Dituduh Represif, Ini Tanggapan Kapolrestabes Surabaya

Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan mempersoalkan tindakan represif anggota Polrestabes Surabaya di Asrama Mahasiswa Papua.
Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Sandi Nugroho. (Foto: Tagar/Ihwan Fajar).

Surabaya - Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) mempersoalkan tindakan represif anggota Polrestabes Surabaya di Asrama Mahasiswa Papua (AMP) di Jalan Kalasan, Surabaya pada 17 Agustus 2019. 

Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Sandi Nugroho merespons, menilai itu sebagai bentuk koreksi dan kritik bagi pihaknya. 

"Terima kasih jika ada pihak yang mengoreksi. Kritik itu membangun apa yang dikerjakan oleh kepolisian. Normatifnya polisi sudah mengerjakan apa yang menjadi standar," ujarnya, di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Selasa 20 Agustus 2019.

Meski demikian, dia menyampaikan proses pengamanan mahasiswa Papua yang dilakukan pihaknya tidak ada upaya paksa.

"Dan kami tidak mengedepankan upaya paksa. Contohnya setelah demo yang dilaksanakan oleh ormas dari mulai jam 4 sampai dengan jam 9 malam, alhamdulillah bisa kita bubarkan," beber dia.

Ditegaskan, pihaknya selalu menegakkan hukum dengan tidak melanggar hukum.

"Kita negosiasikan dengan catatan bahwa kita ingin menegakkan hukum, tetapi jangan melanggar hukum," tegas Sandi.

Terkait KontraS agar Kapolrestabes Surabaya meminta maaf, Sandi mengaku tidak mempermasalahkan.

"Kalau itu pun dianggap salah, ya kita Wallahu a'lam. Manusia memang tempatnya salah dan khilaf. Dan kami juga tidak alergi untuk meminta maaf kepada siapapun kalau dianggap salah," tegas Sandi.

Sandi menjabarkan, pengamanan sudah dilakukan pihaknya saat ada ormas yang mendatangi Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan. Ia mengaku telah meminta kelompok ormas mengikuti prosedur hukum dengan melaporkan ke polisi.

Massa dari gabungan kelompok ormas itu, menurut Sandi, akhirnya melayangkan laporan ke polisi pada Jumat 16 Agustus 2019 malam.

Selanjutnya, pada Sabtu 17 Agustus 2019, pihaknya berusaha berkomunikasi dan berdialog dengan mahasiswa Papua yang berada di asrama.

Tetapi upaya negosiasi yang dilakukan sejak pukul 10.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB tidak mendapatkan respons.

"Akhirnya kami minta tolong kepada (ketua) yang rumahnya berada sebelahnya asrama itu. Pak RT mengimbau untuk bisa ke luar dan mengadakan dialog ini ada laporan polisi supaya saya bisa pertanggungjawabkan," beber dia.

Tetapi kata Sandi, Ketua RT pun tidak mampu berdialog dengan mahasiswa Papua. Selanjutnya, polisi meminta Ketua RW hingga camat untuk menjalin komunikasi. Tetapi berakhir nihil.

Karena akibat itulah terjadi letupan-letupan, yang sekarang kita lihat di Manokwari dan Sorong

"Pak RW engga bisa (dialog), ke Pak Lurah, enggak bisa, kita ke camat, pak camat tidak bisa. Kami undang ikatan kekeluargaan keluarga Papua di Surabaya, Pak Pieter juga enggak bisa," rinci Sandi.

Karena gagalnya upaya dialog tersebut, sehingga pihaknya mengambil langkah tegas dengan menembakkan gas air mata dan membawa 43 mahasiswa Papua ke Mapolrestabes Surabaya untuk dimintai keterangan.

"Itu merupakan upaya paling terakhir setelah kita melakukan upaya-upaya dialog enggak bisa. Dan itu (negosiasi) sudah kita kerjakan dari jam 10.00 WIB sampai jam 17.00 WIB. Setelah itu, barulah kita melaksanakan upaya paksa karena sudah menjelang magrib," tegasnya.

