Diduga Terima Rp 3 Miliar, KPK Tetapkan Merry Purba Tersangka

Diduga terima Rp 3 miliar, KPK tetapkan Merry Purba tersangka. "Sebelum kegiatan tangkap tangan sudah ada pemberian 150 ribu dolar Singapura kepada hakim MP," kata Agus Rahardjo.
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disaksikan Ketua KPK Agus Rahardjo dan Kepala Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) MS Sunarto (kiri) menunjukkan barang bukti operasi tangkap tangan (OTT) berupa uang dolar Singapura dalam konperensi pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/8/2018). KPK menyita 130 ribu dolar Singapura serta 8 orang yang ditangkap berkaitan dengan perkara korupsi yang diadili di Pengadilan Tipikor Medan (Sumut). (Foto: Ant/Reno Esnir)

Jakarta, (Tagar 29/8/2018) – Dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji oleh hakim PN Medan secara bersama-sama terkait putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili, KPK menetapkan hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Medan Merry Purba sebagai tersangka.

"KPK meningkatkan status ke penyidikan dan menetapkan empat orang tersangka yaitu diduga sebagai penerima MP (Merry Purba) hakim ad hoc Tipikor dan H (Helpandi) panitera pengganti PN Medan. Sedangkan yang diduga sebagai pemberi TS (Tamin Sukardi) dari swasta dan HS (Hadi Setiawan) orang kepercayaan TS (Tamin Sukardi) swasta sebagai pihak yang menerima," kata Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo di gedung KPK Jakarta, Rabu (29/8).

KPK pada Selasa (28/8) melakukan Operasi Tangkap Tangan di kota Medan yaitu terhadap Tamin Sukardi (TS) selaku pemilik PT Erni Putra Terari, staf Tamin bernama Sudarni (SUD), panitera pengganti PN Medan Helpandi (H), hakim ad hoc Pengadilan Tipikir Medan Merry Purba (MP), wakil ketua PM Medan yang bertindak sebagai ketua majelis Wahyu Prasetyo Wibowo (WPW), Ketua PN Medan Marsuddin Nainggolan (MN), hakim PN Medan Sontan Merauke Sinaga (SMS) dan panitera pengganti PN Medan Oloang Sirait (OS).

Merry diduga menerima total 280 ribu dolar Singapura (sekitar Rp 3 miliar) terkait putusan perkara tindak pidana korupsi No perkara 33/pid.sus/TPK/2018/PN.Mdn dengan terdakwa Tamin Sukardi yang ditangani Penadilan Tipikor pada PN Medan.

Tamin Sukardi adalah pemilik PT Erni Putra Terari. Dalam perkara itu, Tamin menjadi terdakwa perkara korupsi lahan beas hak guna usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II.

Tamin menjual 74 hektare dari 126 hektare tanah negara bekas HGU PTPN II kepada PT Agung Cemara Realty (ACR) sebesar Rp 236,2 miliar dan baru dibayar Rp 132,4 miliar.

"Dalam putusan yang dibacakan 27 Agustus 2018, Tamin dihukum 6 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 132 miliar. Vonis itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang meminta Tamin divonis 10 tahun pidana penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 132 miliar," ungkap Agus.

Meski divonis dan diwajibkan membayar uang pengganti, namun lahan yang dituntut jaksa untuk dikembalikan kepada negara tetap dikuasai oleh Tamin dan lahan 74 hektare tetap dimiliki PT ACR.

Hakim Merry adalah salah satu anggota majelis hakim menyatakan "dissenting opinion" dalam vonis tersebut.

Sedangkan ketua majelis hakim adalah hakim Wahyu Prasetyo Wibowo adalah ketua majelis hakim yang kasusnya belakangan populer dibicarakan yaitu perkara mengenai pengeras suara masjid yang dikategorikan sebagai penodaan agama oleh seorang warga kota Tanjung Balai (Sumut) Meliana. Meliana divonis 18 bulan penjara namun mengajukan banding.

"Sebelum kegiatan tangkap tangan sudah ada pemberian 150 ribu dolar Singapura kepada hakim MP. Pemberian ini merupakan bagian dari total 280 ribu dolar Singapura yang diserahkan TS melalui H orang kepercayaannya pada 24 Agustus 2018 di hotel JW Marriot Medan," tambah Agus.

Total pemberian uang yang terealisasi adalah 280 dolar Singapura dengan 130 ribu ditemukan KPK di tangan H dan 150 ribu dolar Singapura diduga diterima hakim MP.

"KPK mengingatkan agar kepada tersangka HS (Hadi Setiawan) yang diduga memiliki peran dalam perkara ini agar bersikap kooperatif dan segera menyerahkan diri pada KPK," ucap Agus.

Tim memberangkatkan tujuh dari delapan orang yang diamankan dalam tiga penerbangan, Sudarni, Helpandi, Tamin Sukardi dan Marsuddin Nainggolan tiba di gedung KPK sekitar pukul 23.30 pada Selasa (28/8).

Hakim Merry Purba tiba di gedung KPK pada Rabu (29/8) sekitar pukul 08.40 WIB dan terakhir Wahyu Prasetyo Wibowo (WBW) dan SMS tiba di gedung KPK sekitar pukul 11.30 WIB.

Perlu Kembali Diuji

Sementara itu, Ketua Bidang Pengawasan Perilaku Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial (KY) Sukma Violetta mengungkapkan hasil pertemuan KY dengan Ketua Pengadilan Tinggi Medan terkait tangkap tangan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan oleh KPK.

"Pertemuan ini dilakukan guna memastikan Jajaran Pengadilan tetap pada jalurnya atas musibah yang terjadi baru-baru ini, dan menghasilkan beberapa poin," ujar Sukma di Jakarta, Rabu.

Pertama Sukma menegaskan sikap dan posisi KY atas peristiwa tangkap tangan tiga hakim PN Medan.

"KY dalam posisi mendorong sekaligus mengawal rekan-rekan di pengadilan, utamanya Pengadikan Tinggi, sebagai garda terdepan pengawasan hakim di daerah berdasarkan SK KMA No 076," kata Sukma.

Sukma mengatakan efektivitas sekaligus pengaruh seluruh instrumen maupun sumber daya manusia dalam pengadilan perlu kembali diuji.

"Seluruh semboyan serta moto juga dituntut agar tidak hanya disebutkan saja, tapi harus dibuktikan, tidak ada yang bisa memberikan pengaruh perbaikan lebih besar kecuali internal pengadilan sendiri," ujar Sukma.

Lebih lanjut Sukma mengatakan atas peristiwa tangkap tangan di Medan, KY kembali memperingatkan bahwa rekam jejak aparat pengadilan di daerah Medan tidak terlalu baik.

"Sebagai poin kedua, catatan tersebut ada pada KY dan akan terus disampaikan kepada MA sebagai upaya pencegahan sekaligus pembinaan profesi," tutur Sukma.

Sukma juga meminta pihak pengadilan memperhatikan serta menindaklanjuti beberapa catatan tersebut, sehingga kejadian serupa tidak terulang.

"Terakhir, KY bersama MA sekaligus jajaran pengadilan di bawahnya, akan terus memperkuat pembinaan integritas, karena basis utama nihilnya pelanggaran ada pada kesadaran individu," lanjut Sukma.

Dalam hal ini Sukma menjelaskan bahwa KY juga memastikan upaya monitoring terhadap pelanggaran perilaku hakim akan terus berlanjut.

"Pengawasan tidak pernah berhenti sekalipun tanpa perhatian publik," ucap Sukma. []

Berita terkait