Jakarta - Banyak pihak berkontribusi menghasilkan produk inovasi penanganan Covid-19, seperti alat tes CePAD dari Unpad, ventilator dari Universitas Indonesia (UI) dan Institut Teknologi Bandung (ITB), dan alat test GeNose dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Beberapa di antaranya sudah mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Melihat itu, anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah memperlihatkan keberpihakan dan mendukung karya inovatif lembaga riset dalam negeri.
Mengapa membuang waktu dan anggaran besar guna mendatangkan alat kesehatan atau obat dari luar jika di dalam negeri tersedia
"Seperti GeNose, Cepad, dan Vent-i. Para inventor telah bekerja keras mencari solusi atas persoalan penanganan pandemi sebagai wujud kepedulian dan kontribusi pada bangsa. Upaya ini harus diapresiasi oleh pemerintah dengan memberi dukungan produksi dan distribusinya," kata Netty, Jakarta, Senin, 8 Februari 2021.
Menurutnya, budaya mencari solusi atau problem solving yang dilakukan lembaga riset harus dikembangkan dengan memberi dukungan pembiayaan penelitian.
Netty juga menyayangkan anggaran Kemenristek/BRIN Th 2020 hanya Rp 2,4 triliun dari semula Rp 42,1 triliun akibat peralihan nomenklatur pendidikan tinggi yang kembali ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Anggaran riset dan pengembangan kita masih di angka 0,25 persen dari PDB, lebih rendah dari Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Apalagi jika dibandingkan negara maju yang bisa menyediakan minimal 2 persen total PDB untuk riset. Bagaimana bisa terwujud Indonesia maju dan ekonomi unggul tahun 2045, jika perhatian terhadap riset masih kurang," ujarnya.
Dia berpendapat, anggaran harus ditingkatkan agar kualitas produk dan varian inovasi semakin meningkat sehingga mampu mendukung lahirnya kebijakan publik yang tepat dan berdampak luas.
Ketua DPP PKS Bidang Kesos ini juga meminta pemerintah merevitalisasi riset produktif Indonesia yang tersebar di berbagai kementerian dan lembaga.
"Pemerintah juga harus mengoptimalkan dana abadi riset senilai 5 trilliun untuk tujuan memprioritaskan jenis riset dan penyalurannya. Tunjukkan keberpihakan pemerintah mengatasi research gap antara hasil riset dan proses industrialisasi dan distribusi produk ke pasar," tuturnya.
"Pemerintah harus membeli dan menggunakan hasil riset dalam negeri yang berkualitas, lebih murah dan mudah diakses. Mengapa membuang waktu dan anggaran besar guna mendatangkan alat kesehatan atau obat dari luar jika di dalam negeri tersedia," kata Netty menambahkan.
Terkait dengan produk GeNose sebagai alat testing yang mendapat catatan dari pakar epidemiologi, Netty berpendapat, pemerintah dan inventor harus terbuka dengan masukan ilmiah dan kritik dari para pakar.
- Baca juga: Kemenko Marves Jelaskan Soal 2 Juta Data Covid Belum Dientri
- Baca juga: Jadwal Vaksinasi Covid- 19 Perdana untuk Nakes Lansia
"Tindak lanjuti kritik dengan penelitian lebih dalam untuk memastikan kadar ilmiahnya. Untuk sementara, tidak ada salahnya menggunakan GeNose sebagai tes pendukung Swab PCR Test yang diakui WHO, sampai ada bukti dan temuan lebih lanjutnya," ucap Netty.[]