DPR Desak Tarif Tol Jakarta-Cikampek Diturunkan

DPR mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang kenaikan tarif Tol Jakarta-Cikampek.
Ilustrasi Jalan Tol. (Foto: Antara)

Jakarta - Wakil Ketua Komisi V DPR Sigit Sosiantomo mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang kenaikan tarif Tol Jakarta-Cikampek sebab sistem yang berlaku saat ini dinilai membebani pengguna tol.

"Pemberlakuan tarif sistem terbuka ini menyebabkan pengguna jalan dengan jarak dekat harus membayar tarif merata (jarak jauh dekat sama) yaitu sebesar Rp12.000. Formulasi pentarifan seperti ini menyebabkan ada kenaikan tarif tol yang melebihi ketentuan UU," ujar Sigit Sosiantomo dalam rilis di Jakarta, Rabu 29 Mei 2019.

Sigit mengatakan dalam pasal 48 dan penjelasan UU No.38 tahun 2004 tentang Jalan sudah ditetapkan formulasi evaluasi tarif tol yaitu tarif baru adalah tarif lama ditambah inflasi, sementara formulasi pentarifan dengan sistem terbuka yang diterapkan Jasa Marga selaku operator tol Jakarta-Cikampek melebihi aturan tersebut.

Selain laju inflasi, kenaikan tarif tol juga harus mempertimbangkan kemampuan bayar pengguna jalan, besar keuntungan biaya operasi kendaraan, dan kelayakan investasi.

Di sisi lain, kata politikus PKS itu, Standar Pelayanan Minimal (SPM) jalan Tol Jakarta-Cikampek kerap tidak terpenuhi karena kemacetan parah.

"Atas dasar apa BPJT menyetujui kenaikan tol jarak pendek ini. Padahal justru yang jarak pendek ini SPM-nya tidak terpenuhi. Sering macet," ujarnya.

Menurut dia, selama kurun waktu sebulan terakhir ini tercatat sudah tiga kali kemacetan parah terjadi bahkan hingga 22 kilometer.

Sigit menilai alasan pemerintah mengurangi pengguna tol jarak pendek dengan menaikkan tarif merugikan pengguna tol.

Dia berpendapat bahwa untuk mengurangi volume kendaraan di Tol Jakarta-Cikampek sebaiknya diberlakukan sistem ganjil-genap.

Oleh sebab itu, Sigit mendesak pemerintah untuk segera membatalkan kenaikan tarif Tol Jakarta-Cikampek yang mulai diberlakukan pada 23 Mei 2019.

"Pemerintah harus membatalkan kenaikan tarif  Tol ini. Buat kajian komprehensif dulu dan meminta pendapat publik. Kenaikan hanya dimungkinkan jika sesuai inflasi, bukan kenaikan seperti ini yang membebani masyarakat apalagi menjelang mudik," pungkas.

Baca juga:

Berita terkait
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.