Ferdinand Hutahaean Komentari Gugatan BPN Prabowo

Ferdinand Hutahaean mengomentari poin tuntutan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam gugatannya ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ferdinand Hutahaean juga terlibat dalam pembuatan video klip untuk dukungan terhadap Prabowo. (Foto : Twitter/@Ferdinand_Haean)

Jakarta - Kadiv Advokasi dan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean mengomentari poin tuntutan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam gugatannya ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Ferdinand menilai, terdapat poin gugatan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi yang menunjukkan adanya ketidakselarasan pada petitum yang tertuang dalam permohonan poin enam dan tujuh.

Menurut dia, terkait dengan permintaan BPN agar MK memerintahkan termohon, dalam hal ini adalah KPU mengeluarkan keputusan seketika, menetapkan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2019-2024, menjadi agak rancu. Sebab, pada poin berikutnya, termohon justru mendesak dilakukan pemilu ulang.

"Tetapi di petitum ke-7 ada juga permohonannya (BPN) meminta untuk melakukan pemungutan suara ulang, meskipun di sana ada kata ‘atau’ di dalam poin 6 itu," kata Ferdinand kepada Tagar, Rabu 29 Mei 2019.

"Sebaiknya mintakan saja keputusan untuk menang dan ditetapkan. Tidak usah meminta pemungutan suara ulang, sehingga melemahkan petitum itu sendiri," ujar dia.

Ferdinand kemudian menyoroti poin di mana terdapat desakan untuk mendiskualifikasi capres-cawapres nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf sebagai peserta Pilpres 2019. Menurut dia, hal tersebut sangat mungkin dilakukan, sepanjang Tim Kuasa Hukum BPN dapat membuktikan pasangan calon (paslon) 01 telah melakukan kecurangan pemilu secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

"Apabila itu bisa dibuktikan di dalam persidangan, tentu Jokowi-Ma'ruf bisa didiskualifikasi. Meskipun hal ini sangat sulit dan tidak mudah, karena menyangkut perjalanan Pilpres yang memang hanya diikuti oleh 2 orang (Jokowi vs Prabowo). Jadi membuktikan ini tidak mudah. TSM seperti apa? Ini harus bisa dibuktikan semua. Maka kemungkinan diskualifikasi pun sangat mungkin terjadi," jelasnya.

Jadi saran saya kepada lawyer dari BPN: Bambang Widjojanto dan Denny Indrayana, fokus kepada pembuktian terkait dengan dalil yang disampaikan, agar petitum bisa dipenuhi oleh Mahkamah Konstitusi.

Sementara itu, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Dini Purwono, mengapresiasi langkah BPN yang melaporkan sengketa Pemilu 2019 ke Mahkamah Konstitusi. Hal tersebut menurutnya lebih terhormat, ketimbang melancarkan aksi protes di jalanan yang melibatkan masyarakat. 

"Kita menghormati keputusan BPN mengajukan permohonan ke MK terkait hasil perhitungan suara pilpres dalam pemilu yang baru saja berlalu. Kita juga mengapresiasi langkah ini karena ini lah jalur yang benar, sesuai dengan konstitusi. Bukan dengan cara demo yang melibatkan kekerasan dan bersifat anarkis. Apapun yang dimohonkan oleh BPN kepada MK sah-sah saja," ujar Dini kepada Tagar, Rabu 29 Mei 2019.

Menurut Dini, dengan selisih kemenangan sangat besar yakni 16.957.123 suara, tidak mudah bagi BPN untuk membuktikan tuduhan kecurangan terstruktur, sistematis dan masif ke TKN.

"Perlu dicatat, seandainya pun terjadi kecurangan, maka MK akan menghitung apakah jumlah suara hasil kecurangan berdampak pada kekalahan paslon 02. Kalau ternyata jumlah suara hasil kecurangan tersebut tidak signifikan, jumlah suara paslon 01 tetap lebih besar dari jumlah suara paslon 02 setelah dikurangi jumlah suara hasil kecurangan, maka paslon 01 akan tetap dinyatakan sebagai pemenang pemilu," Dini menjelaskan.

Permohonan gugatan sengketa PHPU yang diajukan Prabowo-Sandi ke MK, sebanyak tujuh poin menjadi petitum atau tuntutan yang perlu diketahui, yaitu.

  1. Mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya;
  2. Menyatakan batal dan tidak sah Keputusan KPU Nomor 987/PL.01.08-KPT/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden, Anggota DPRD, DPD tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Nasional di Tingkat Nasional dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019;
  3. Menyatakan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan pemilu secara terstruktur, sistematis dan masif;
  4. Membatalkan (mendiskualifikasi) pasangan calon presiden dan wakil nomor urut 01, Presiden H Joko Widodo dan KH Mar'uf Amin sebagai Peserta Pilpres 2019;
  5. Menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 H Prabowo Subianto dan H Sandiaga Salahudin Uno sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode tahun 2019-2024;
  6. Memerintahkan kepada Termohon untuk seketika untuk mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan H Prabowo Subianto dan H Sandiaga Salahudin Uno sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode tahun 2019-2024, atau;
  7. Memerintahkan Termohon untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang secara jujur dan adil di seluruh wilayah Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22e ayat 1 UUD 1945.
Berita terkait
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.