Jakarta - Anggota Komisi I DPR Fadli Zon nampak merespons kritik Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah terkait mengemukanya instruksi dari Kepala Dinas Pendidikan Bangka Belitung Muhammad Soleh kepada para siswa SMA atau SMK untuk membaca buku karya Felix Siauw berjudul "Muhammad Al-Fatih 1453".
Salah satu menifestasi 'Islamofobia' yang menjangkiti kalangan tertentu.
Bagi Politisi Partai Gerindra itu, Sultan Mehmet II atau Fatih adalah pahlawan besar umat Islam dalam menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453.
"Waktu itu usianya masih 21 tahun. Kok Bro Basarah takut siswa membaca buku ini? Salah satu menifestasi 'Islamofobia' yang menjangkiti kalangan tertentu," cuit Fadli Zon dalam akun Twitter-nya seperti dilihat Tagar, Minggu, 4 Oktober 2020.
Baca juga: Ahmad Basarah Melawan Buku Felix Siauw, Ingatkan Ada Sanksi ASN
Sebelumnya, Ahmad Basarah menganggap Felix Siauw adalah tokoh organisasi Hizbut Tahrir Indonesia atau (HTI), yang telah dibubarkan oleh pemerintah, karena asas organisasinya dianggap berlawanan dengan Pancasila.
Dia menilai wajar saja jika mencuat kontroversi lantaran tak sedikit orang menduga buku Muhammad Al-Fatih 1453 menjadi bagian dari propaganda terselubung pengusung ideologi transnasional.
Politisi PDI Perjuangan (PDIP) itu kembali menegaskan, buku tersebut menjadi kontroversial lantaran ditulis oleh salah seorang tokoh organisasi berideologi khilafah.
Baca juga: PDIP Dianggap Partai Komunis, Ahmad Basarah: Fitnah
Kepala Dinas Pendidikan Bangka Belitung Muhammad Soleh sebelumnya menginstruksikan para siswa SMA atau SMK di Bangka Belitung membaca buku Felix Siauw tentang sejarah ketujuh Turki Utsmani, kemudian merangkumnya untuk selanjutnya tugas tersebut dikumpulkan ke sekolah masing-masing.
Setelah itu, semua sekolah harus melaporkan hasil rangkuman siswa ke Kantor Cabang Dinas Pendidikan di Kepulauan Bangka Belitung untuk diteruskan ke Dinas Pendidikan. Setelah gaduh, instruksi itu pun saat ini telah dicabut.
Menurut Basarah, dalam konteks ini masih banyak tokoh masa lampau yang juga dapat diteladani para siswa, semisal Pangeran Diponegoro, Teuku Umar, K.H. Hasyim Asy'ari, Bung Karno, Bung Tomo, atau ketokohan Jenderal Soedirman.
"Kisah-kisah keteledanan mereka lebih punya alasan untuk siswa dan siswi diwajibkan membacanya," kata Ahmad Basarah kepada wartawan di Jakarta, dikutip Tagar, Sabtu, 3 Oktober 2020. []