Harapan Besar Abimana 'Gundala' terhadap Film Indonesia

Aktor film Gundala Abimana Aryasatya memberi harapan besar kepada penonton untuk mengapresisasi sineas lokal demi kemajuan industri film Indonesia.
Aktor film Gundala Abimana Aryasatya saat dijumpai Tagar di Grand Galaxy Park, Bekasi, pada Minggu, 1 September 2019. (Foto: Tagar/Morteza Syariati Albanna).

Bekasi - Pemeran utama film Gundala, Abimana Aryasatya mengungkapkan harapan besarnya terhadap industri perfilman Indonesia di masa yang akan datang. 

Menurut Abi, sapaannya, memang sudah sepatutnya penonton tidak memandang sebelah mata film lokal, apabila layar lebar Indonesia ingin disegani di mata dunia.

Abi kemudian mencontohkan ‘The Science of Fictions’, film arahan Yosep Anggi Noen yang menjadi kado manis untuk HUT RI ke-74 setelah berhasil meraih special mention di Festival Locarno di Swiss, beberapa waktu lalu.

“Apapun filmnya, sebetulnya support film Indonesia, kalau ingin maju. Saya tidak bilang film Gundala saja, tetapi keseluruhan. Maksudnya ada Yosep Anggi Noen harum di luar negeri dengan The Science of Fictions,” kata pria bertubuh jangkung itu saat ditemui Tagar, di Grand Galaxy Park, Bekasi, Minggu, 1 September 2019.

Kita masih harus belajar lagi. Ini proses belajar yang penting banget buat Indonesia, buat Industri filmnya. Semoga ke depannya akan jadi lebih baik lagi.

Dia menilai, dorongan dari para penonton merupakan bagian terpenting bagi sineas lokal untuk terus berkarya. “Dukung film sendiri jika film Indonesia ingin maju, butuh dukungan dari penonton sebetulnya,” ucapnya.

Mengenai perannya di film Gundala, Abi merasa percaya diri dan bahagia setelah didapuk menjadi pemeran utama dalam film superhero Indonesia.

“Tidak canggung, kalau peran ini sudah tanggung jawabnya saja dikasih, dan memang kerjaan saya untuk menyelesaikan tanggung jawabnya, Saya coba maksimalkan saja. Sudah dikasih kesempatan, sudah terima kasih banget sebenarnya,” tutur aktor berusia 36 tahun ini.

Abi merasa senang bisa bekerja sama dengan Sutradara Joko Anwar, karena menjadi aktor film Gundala merupakan tantangan terbaru baginya. 

Sebab, industri film dalam negeri yang berani mengeluarkan tema film superhero lokal masih bisa dihitung dengan hitungan jari.

Joko AnwarSutradara Joko Anwar, saat acara Gala Premier Film Gundala, di XXI Epicentrum, Kuningan, Jakarta, Rabu, 28 AGustus 2019. (Foto: Tagar/ Eno Suratno Wongsodimedjo)

“Sudah pasti senang dan sebetulnya tanggung jawabnya gede banget karena ini masih hal baru (film superhero) bagi industri kita. Kita masih harus belajar lagi. Ini proses belajar yang penting banget buat Indonesia, buat Industri filmnya. Semoga ke depannya akan jadi lebih baik lagi,” kata Abimana Aryasatya.

Seperti diberitakan Tagar sebelumnya, film Gundala akhirnya tayang di bioskop untuk pertama kali pada Gala Premier di XXI Epicentrum Kuningan, pada Rabu, 28 Agustus 2019. 

Tak ubahnya Marvel Cinematic Univers (MCU), film pembuka Jagat Sinema Bumilangit itu menampilkan post credit scene di penghujung cerita, lantaran pada akhir cerita film berdurasi 123 menit itu menampilkan adegan tambahan (post credit scene) sebagai jembatan penghubung dengan film-film berikutnya.

Jagat Sinema Bumilangit diisi kisah epos pahlawan super yang diadaptasi dari komik-komik superhero asli Indonesia meliputi Sri Asih, Godam & Tira, Si Buta Dari Gua Hantu, Patriot Taruna, Gundala Putra Petir, Patriot dan Mandala: Golok Setan.

Superhero IndonesiaFakta Gundala Superhero Indonesia

Untuk Gundala, plot berkisah tentang perjalanan hidup Sancaka alias Gundala (Abimana Aryasatya), yang musti tumbuh besar tanpa kedua orang tua. 

Kegetiran pengalaman hidup yang ia rasakan, membuatnya menjadi sosok yang acuh terhadap ketidakadilan yang ada di sekelilingnya.

Sikap acuh Sancaka kemudian berubah sewaktu tetangganya, Wulan (Tara Basro) mendapat kesulitan lantaran memiliki masalah dengan sejumlah preman pasar. Film juga menceritakan bagaimana sosok Gundala memeroleh kekuatan mengendalikan petir.

Ditemui di acara screening media, Sutradara Joko Anwar mengaku bahagia aksi laga superhero asli Indonesia ini mendapat klasifikasi penonton usia di atas 13 tahun. 

Pasalnya, Gundala dalam benak Joko adalah tokoh milik semua orang, sehingga efek sadisme dalam film dibuat seminim mungkin agar dapat ditonton oleh anak kecil sekalipun.

Keputusan untuk tidak bermain-main dengan efek berdarah-darah dalam tiap adegan pertarungan, diakui Joko sebagai upayanya untuk membuat penonton berimajinasi sendiri dalam menikmati karya terbarunya itu.

"Jadi, ada adegan itu (sadisme), kamera langsung ganti. Karena biar penonton berimajinasi liar," kata Joko di XXI Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, 28 Agustus 2019.

"Adegan fighting kami menyesuaikan (dengan) yang di komik. Jadi enggak ada darah-darah," kata dia.

Film menampilkan banyak aktor dan aktris kenyang pengalaman seperti Ario Bayu (Ghazul), Rio Dewanto (Ayah Sancaka), Hannah Al Rashid (Camar), Lukman Sardi ( Ridwan Bahri), hingga pelakon langganan Hollywood, Cecep Arif Rahman (Suara Batin). []

Baca juga: Rekam Jejak Akting Tara Basro Hingga Film Gundala

Berita terkait
Hilmar Farid: Gundala Jangan Kalah Sama Superman
Hilman Farid Setiadi mengatakan sebanyak 60 persen wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Indonesia adalah untuk menikmati kebudayaan.
Curhat Muzakki Ramdhan, Sancaka Kecil di Film Gundala
Muzakki Ramdhan, pemeran Sancaka Kecil di Film Gundala curhat mengenai proses syuting epos superhero karya sutradara Joko Anwar itu.
Tayang Hari Ini, Ada Post Credit Scene di Film Gundala
Seperti MCU, Film Gundala sebagai pembuka Jagat Sinema Bumilangit menampilkan post credit scene di penghujung cerita.
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.