Jakarta – Ketua Umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Muhammad Asrul turut memberikan komentar terkait pemutaran film sejarah Gerakan 30 September (G30/S) PKI.
Menurutnya, film yang diproduksi Pusat Produksi Film Negara (PPFN) ini kental dengan nuansa politik dan tidak dikuatkan dengan bukti-bukti sejarah.
Asrul mengingatkan, bahwa sebelumnya pemutaran film tersebut pada masa Presiden Bacharudin Jusuf Habibie sudah dilarang untuk ditayangkan dan dikonsumsi publik.
Pasalnya, kata dia, film yang disutradarai Arifin C Noer itu tidak didukung bukti-bukti sejarah yang autentik.
Lanjutnya, pembuatan film G30/S PKI sudah jelas merupakan kepentingan politiknya orde baru (orba).
Dasar itu tentu menjadi dorongan yang kuat bahwa tontonan semacam itu sangat tidak relevan lagi untuk dijadikan referensi sejarah bangsa.
“Film ini sengaja diproduksi dalam sudut pandang penguatan penguasa orde baru di awal kekuasaannya. Jadi film ini tidak perlu lagi untuk diputar di era sekarang,” kata Asrul saat diwawancarai Tagar, Minggu, 27 September 2020.
Sudah seharusnya generasi muda diwariskan dengan sejarah-sejarah yang didukung dengan bukti-bukti yang autentik
Asrul menilai, pengulangan pemutaran film G30/S PKI setiap tahunnya jelas berbau politis. Apalagi, kata dia, setiap bulan September pasti isu soal PKI selalu menguat.
“Soal muatan politis pastilah. Apalagi dalam situasi politik sekarang yang terkonfigurasi,” kata dia.
Asrul mengatakan, dalam situasi ini, seharusnya negara mempunyai suatu keberanian untuk meluruskan sejarah G30/S PKI itu sendiri.
Sehingga seluruh bangsa, khususnya kaum muda, bisa tercerahkan dari sejarah yang sebenarnya terjadi pada peristiwa yang mencekam pada 1965/66 kala itu.
Asrul juga menyebut, penggalian terhadap perjalanan sejarah bangsa Indonesia sendiri masih sangat lemah. Ditambah lagi sejak zaman kolonial Belanda banyak kisah sejarah dikaburkan.
“Sudah seharusnya generasi muda diwariskan dengan sejarah-sejarah yang didukung dengan bukti-bukti yang autentik,” ujarnya.
Selanjutnya, mengenai pemutaran film yang dirilis pada 1984 ini, Asrul memberi pesan agar dibuktikan dengan kebenaran sejarah yang autentik dan harus secara universal. Tidak dalam perspektif satu pihak (orba) saja.
Kemudian, jika sudah terungkap fakta dan kebenarannya, perlu juga nanti ditransformasi menjadi film yang lebih milenial dan modern.
“Tapi sekali lagi kutegaskan, film ini harus dibuktikan dulu kebenaran sejarahnya,” ucapnya.[]