Jakarta - Seorang anggota TNI Prada Agus Kurnia tewas setelah diserang oleh Kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).
Kematian Prada Agus Kurnia menyusul 46 anggota TNI yang telah lebih dulu gugur selama menjalankan tugas dalam konflik berkepanjangan di Papua.
Klaim sepihak pemerintah tentang keberhasilan otonomi khusus nyatanya tak membuat gerakan-gerakan makar di Papua berhenti
Anggota Komisi I DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sukamta, menyampaikan turut berduka cita atas meninggalnya Prada Agus Kurnia.
"Saya secara pribadi dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI, turut berduka cita atas meninggalnya Prada Agus Kurnia. Semoga Prada Agus Kurnia diberikan balasan terbaik oleh Tuhan dan keluarga diberikan kesabaran, amin," kata Sukamta kepada Tagar, Senin, 11 Januari 2021.
Wakil Ketua Fraksi PKS ini menegaskan, konflik Papua harus segera diakhiri. Sebab, kata dia, ratusan nyawa melayang sia-sia, kerugian mencapai triliunan rupiah akibat konflik berkepanjangan ini.
"Lagi-lagi kami harus menyampaikan bahwa negara gagal hadir di tanah Papua. Selama 10 tahun terakhir konflik bukan semakin membaik namun semakin memburuk. Klaim sepihak pemerintah tentang keberhasilan otonomi khusus nyatanya tak membuat gerakan-gerakan makar di Papua berhenti," ujarnya.
Dia mengatakan, salah satu rencana pemerintah adalah pemekaran wilayah. Lantas, dia menyebut pihaknya akan terus mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam perkara pemekaran.
"Jangan sampai pemekaran bertujuan untuk merebut lahan-lahan milik rakyat Papua. Kami mendapatkan kabar mengenai perusahaan kelapa sawit yang mengelola puluhan ribu hektar lahan yang berdampak hilangnya hak ulayat warga Papua," tuturnya.
"Ini bukti tanah Papua selama ini hanya jadi lahan eksploitasi walaupun dalihnya pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua," kata Sukamta menambahkan.
Dalam keterangan tertulisnya, dia menyebut bahwa pendekatan pemerintah dalam konflik Papua belum menyentuh akar permasalahan.
Akar masalah itu antara lain diskriminasi dan rasialisme. Selain itu, katanya, pembangunan belum mengangkat kesejahteraan orang asli Papua, pelanggaran HAM serta terkait status dan sejarah politik di daerah tersebut.
"Otonomi khusus sudah berjalan hampir 20 tahun tetapi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua masih tertinggal dari daerah lain, padahal sudah puluhan triliun anggaran disalurkan. Kasus penembakan pendeta Yeremia Zanambani menjadi kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia terbaru di antara kasus HAM lain yang sudah terjadi bertahun tahun lalu di Papua," ucapnya.
Oleh sebab itu, legislator dapil Yogyakarta ini mendesak pemerintah untuk segera menyatukan berbagai desk Papua di berbagai kementerian dalam satu koordinasi di bawah presiden secara langsung atau bahkan membuat kementerian khusus Papua dan Indonesia Timur.
Menurutnya, hal ini perlu segera dilakukan agar koordinasi penanganan Papua bisa dilakukan secara lebih komprehensif. Sehingga rakyat Papua betul-betul merasakan pembangunan bukan hanya segelintir orang yang menjadi pejabat atau pendatang.
- Baca juga: Hendak Tangkap Orang di Yogyakarta, Polisi Papua Dikeroyok OTK
- Baca juga: Gereja-gereja Indonesia Desak Pemerintah Setop Kekerasan di Papua
"Saat ini yang masih menonjol pendekatan keamanan. Ini penting namun, persoalan kemanusiaan, pendidikan, kesehatan dan penumbuhan ekonomi rakyat juga tidak kalah penting. Pelibatan warga Papua dalam proses ini juga mutlak dilakukan. Saya yakin mayoritas warga Papua tetap ingin bersama NKRI. Sekarang tinggal bagaimana pemerintah sungguh-sungguh mengatasi akar masalah yang ada, ini yang akan pengaruhi masa depan Papua," kata Sukamta.[]