Dua Dosen Ini Gugat Kampus Tempatnya Mengajar Rp 4,5 Miliar, Kenapa?

Ini alasan dua dosen, kenapa menggugat Rp 4,5 miliar pada kampus tempatnya mengajar belasan tahun.
Prosesi sidang dua dosen versus kampus tempatnya mengajar, dosen Herliana Rosika (35) dan Yuliadi (36) menggugat kampus tempatnya mengajar di Pengadilan Negeri Mataram setelah diminta mengganti biaya pendidikan yang dikeluarkan pihak kampus yang menyekolahkan keduanya. (Foto: Tagar/Harianto Nukman)

Mataram, (Tagar 18/2/2019) - Herliana Rosika (35) dan Yuliadi (36) dosen di sebuah perguruan tinggi swasta di Mataram, menggugat kampus tempatnya mengajar tersebut di Pengadilan Negeri Mataram setelah diminta mengganti biaya pendidikan yang dikeluarkan pihak kampus yang menyekolahkan keduanya.

Meski sejatinya meningkatkan kapasitas, kapabilitas tenaga kependidikan termasuk peningkatan jenjang pendidikan dosen apalagi yang berstatus dosen tetap di institusi pendidikan menjadi kewajiban lembaga.

Diduga masih ada sejumlah dosen yang mengalami nasib yang sama, namun baru dua dosen yang melakukan upaya gugatan.

Keduanya adalah dosen yang mengajar sudah hampir 11 tahun, dengan mata kuliah keahlian sistem informasi komputer.

"Sudah kewajiban mereka membiayai tenaga kependidikan apalagi status mereka itu dosen tetap, karena syarat dosen mengajar adalah harus minimal kulifikasi S2. Saya dan beberapa teman lainnya dikuliahkan, jadi bukan keinginan kami sepenuhnya tapi murni karena kepentingan kampus," jelas Herliana Rosika, Senin (18/2).

Setelah dikuliahkan kedua dosen mengabdi, kemudian sudah mengabdi sesuai ketentuan yang dipersyaratkan kampus.

Namun ketika akan pindah mengajar, kedua dosen ini tercengang karena diminta ganti rugi seluruh biaya kuliah sebesar Rp 70 sampai 100 juta.

"Ini kan aneh, kami sudah mengabdi sesuai perjanjian, tapi ketika kami sudah tidak cocok dan memilih mengajar di kampus lain, kok kami diperas dengan alasan ganti rugi," ujar Yuliadi.

Ganti rugi yang dihitung meliputi biaya kuliah, penyusunnya tesis dan biaya lain-lain. Padahal kuliah yang ditempuh kuliah jarak jauh dan sepenuhnya kemauan kampus karena dengan peningkatan kualifikasi dosen justru akan mempengaruhi kualitas kampus.

Kuasa hukum kedua penggugat, Abdul Hanan menyatakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan institusi pendidikan tempat kedua kliennya itu mengajar adalah menahan ijazah para dosen, dan tidak memberikan surat keterangan lulus, serta penggunaan nama kedua penggugat sebagai dosen aktif, padahal sudah tidak aktif dua tahun silam.

"Kita gugat Rp 4,5 miliar atas perbuatan melawan hukum menahan ijazah, menggunakan nama kedua penggugat sebagai dosen aktif padahal sudah tidak mengajar di sana, tidak memberikan lulus butuh, sebagai persyaratan dosen mengajar di tempat lain," jelas Hans panggilan akrab pengacara ini.

Selain itu permintaan ganti rugi dinilai pengacara penggugat, sebagai  mengada-ada dan inkonstitusional, tidak sesuai peraturan Menristek Dikti dan UU Sisdiknas.

"Lembaga pendidikan itu bukan lembaga bisnis, apalagi harus pakai ganti rugi itu kan namanya pemerasan. Terlebih tergugat ini kan ketua APTISI NTB, seharusnya memberikan contoh yang baik, ini justru tidak mengindahkan edaran Menteri Riset Dikti," imbuhnya.

Sementara ketua pihak kampus tergugat berinisial LDB melalui kuasa hukumnya, Burhanudin menyatakan kedua dosen ini sudah tidak aktif mengajar karena pelanggaran peraturan mulai dari jarang masuk, terlambat yang merugikan mahasiswa dan lembaga pendidikan.

Adapun penahanan ijazah terakhir karena adanya perjanjian tertulis pihak kampus dengan kedua oknum dosen ini yang tidak dijalankan.

"Ada perjanjiannya itu. Jadi ada ketentuan mereka harus mengganti rugi biaya kuliah, kalau berhenti mengajar," jelasnya singkat.

Sayangnya kuasa hukum tidak memperlihatkan surat perjanjian yang dimaksud. Namun, berdasarkan keterangan kedua dosen penggugat bahwa perjanjian memang ada tapi di bawah tangan dan sama sekali tidak mengatasnamakan lembaga.

Kedua penggugat yang sudah menyatakan sertifikasi dosen keahlian sistem informasi komputer ini berharap majelis hakim memutus dengan seadil-adilnya sehingga hak-hak mereka dapat diperoleh kembali.

"Kami butuh surat lulus butuh, dan ijazah kami dikembalikan pihak kampus," harap kedua dosen ini. []

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.