Gaya Baru Politik Uang di Pemilu, Ada Lewat Go Pay

Seiring perkembangan zaman, semakin canggih modus politik uang di Pemilu 2019. Terbaru, menggunakan go pay.
Ilustrasi. (Foto: Pixabay)

Yogyakarta - Seiring perkembangan zaman, semakin canggih pula modus money politics atau politik uang. Terbaru, ada yang menggunakan go pay. Tentunya ini menjadi tantangan besar di saat Indonesia sedang membangun demokrasi tanpa money politics. 

Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM Yogyakarta Mada Sukmajati mengatakan, money politics tidak lagi hanya menggunakan cara-cara konvensional. Satu suara dihargai satu amplop berisi uang pecahan Rp 20.000 sampai Rp 100.000 saja.

Money politics tidak hanya pemberian sembako, doorprize melainkan juga dalam bentuk lainnya. "Memang (money politics) yang konvensional itu masih mendominasi, point penting saya, modus money politics semakin variatif," jelasnya saat dihubungi TagarNews, Selasa 16 April 2019.

Menurut dia, money politics dalam bentuk lain berupa dana saksi di luar TPS. Itu hanya salah satu contoh saja. Contoh lain yakni money politics berbasis aplikasi. "Money politics itu berupa pemberian go pay," tegasnya.

Dia mengakui, memang tidak semua "calon penerima money politics" memiliki aplikasi berbasis teknologi ini. Tapi setidaknya ini merupakan gaya baru money politics. "Sukar menangkapnya tapi ada faktanya," imbuhnya.

Dia mengungkapkan, money politics yang memanfaatkan kecanggihan teknologi ini menjadi keprihatinan bersama. Pasalnya, bentuk money politics yang semakin variatif ini tidak diimbangi dengan regulasi yang mumpuni.

"Dari pemilu ke pemilu regulasinya tidak banyak berubah, sementara teknologi berkembang pesat. Pelaku (money politics) memanfaatkan itu. So, regulasi harus menyesuaikan perkembangan yang ada," papar Mada.

Menurut dia, saat ini tidak hanya money politics yang semakin variatif. Momen-momen krusial saat menjelang pencoblosan juga dimanfaatkan para pelaku. "Tidak hanya serangan fajar lho. Waspadai juga serangan Dhuha dan serangan Dzuhur," tegasnya.

Apalagi, kata dia, Pemilu 2019 ini untuk pertama kalinya Pilpres dan Pileg digelar bersamaan. Pemilih mendapatkan lima surat suara (presiden-wakil presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota).

Menurut dia, dari simulasi KPUD belum lama ini, dengan lima surat suara itu butuh waktu lebih lama di bilik suara. Dampaknya, antrean dari pemilih tidak bisa dihindari. "Nah, saat itulah mereka (pelaku money politics) bergerak mencari mangsa," katanya.

Memang, saat titik kritis itu, transaksi money politics lebih banyak yang konvensional seperti uang atau sembako. "Apapun itu, money politics yang sudah mengalami perluasan sedemikian rupa perlu ditangkal," pintanya. 

Artinya, saat berangkat ke TPS ada serangan Dhuha, saat dalam antrean di TPS itu serangan Duhur. "Itu adalah momennya  bertransaksi money politics. Itu adalah titik kritisnya," ungkapnya.

Memang, saat titik kritis itu, transaksi money politics lebih banyak yang konvensional seperti uang atau sembako. "Apapun itu, money politics yang sudah mengalami perluasan sedemikian rupa perlu ditangkal," pintanya.

Komisoner Bawaslu DIY Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran, Sri Rahayu Werdiningsih mengatakan sampai saat ini pelanggaran Pemilu berupa money politics yang tertangkap masih dalam gaya konvensional. Kasus yang ditangani salah satunya pembagian doorprize.

"Money politics di DIY contohnya di Bantul. Satu kasus berupa pembagian doorprize. Sudah diputus dan mempunyai kekuatan hukum tetap," kata dia.

Perempuan yang akrab disapa Cici ini mengungkapkan, untuk money politics berbasis aplikasi seperti pemberian go pay belum pernah ditemukan di DIY. "Belum ada," tandasnya.

Baca juga: 

Berita terkait
0
Harga Emas Antam di Pegadaian, Rabu 22 Juni 2022
Harga emas Antam hari ini di Pegadaian, Rabu, 22 Juni 2022 untuk ukuran 1 gram mencapai Rp 1.034.000. Simak rincian harganya sebagai berikut.