Dolar Naik, Tak Pengaruhi Perilaku Konsumtif Kelas Menengah

Sepekan terakhir, nilai tukar dolar AS menguat terhadap rupiah. Apakah kalangan kelas menengah terpengaruh?
Petugas memperlihatkan uang pecahan dolar Amerika Serikat di gerai penukaran mata uang asing, Jakarta, Kamis (6/9/2018). Kondisi nilai tukar rupiah kembali tergerus terhadap dolar AS dan menembus angka Rp 14.817,00, per dolar pada Kamis (6/9/2018). (Foto: Ant/Reno Esnir)

Jakarta, (Tagar 6/9/2018) - Sepekan terakhir, nilai tukar dolar AS menguat terhadap rupiah. Kurs rupiah yang hampir menyentuh Rp 15.000 per dolar AS pun menjadi perbincangan karena dikhawatirkan berdampak pada krisis ekonomi seperti yang terjadi pada tahun 1997/1998.

Namun, sebenarnya pemerintah menjamin depresiasi rupiah kini, tak akan berujung pada krisis ekonomi. Pasalnya, inflasi kini berada di angka 3,2 persen, sedangkan inflasi 1997/1998 mencapai 78,2%. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi 2018 di angka 5,27 persen, dan 1997/1998 minus 13,34 persen.

Mewaspadai dampak dari gejolak perekonomian dunia, Presiden Joko Widodo mengaku berkoordinasi dengan sektor moneter, sektor industri, dan para pelaku usaha.

"Saya selalu melakukan koordinasi berkaitan sektor moneter, sektor industri, pelaku usaha. Koordinasi yang kuat ini menjadi kunci," ucap Presiden Joko Widodo di Indonesia Kendaraan Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/9).

Faktor eksternal menurut Jokowi, turut mempengaruhi pelemahan kurs yang tidak hanya terjadi di Indonesia. Di antaranya, kenaikan suku bunga di AS, perang dagang AS dan China, maupun krisis yang ada di Turki dan di Argentina.

Dolar memang naik, rupiah memang melemah, tapi apakah masyarakat kelas menengah terpengaruh dengan itu?

Salah satu Pusat Perbelanjaan besar di Jakarta Timur, Pusat Grosir Cililitan tampaknya belum merasakan pengaruh terhadap naiknya dolar. Kamis (6/9) siang, pengunjung wanita maupun pria dari berbagai usia masih menenteng barang belanjaannya di setiap lantainya.

Salah seorang pengunjung, Resti Asmarandani, menilai kenaikan dolar terhadap rupiah yang belum mempengaruhi pengeluarannya.

"So far sih aku belum ngerasain perbedaan apa-apa dari naiknya dolar, selama harga transportasi dan makanan di Jakarta belum ikutan naik," ujar perempuan berusia 23 tahun itu kepada Tagar News, di Jakarta, Kamis (6/9).

dampak dolarKenaikan harga dolar tidak mempengaruhi harga sandang. (Foto: Tagar/Nuranisa Hamdan)
Sebab, menurutnya kini belum ada kenaikan dari harga barang-barang yang dijual. Apalagi terkait sandang.

"Sekarang juga aku ini ke PGC harga barang-barangnya masih sama. Tadi saja Rp 65 ribu masih bisa kebeli baju, mungkin karena produk lokal kali ya," sambungnya.

Menurut salah satu pedagang pakaian wanita, Nadia, harga pakaian di tokonya memang tak terpengaruh dengan kenaikan harga dolar. Sebab, pakaiannya merupakan pakaian yang dijualnya merupakan pakaian cuci gudang.

“Harganya tetap sama saja, kan kita jual cuci gudang, harga disesuaikan mulai dari Rp 35.000. Kalau dolar naik juga ga akan bisa langsung naikin harga, pasti diatur dulu,” tuturnya.

dampak dolarKenaikan harga dolar tidak mempengaruhi harga sandang. (Foto: Tagar/Nuranisa Hamdan)

Pengunjung lainnya, yakni Hafiz Rachman (34) pun belum mendapatkan dampak dari melemahnya kurs rupiah. Menurutnya, harga yang ditawarkan pun belum berubah sama sekali.

"Dampaknya belum begitu terasa, saya saja ini lagi mau belanja di sini, belanja baju untuk istri, dan beli cd game, mumpung masih awal bulan, jadi uangnya masih ada," jelasnya.

Begitu pula dengan pengeluaran terhadap konsumsi olahan. Misalnya, salah satu tokoh yang menjual minuman olahan yang berasal dari China dengan kisaran harga yang ditawarkan dari Rp 20.000 sampai Rp 30.000. 

Nampak minuman olahan tersebut masih diminati pelanggan. Karena, menurut salah pegawainya tak ada perubahan harga terkait kenaikan dolar. "Sampai sekarang, harga sesuai dengan yang tertera, tidak ada perubahan harga," ujar Sandi.

dampak dolarPelanggan Chattime tidak terpengaruh harga dolar yang naik. (Foto: Tagar/Nuranisa Hamdan)


Menurut salah satu pelanggan setianya pun, memang tidak ada perubahan dari minuman olahan tersebut. Jika pun pernah ada kenaikan harga, bukan karena kenaikan harga dolar.

"Ya, saya tetap saja beli minuman ini. Mau dolar naik atau tidak, harganya sama. Toh, sampai sekarang belum kerasa apa-apa juga," imbuh Arsi Chairunisa.

Ia menambahkan, kenaikan dolar memang belum mempengaruhi perilaku dirinya dalam hal berbelanja. Apalagi, kini sudah tersedia online shop yang menurutnya menawarkan harga yang lebih murah.

Masih beli-beli, selama butuh dan harganya tidak naik. Apalagi beli melalui online. Harganya lebih murah ditambah free ongkir, jadi kadang lebih milih online," tukasnya.

Nilai tukar rupiah pada Kamis (6/9) pagi bergerak menguat menjadi Rp 14.880 per dolar AS. Nilai tersebut yang ditransaksikan antarbank di Jakarta. Berikut kurs transaksi Bank Indonesia untuk mata uang dolar AS dalam sepekan terakhir.

Nilai
Kurs Jual
Kurs Beli
Tanggal
1.00
15,002.00
14,852.00
5 September 2018
1.00
14,914.00
14,766.00
4 September 2018
1.00
14,841.00
14,693.00
3 September 2018
1.00
14,785.00
14,637.00
31 Agustus 2018
1.00
14,728.00
14,582.00
30 Agustus 2018
1.00
14,716.00
14,570.00
29 Agustus 2018
1.00
14,687.00
14,541.00
28 Agustus 2018
1.00
14,683.00
14,537.00
27 Agustus 2018



 

Berita terkait
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.