanpa melibatkan simbol agama," kata Ardiansyah.

Alternatif lain disebutkan Ardiansyah, harusnya sebelum merilis hasil ke publik, Kemenag mengundang simbol agama dan pihak stakeholder di daerah, mengenai hasil survei.

"Kalau semua diundang, Kemenag tinggal menyampaikan hasil yang telah disurvei, sampaikan kepada forum, apakah ada yang dikoreksi atau tidak, itu harus dilakukan sebelum dirilis. Agar orang tidak bertanya apa standardisasinya, sehingga Kemenag mengeluarkan hasil survei itu," ucap ustaz Ardiansyah.

Kemudian, hasil dari survei yang dikeluarkan Kemenag cenderung membuat orang bingung. Sebab, bagaimana bisa ke luar angka rata-rata nasional maupun di bawah nasional. Dalam survei itu Papua Barat mendapatkan nilai 82,1 dan Nusa Tenggara Timur dapat 81,1.

"Apa standarisasinya, kita sama-sama tahu bagaimana kondisi di kedua provinsi itu, kemudian kita juga bingung apa variabel dari keluarnya indeks KUB Kemenag," ucap Ardiansyah.

Harusnya Sumatera Utara ini nomor satu, bukan nomor 10

Kerukunan umat beragama tidak bisa diukur dari satu variabel, provinsi yang didominasi oleh satu suku tertentu dan suku yang lain hampir tidak ada. Kemungkinan untuk rukun lebih kuat dibandingkan dengan daerah yang multi etnis dan heterogen.

"Nusa Tenggara Timur mayoritas non muslim misalnya, artinya dari aspek variabel agama, suku dan bahasa sangat menentukan nilai kerukunan. Tetapi, jika daerah itu semakin heterogen, multi etnis dan banyak suku serta bahasa, maka nilai kerukunan itu semakin lemah atau semakin rawan, sekarang apa variabel yang dijadikan indikator oleh Kemenag," ucap Ardiansyah.

Kalau indeks KUB yang dikeluarkan dari variabel agama, suku, etnis dan bahasa, seharusnya Sumatera Utara mendapatkan nilai tertinggi. Karena di Sumatera Utara ini multi etnis dan heterogen. Bahkan ada Ketua DPRD dari etnis Tionghoa di tengah masyarakat yang mayoritas, Melayu, Mandailing, Jawa dan lainnya.

"Contohnya Kota Medan, Ketua DPRD Medan dari etnis Tionghoa, tapi daerah kita tetap aman, tentram. Apakah ini tidak menjadi indikator menentukan KUB, harusnya Sumatera Utara ini nomor satu, bukan nomor 10," kata Ardiansyah.

Selain itu, Sumatera Utara juga memiliki pusat keagaaman, memiliki vihara terbesar di Asia Tenggara. Kemudian, pejabat pemerintah maupun non pemerintah juga memiliki agama dan etnis yang berbeda. Akan tetapi, semua tetap rukun.

"Vihara terbesar ada di Kompleks Cemara, di Sumut. Kalau ledakan bom dapat mengurangi nilai, di Sumut baru satu kali, di tempat yang lain banyak kasus ledakan bom. Sampai hari ini, tidak ada yang perlu dikhawatirkan mengenai kerukunan umat beragama, Sumut ini sangat rukun. Terakhir harapan kita, agar ke depan Kemenag jangan terburu-buru merilis dan menilai kerukunan umat beragama di suatu daerah," tandas Ardiansyah.

Sedangkan Pendeta Orahua Niha Keriso Protestan (ONKP) Resort Medan yaitu Pdt Elirani Gea MTh ketika dihubungi Tagar mengatakan bahwa sampai sekarang ini KUB di Sumatera Utara tidak diragukan lagi.

"Meski banyak agama, suku dan etnis di sini (Sumut), tetapi daerah ini nyaris tidak pernah terjadi konflik. Terutama konflik agama, inilah yang harus kita jaga selalu," ucap Pdt Elirani Gea.

Sedangkan indeks KUB yang dikeluarkan oleh Kemenag, dia tidak begitu mempersoalkannya. Baginya, ini harus menjadi motivasi agar terus menjaga keamanan dan saling menghargai sesama agama maupun antar agama.

"Mari kita jaga kerukunan umat beragama, daerah ini adalah daerah yang harus kita jaga bersama, maski berbeda agama, kita harus tetap bersatu," tandas dia.[]

Berita terkait
Ulama Aceh Surati Kemenag Protes Indeks Kerukunan
Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Provinsi Aceh mempertanyakan Survei Kemenag RI soal indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB).
Indeks Kerukunan di Aceh Rendah, Perlu Dipertanyakan
Nova Iriansyah ikut menyoroti survei yang dilakukan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia mengenai indeks Kerukunan Umat Beragama di Aceh.
Indeks KUB Kemenag, Siantar Selalu Menjaga Kerukunan
Kemenag merilis Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) tahun 2019. Sumut dan Pematangsiantar masih menjaga kerukunan.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.