Sandi mengaku, di awal pihaknya hanya akan memeriksa 15 mahasiswa Papua.

"Setelah datang, mereka gabung jadi satu. Saya pisahkan yang 15 orang saja kita bawa ke kantor untuk bisa diklarifikasi. Ternyata mereka tidak mau, kalau mau dibawa teman kami, bawa kami semua. Kita bawa semuanya, ke kantor dan kemudian kita periksa," kata Sandi.

Saat pemeriksaan, kata Sandi, setidaknya ada 10 penyidik yang memeriksa mahasiswa Papua.

"Kita periksa maraton. Kami siapkan 10 penyidik sehingga tidak lama-lama. Ada 43 orang, 42 bisa diperiksa dan satunya tidak bisa bahasa Indonesia, jadinya tidak bisa diperiksa," ujarnya.

"Yang intinya, kita sudah melakukan upaya penegakan hukum untuk mengamankan teman-teman kita supaya tidak terjadi bentrokan dengan massa lainnya," pungkasnya.

Salah Prosedur

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal KontraS, Andy Irfan mengatakan pihaknya menyoroti cara polisi mengamankan secara represif mahasiswa Papua di Asrama Mahasiswa Papua pada 17 Agustus lalu.

Irfan mengaku akan melayangkan laporan ke Propam dan Komisi Polisi Nasional (Kompolnas) karena adanya kesalahan prosedur pengamanan yang dilakukan polisi terhadap mahasiswa Papua.

"Kami akan membuat laporan ke Propam dan Kompolnas sebagai mekanisme internal dalam kepolisian untuk menguji apakah tindakan polisi sudah sesuai," ujarnya, di Sekretariat Federasi KontraS Surabaya di Jalan Hamzah Fansyuri, Selasa 20 Agustus 2019.

Ia mengatakan, hal itu dilakukan sebagai pembelajaran bagi semua pihak, khususnya polisi agar mengedepankan proses hukum sesuai aturan.

"Coba Polrestabes Surabaya lebih cleary, tidak akan terjadi seperti ini. Situasinya akan semakin lebih baik. Apa susahnya ngomong dan berdialog untuk melakukan langkah persuasif," beber Irfan.

Apalagi tuduhan pelecehan terhadap lambang negara yang diarahkan kepada mahasiswa Papua tidak terbukti.

"Ada bendera rusak, orang yang menghina lambang negara memang harus ditangkap karena sudah diatur secara hukum. Tapi siapa yang merusak bendera, siapa yang membuang tidak ada yang tahu. Itu yang terjadi di asrama itu," kata dia.

"Karena akibat itulah terjadi letupan-letupan, yang sekarang kita lihat di Manokwari dan Sorong," imbuhnya.

Irfan pun meminta kepada Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Sandi Nugroho untuk melakukan evaluasi menyeluruh kepada personelnya yang melakukan pengamanan dan menyampaikan permohonan maaf secara terbuka.

"Untuk hari ini kami sangat serius mendesak Kapolrestabes Surabaya untuk menyampaikan kepada publik permintaan maaf, karena dia telah salah. Dia harus periksa itu semua personel kepolisian di lapangan, diskresi yang dilakukan melanggar prosedur," tegas dia.[]

Berita terkait
Tetua Adat Papua Temui Walkot Surabaya, Ada Apa?
Tetua adat Papua Lenis Kogoya bertemu dengan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di Rumah Dinas Wali Kota Surabaya bahas persoalan Mahasiswa Papua.
Bonek Bentangkan Spanduk Surabaya-Papua Bersaudara
Suporter Persebaya Surabaya Bondo Nekat atau yang sering disebut Bonek membentangkan spanduk bertuliskan 'Surabaya-Papua bersaudara.
Abu Janda Tuduh FPI Serbu Asrama Papua di Surabaya
Abu Janda menuding Front Pembela Islam (FPI) ikut menyerbu asrama mahasiswa Papua sehingga berujung aksi massa di sejumlah titik di Papua.