Edy Rahmayadi Tak Setuju Ada KJA di Danau Toba

Edy Rahmayadi mengaku tidak bisa berbuat banyak untuk mengatasi banyaknya keramba jaring apung (KJA) di perairan Danau Toba.
Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi.(Foto: Tagar/Reza Pahlevi)

Medan - Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi mengaku tidak bisa berbuat banyak untuk mengatasi banyaknya keramba jaring apung (KJA) di perairan Danau Toba. Sebab, segala perizinannya merupakan kewenangan pemerintah pusat.

"Mengenai KJA di perairan Danau Toba, perizinannya ada di pusat (pemerintah pusat), jadi saya tidak bisa berbuat banyak untuk itu," kata Edy, ditemui Tagar seusai rapat paripurna laporan pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Sumut Tahun 2019 di gedung DPRD Jalan Imam Bonjol, Medan pada Rabu, 17 Juni 2020.

Namun, meski perizinannya merupakan kewenangan pemerintah pusat, Edy mengaku sudah meminta secara resmi agar keberadaan KJA tidak semakin banyak. Mantan Panglima Kodam I Bukit Barisan ini dengan tegas tidak setuju keberadaan keramba di perairan Danau Toba.

"Saya sudah buat surat dan saya tidak setuju ada KJA di Danau Toba. Tapi kenyataannya bagaimana, wewenangnya gubernur hanya sebatas di situ," katanya.

Selain itu kata Edy, dirinya sudah menganjurkan jangan bertambah lagi keberadaan KJA dari yang ada saat ini. Bahkan, pihaknya meminta dilakukan evaluasi dan perlu dikaji kembali oleh pemerintah pusat.

"Danau Toba adalah destinasi pariwisata internasional, bagaimana pariwisata mau datang dan berkembang kalau air tercemar," tukas Edy.

Danau Toba sekarang banyak alga dan sangat kotor. PH air juga tidak stabil

Sebelumnya, desakan menolak jaring apung ada di Danau Toba datang dari Boasa Simanjuntak. Dia meminta bupati di seluruh Kawasan Danau Toba menolak perusahaan yang ingin mengeksploitasi dengan cara-cara merusak alam, ekosistem, dan air danau terbesar di Indonesia itu.

KJA AquafarmKeramba jaring apung milik PT Aquafarm Nusantara yang sudah berubah menjadi PT Regal Spring Indonesia di perairan Danau Toba. (Foto: Tagar/Istimewa)

Sebab, tindakan pengerusakan oleh perusahaan-perusahaan yang ada selama ini sudah berada di titik kritis.

"Saya tegaskan kepada seluruh bupati yang memiliki kawasan Danau Toba agar menutup apapun untuk keramba jaring apung," katanya dihubungi Tagar, Selasa, 9 Juni 2020.

Boasa menyebut, dirinya tidak berniat menghalangi pembangunan, tetapi keberadaan keramba jaring apung sudah terbukti merusak air dan ekosistim di Danau Toba. Sehingga menurutnya, tidak ada lagi tempat bagi perusahaan pemilik KJA di Danau Toba.

Selain melayangkan protes soal KJA, Boasa mengaku dirinya juga akan menyurati perusahaan bubur kayu PT Toba Pulp Lestari di Porsea, Kabupaten Toba.

"Setelah ini surat akan kami layangkan ke TPL. Setiap hal apakah bentuk perusahaan yang merugikan alam, tanah, air dan lingkungan ini harus dihentikan tanpa alasan apapun. Karena kami melihat keberadaan TPL juga belum lulus mutu belum lulus uji. Artinya membawa dampak pengerusakan alam, ekosistem udara," ungkap Boasa.

Kemudian, Ratnauli Gultom, pelaku wisata di Kawasan Danau Toba juga menyatakan penolakan terhadap keberadaan KJA. Menurut Ratna, keberadaan perusahaan yang ada di kawasan di Danau Toba selama ini justru merusak lingkungan.

"Perusahaan yang berada di sana (kawasan danau Toba) telah membuat air danau itu kotor dan tercemar. Danau Toba sekarang banyak alga dan sangat kotor. PH air juga tidak stabil," ungkapnya.[]

Berita terkait
Minta Bantuan ke Perusak Danau Toba Tindakan Sinting
Salah seorang pelaku usaha di Kawasan Danau Toba menolak Gubernur Sumatera Utara meminta bantuan ke perusahaan yang merusak lingkungan.
Gubsu Minta Bantuan ke Perusahaan Perusak Danau Toba
Ketua Jendela Toba menyesalkan Gubernur Sumatera Utara meminta bantuan dari perusahaan yang merusak ekosistem di Kawasan Danau Toba.
Semua Bupati di Danau Toba Didesak Tolak KJA Aquafarm
Boasa Simanjuntak, yang dikenal sebagai penggerak aksi #SaveBabi meminta bupati di Kawasan Danau Toba menolak perusahaan perusak alam.