Doa Tidak Mengenal SARA

Menjadi relijius amat mulia, namun jika kehidupan keagamaan begitu eksklusif dan fanatik, maka jelas itu jalan sesat. Doa tidak mengenal SARA.
Ilustrasi Doa. (Foto: Pixabay/chidioc)

Setiap doa pasti tujuannya baik, sehingga pantas ditujukan ke siapa saja.

Agama diciptakan Tuhan untuk manusia, sehingga roh agama itu adalah kemanusiaan yang nilainya universal. Di mana tidak pernah dibatasi isu SARA.

Sedang Tuhan sendiri adalah sesuatu yang Maha segalanya, tak tergambarkan oleh siapa pun. Tuhan tanpa awal dan akhir dan tidak berlaku hukum sebab-akibat. Energi Tuhan luar biasa besarnya, jauh lebih besar dari ciptaanNya. Secara ilmu fisika, keberadaan Tuhan itu logis dan riil. Tuhan itu hanya satu, dan bagi siapa pun, tidak peduli itu agamanya A, atau B, atau C, dan lain-lain. Jadi Tuhannya sama bagi seluruh umat manusia: Sangkan paraning dumadi: tempat kita berasal dan tempat kita kembali.

Menjadi relijius itu amat mulia, namun jika kehidupan keagamaannya begitu eksklusif dan fanatik, maka jelas itu jalan sesat.

Munculnya istilah Tuhan A, atau Tuhan B, atau Tuhan C, terjadi ketika agama dipolitisir untuk tujuan politik yaitu menguasai dan menindas orang lain dengan modus bahwa Tuhan saya beda dengan Tuhan kalian. Latar belakang sejarah manusia dalam mengenali dan menggambarkan Tuhannya, sifatnya subyektif, bahkan dalam kondisi tertentu sangat sumir, karena tidak didukung pemahaman yang baik.

Indonesia adalah negara relijius, negara memberikan istilah Agama Negara bagi agama-agama yang dianut rakyat Indonesia. Dalam suasana yang plural seperti Indonesia ini, mestinya dibedakan antara kehidupan keagamaan dan kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Istilah-istilah keagamaan tertentu yang diyakini kebenarannya oleh umat tertentu, mestinya tidak menjadi ucapan sehar-hari, di ruang-ruang publik yang plural ini, karena ada kemungkinan menyinggung dan menyakiti umat agama lain, karena perbedaan pemahaman. Di situlah dibutuhkan toleransi. Yaitu memberi ruang bagi umat agama lain untuk menjalankan hak dasarnya sebagai manusia dalam beragama. Toleransi tidak berarti mencampur aduk akidah.

Menjadi relijius itu amat mulia, namun jika kehidupan keagamaannya begitu eksklusif dan fanatik, maka jelas itu jalan sesat, baik dalam tataran keagamaan maupun kehidupan berbangsa dan bernegara, karena sudah tidak mampu melihat kebenaran obyektif pada orang lain. Adanya dirinya sendiri yang benar.

Indonesia yang berdasarkan Pancasila, tidak mengenal istilah mayoritas dan minoritas. Musyawarah untuk mufakat, musyawarah untuk sepakat. Istilah itu juga tidak dikenal dalam konteks keagamaan, karena pada dasarnya sifat manusia itu bisa benar atau salah. Kalau benar terus itu namanya malaikat, kalau salah terus namanya setan jahanam.

Manusia tidak perlu merampas hak Tuhan dalam menilai kebenaran keagamaan seseorang. Itu sepenuhnya hak Tuhan. Stop pretending to be the God. Manusia hanya makhluk berlumur dosa, tidak layak menilai keagamaan orang lain.

Sekali lagi roh agama adalah kemanusiaan. Politisasi agama yang bernuansa sadistik, dan sarkastik, jelas bukan ajaran agama.

Bagi saya pribadi, berdoa itu maknanya universal dalam domain kemanusiaan. Jelas berlaku bagi semua manusia tanpa batas isu-isu SARA.

*Akademisi Universitas Gadjah Mada

Baca tulisan lain:

Berita terkait
Untaian Doa di Hari Ulang Tahun ke-68 Prabowo Subianto
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto berulang tahun ke-68 pada hari ini, Kamis, 17 Oktober 2019.
Bara JP Hongkong dan Macau Doa Bersama Pelantikan Jokowi-Amin
Bara JP Perwakilan Hongkong akan mengadakan doa bersama dalam rangka pelantikan Jokowi-Maruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia.
Untaian Doa Mulan Jameela untuk Ahmad Dhani
Penyanyi Mulan Jameela menuliskan doa agar segera bisa berkumpul lagi bersama sang suami, Ahmad Dhani yang saat ini masih di penjara.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.