Jakarta - Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meninjau tindak tanduk Front Pembela Islam (FPI) sebelum mengambil keputusan ihwal perpanjangan izin surat teterangan terdaftar (SKT) Ormas.
Ormas juga tidak boleh mengungsikan dirinya seperti penegak hukum, berfungsi sebagai keamanan.
Menurut Ace, surat pernyataan setia kepada Pancasila-NKRI tidaklah cukup bila jejak tabiat ormas luput dari unsur penilaian penerbitan perpanjangan SKT.
"Pemerintah harus melihat juga rekam jejak dari setiap organisasi, apapun termasuk FPI selama ini. Karena yang dilihat sebetulnya bukan hanya kesetiaan kepada pancasila," kata Ace di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta pada Kamis 28 November 2019.
Ace mengatakan larangan untuk ormas jelas dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2017. Namun, selama ini ada saja yang melanggar. Terlebih menganggap sebelah mata pasal 59 ayat 3 huruf d dalam Perpu tersebut.
Pasal 59 ayat 3 huruf d berbunyi, ormas dilarang: melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Aturan itu menjelaskan, "kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum" adalah tindakan penangkapan, penahanan dan membatasi kebebasan bergerak seseorang karena latar belakang etnis, agama dan kebangsaan yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
"Di dalam UU tentang organisasi atau ormas itu juga disebutkan bahwa ormas juga tidak boleh mengungsikan dirinya seperti penegak hukum, berfungsi sebagai keamanan," katanya.
Diterobosnya Pasal 59 ayat 3 huruf d oleh sejumlah ormas, kata Ace, patut menjadi catatan penilaian proses perpanjangan SKT yang ditinjau lewat aturan yang berlaku.
"Kami tentu berharap bahwa dalam hal memberikan izin kepada organisasi seperti FPI, harus mengacu kepada UU," ujarnya.
Ace kemudian menegaskan agar Tito memperhatikan masalah lain yang bergulir saat ini terkait FPI, yaitu Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) FPI tahun 2013. Dalam Pasal 6 AD/ART FPI, ormas bermarkas di Petamburan Jakarta tersebut melanggar aturan hukum yang dilandaskan idelogi negara lantaran penyebutan soal khilafah.
"Oleh karena itu harus secara tegas, di AD/ART bahwa dia adalah organisasi yang berasas pancasila dan UUD 45. Tidak boleh ada asas yang lain, karena itu adalah aturan," tutur dia.