Ideologi Khilafah Hidup di Indonesia, Gun Romli: Pidanakan Elitnya

'Tokoh HTI sudah dipenjarakan di Jordania, Mesir, Arab Saudi, Suriah. Sementara di Indonesia malah dipelihara.'
Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Guntur Romli akrab disapa Gun Romli di sela peringatan maulid Nabi Muhammad SAW di kantor PSI, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (17/12/2018). (Foto: Tagar/Morteza Syariati Albanna)

Jakarta, (Tagar 17/12/2018) - Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Guntur Romli akrab disapa Gun Romli mengatakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sudah dilarang di Indonesia, namun tokoh-tokohnya atau elit-elitnya masih bebas berkeliaran. Menurut Gun Romli, seharusnya elit HTI dipidanakan. 

"Tokoh HTI sudah dipenjarakan di Jordania, Mesir, Arab Saudi, Suriah. Sementara di Indonesia malah dipelihara. Ini jelas berbahaya, ini harus ditindak. Pidanakan satu elitnya, nanti orang-orang awam juga akan mengerti," ujar Gun Romli ditemui di sela peringatan maulid Nabi Muhammad di kantor PSI di Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (17/12).

"Menurut saya harus ada tindakan pemidanaan karena dalam UU kita ormas itu sudah dijelaskan pasal soal itu. Mempidanakan elit yang terlibat dalam gerakan makar dan gerakan radikal, itu harus, biar ada efek jera," tegasnya.

Sebelumnya, Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) dalam penelitiannya menemukan fakta khotbah salat Jumat terpapar paham radikal di lingkungan masjid milik pemerintah. Temuan fakta terbagi tiga mulai dari level radikalisme rendah, radikalisme sedang, dan radikalisme tinggi yang menginginkan ideologi khilafah bisa ditegakkan di NKRI. 

Gun Romli mengatakan, radikalisme erat kaitannya dengan ideologi khilafah yang diperjuangkan oleh HTI.

"Radikalisme berkaitan dengan ideologi impor, menyusup dalam politik Islam yang ada di Timur Tengah. Ada yang namanya Wahabi dari Arab Saudi, lalu ajaran yang ingin menegakkan negara khilafah dengan nama Hizbut Tahrir. Mereka yang datang ke Indonesia tahun 1970an-1980an menyebarkan ideologi Wahabi dan ideologi Khilafah dan memanfaatkan sentimen agama," jelas Gun Romli.

"Ideologi itu masuk dengan mudah ke kalangan mahasiswa dan masyarakat Indonesia dalam konteks orde baru yang saat itu disebut-sebut anti Islam," lanjutnya. 

Berikutnya, kata Gun Romli, gerakan radikalisme berhasil mengakar ke institusi perguruan tinggi yang pada akhirnya mengkampanyekan Islam radikal. "Tujuannya mendirikan negara Islam di Indonesia, dan itu merupakan ideologi impor yang baru masuk ke Indonesia," kata Gun Romli.

"Karena ada Islam radikal, termasuk juga gerakan terorisme yang masuk ke Indonesia seperti Jamaah Islamiyah, Al Qaeda dan sebagainya yang menyebabkan radikalisme semakin berkembang di Indonesia," ucap Gun Romli.

Ia menegaskan, apabila ada orang Indonesia menolak demokrasi, menolak Pancasila, menolak UUD 45, ingin mendirikan negara khilafah, sudah jelas itu mengadopsi radikalisme.

"Kenapa disebut radikal, karena mereka ingin membuat perubahan sampai ke akar. Padahal Indonesia secara bangunan itu sudah jadi. Ada NKRI, ada Pancasila, ada UUD 45, ada Bhinneka Tunggal Ika. Khilafah ingin menghancurkan bangunan yang ada, ingin membongkar sampai ke akarnya, kemudian ingin mengganti dasar negara," jelasnya.

Maka itu, lebih lanjut ia menerangkan, ideologi khilafah gampang masuk hingga ke lapisan masyarakat terbawah di Indonesia karena menggunakan agama Islam sebagai kedok perjuangan, yang ingin memperjuangkan Syariat Islam.

"Padahal itu adalah tujuan-tujuan politik. Semisal HTI ingin mendirikan negara Islam, apa sumbangsih dia terhadap umat Islam? Gak ada. Tidak pernah bikin pesantren, tidak pernah bikin sekolah, tidak pernah bangun masjid, atau yayasan panti sosial, tidak ada Hizbut Tahrir bangun itu," cetusnya.

Gun Romli lebih lanjut mengatakan, Islam sejati yang ada di Indonesia adalah Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah yang sudah menyepakati serta menerima nation state atau Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ia menuturkan, NU dan Muhammadiyah tak diragukan lagi kesetiaannya kepada NKRI. Mereka memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan merawatanya. 

Kedua ormas tersebut, lanjut Romli, juga mempunyai andil dalam membangun pesantren, masjid, madrasah, yayasan sosial hingga universitas. 

"Tetapi NU dan Muhammadiyah tidak pernah ingin membangun negara Islam, karena negara mereka adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia," jelas Romli.

Ia mengatakan, saat ini rakyat Indonesia lebih baik bersama-sama memberikan pendidikan, pencerahan seperti metode dialog kepada orang yang terlanjur terpropaganda ideologi khilafah. Karena menurutnya, paparan khilafah sudah hidup di kalangan awam, kalangan simpatisan, hingga ke elit yang membodohi masyarakat menggunakan agama sebagai kedok. []

Berita terkait
0
Kesengsaraan dalam Kehidupan Pekerja Migran di Arab Saudi
Puluhan ribu migran Ethiopia proses dideportasi dari Arab Saudi, mereka cerita tentang penahanan berbulan-bulan dalam kondisi menyedihkan